Curhat Peternak Sarang Walet Soal Permentan

TN, trustnews.id
Rabu, 18 November 2020 | 10:22 WIB


Curhat Peternak Sarang Walet Soal Permentan
Foto: istimewa
Meski Covid-9, permintaan Sarang Burung Walet (SBW) ke China tetap tinggi. Persoalan Permentan No11/2020 dinilai para peternak walet menambah panjang aturan.   

Pelaku usaha Sarang Burung Walet (SBW) sumringah, meski pandemi Covid-19 melanda. Namun permintaan SBW tetap meningkat. 
China sebagai konsumen sarang burung walet terbesar di dunia, 73% diantaranya dipasok dari Indonesia dengan total nilai sebesar US$ 203 juta.  Angka itu meningkat 90,3% dibandingkan impor sarang burung walet China dari Indonesia pada periode yang sama 2019.
“Bagi masyarakat China, SBW itu sudah tradisi ratusan tahun. Jadi nggak aneh kalau China negara terbesar pemakai SBW,” Ujar Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPSBI) Boedi Mranata.  
Berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan, 75 % perdagangan sarang burung di dunia diperkirakan mencapai sekitar 1000 ton per tahun atau setara US$1,6 miliar berasal dari Indonesia. 
Saat ini, Indonesia merupakan penghasil sarang burung walet terbesar di dunia. 
Sementara, China merupakan negara dengan konsumsi sarang burung walet terbesar di dunia. 
“Sampai-sampai ada anekdot, di seluruh dunia, kalau ada masyarakat China pasti SBW laku dijual. Ini terkait dengan kultur. Sudah dari kecil makan SBW, berbeda dengan negara lain akan butuh waktu untuk mengedukasi,” paparnya.
Meski dari liur walet, menghasilkan gemerincing dollar Amerika. Namun bukan berarti, bisnis liur walet selalu mulus. SBW Indonesia sempat dilarang masuk ke China ketika virus flu burung (H5N1) melanda. Mengantisipasi pelarangan tersebut, asosiasi walet Indonesia    melobi pemerintah China yang saat itu sedang melakukan kunjungan ke Indonesia pada tahun 2010.
“Kami dari asosiasi  kontak Menteri Perdagangan (saat itu dijabat Mari Elka Pangestu) meminta berunding dengan pemerintah China soal pelarangan ini. Kebetulan saat itu menteri perdagangan China datang berkunjung ke Jogjakarta, kesempatan ini saya manfaatkan untuk bertemu,” ujarnya.
Dalam pertemuan dengan menteri perdagangan China, “Saya katakan kita kesulitan ekspor SBW ke China. Dia bilang larangan itu karena Indonesia masuk dalam wilayah endemis H5N1. Saya jelaskan bahwa H5N1 gampang dimatikan cukup dimasukkan ke ruang panas,” ujarnya menggambarkan pertemuan tersebut.
Hasil dari pertemuan tersebut, pemerintah China membentuk tim dan mengajak pihak pemerintah bersama asosiasi walet  untuk membuat rancangan bersama terkait aturan ekspor SBW.

Pada saat ini , Pemerintah Indonesia melalui Badan Karantina Pertanian sebenarnya sudah mengunci aturan ekspor dengan pemerintah China. Tidak perlu lagi ditambah aturan aturan baru karena ekspor sudah relative lancar. Belakangan ini ada aturan tambahan ke Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet). Padahal Pemerintah China sudah memberikan kemudahan kepada kita cukup lewat karantina saja. Eh disininya malah ditambah, selain ke Badan Karantina Pertanian juga ke Kesmavet. Ini akan  membuat jadi rumit,” paparnya.
Kementerian Pertanian mengeluarkan dua peraturan menteri, yakni Permentan No 11/2020 tentang Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner Unit Usaha Produk Hewan (ini terkait Keberadaan Kesmavet) dan  Permentan No 26/2020 tentang Tindakan Karantina Hewan (TKH) terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Sarang Burung Walet ke dan dari dalam Wilayah NKRI.

“Kita di asosiasi tidak melihat urgensinya. Kalau kita mau kirim barang yang kita ikutin tentu apa yang disyaratkan oleh negara penerima dan sudah memenuhi syarat higienisnya. Lha China nggak merubah dan sudah berjalan lancar selama 5 tahun, tapi dengan keluarnya Permentan No 11/2020 dan syarat-syarat tambahannya, kita merasa ada jalur birokrasi yang lebih panjang dan rumit, saya kuatir ekspor SBW malah turun tahun depan,” pungkasnya.(TN)