Program Biodiesel dan Tantangan Menghadang
Senin, 20 Juli 2020 | 13:43 WIB
Foto: istimewa
Pandemi covid-19 tak hanya menyebabkan semua lini kehidupan luluh lantah, tapi juga tak bisa diperkirakan kapan berakhirnya. Begitu juga dengan industri sawit di Indonesia yang menyerap 17,5 juta pekerja, baik langsung maupun tidak langsung. Belum termasuk Produk turunan kelapa sawit juga bisa memperkuat industri di Indonesia.
“Tentunya pandemi Covid 19 mempengaruhi kinerja semua industri, termasuk Industri sawit. Namun sampai bulan Juni ini, pengaruhnya tidak besar. Perkebunan dan industri hilir tetap berjalan seperti biasa. Harga CPO turun dari US$700 per ton di Januari, namun pertengahan Juni menjadi sekitar US$560 per ton,” ujar Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) M.P. Tumanggor kepada TrustNews.
Dalam kondisi tersebut, lanjutnya, Aprobi tetap mendukung penuh kemandirian energi di Indonesia dan pengurangan emisi yang dicanangkan pemerintah. Hingga 2020, tercatat 14 tahun sudah Aprobi bersama-sama semua pemangku kepentingan termasuk Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BUBBM) seperti Pertamina, Industri Otomotif dan lainnya berupaya mewujudkan komitmen tersebut.
“Saat ini kita bersama melaksanakan program B30, itu membuktikan komitmen kami,” tegasnya.
Tumanggor pun membandingkan keunggulan Biodiesel (B30) dengan solar. Biodiesel menghasilkan emisi yang lebih kecil, biodegradable/biodegradasi mempunyai fungsi pembersih dan dihasilkan dari produk pertanian Indonesia.
“Bahkan jika dibandingkan dengan hasil biodiesel non sawit, maka kestabilan oksidasi biodiesel sawit berkali lipat lebih baik,” paparnya.
Sejak dilaksanakannya program biodiesel B5 sampai saat ini B30, lanjutnya, telah banyak upaya perbaikan standar kualitas. Termasuk 3 kali perubahan SNI Biodiesel, ini dilakukan untuk meningkatkan kualitasnya sejalan dengan perkembangan SNI.
“B30 dapat terlaksana sejalan dengan perkembangan risetnya, baik uji kinerja maupun uji jalan. Yang menjalankan riset antara lain adalah Lembaga seperti BPPT, ITB, Lemigas, Pertamina, industri biodiesel, industri otomotif, alat berat, kereta api, pembangkit listrik dan banyak lagi. Riset adalah kata kunci untuk kemajuan teknologi, produk termasuk biodiesel,” tegasnya.
Meski program biodiesel berjalan mulus, lanjutnya, ada tiga tantangan yang dihadapi biodiesel. Pertama, harga. Bahan bakar nabati, saat ini ditetapkan oleh pemerintah. Dengan patokan harga tersebut, maka perlu dukungan dana. Penyebabnya, harga biodiesel selalu dibandingkan dengan harga solar.
Tantangan kedua adalah rantai pasok. Ini terkait dengan transportasi, pelabuhan, tempat penyimpanan (tanking) dan upaya untuk menjaga kualitas.
Tantangan Ketiga adalah tantangan teknologi. Untuk selalu dapat menjawab permintaan pasar dan spesifikasi yang terus berkembang.
“Belum dimasukkan tantangan lainnya, seperti hambatan Perdagangan dari negara-negara tujuan ekspor yang proteksionis,” pungkasnya. (TN)
BACA JUGA