Strategi PHE Meningkatkan Eksistensi Bisnis
Minggu, 09 April 2023 | 09:44 WIB
Di sisi lain, PHE mengelola lapangan-lapangan yang sudah mature, sehingga mengalami laju penurunan alamiah produksi (natural decline rate). Selain itu fasilitas produksi yang telah berumur tentunya mempunyai tantangan dalam kehandalan aset. Tentunya untuk dapat mencapai target produksi yang telah dicanangkan, PHE harus giat melaksanakan kegiatan eksplorasi agar dapat menambah cadangan sebagai masa depan industri hulu migas.
Namun demikian, Anak Perusahan PT Pertamina (Persero) yang dikomandani Wiko Migantoro selaku Direktur Utama tersebut, konstan membukukan catatan prestasi gemilang. Dari tahun ke tahun tercatat adanya peningkatan produksi Minyak dan Gas (Migas), yang sekaligus menunjukkan upaya dan kinerja PHE membuahkan hasil positif untuk mendukung pemenuhan kebutuhan energi nasional.
“Di tahun 2022, PHE menghasilkan produksi minyak sebesar 514.4 MBOPD (ribu barel per hari) dan produksi gas 2.624 MMSCFD (juta kaki kubik per hari) serta menjadi kontributor produksi minyak nasional 68% dan gas 34%,” ungkap Corporate Secretary PHE Arya Dwi Paramitha dalam keterangan tertulisnya kepada TrustNews belum lama ini.
Menurut pria yang dikenal ramah tersebut,eksplorasi memiliki peran yang sangat penting dalam industri hulu migas karena menentukan keberlanjutan bisnis. Dalam menunjang keberlanjutan bisnisnya, PHE menggenggam 3 strategi kunci eksplorasi, Pertama, Sustain. Pengelolaan aset Wilayah Kerja (WK) eksisting, di mana kontribusi eksplorasi dibutuhkan dalam mempertahankan dan meningkatkan produksi migas. Strategi kedua, Growth.
PHE mencari potensi eksplorasi yang baru dengan mengungkap cadangan baru yang dapat mendukung pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang. Strategi ketiga, Partnership. Memberikan nilai tambah pada eksekusi kegiatan Eksplorasi melalui sharing Risiko, Biaya dan Penerapan Teknologi.
Dalam menunjang perannya tersebut, PHE juga berkomitmen untuk mewujudkan keberlanjutan dalam aspek Environmental, Social and Governance (ESG) guna menjalankan best practice kegiatan usahanya. “Tantangan yang dihadapi oleh industri hulu migas adalah ketahanan energi nasional dimana permintaan akan kebutuhan energi fosil diperkirakan terus meningkat hingga 2050 walaupun terdapat perubahan komposisi bauran energi,” tandas Arya.
Sekarang, persentase penggunaan batubara menurun perlahan dan diiringi dengan peningkatan persentase penggunaan gas sebagai energi fosil yang bersih, hal ini menunjukkan bahwa gas sebagai energi transisi berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan energi walaupun minyak masih menjadi salah satu kontributor utama konsumsi energi.
Dalam mendukung pemenuhan demand tersebut, PHE saat ini mempunyai beberapa project yang menjadi pijakan pengembangan produksi gas, antara lain Jambaran Tiung Biru, OPLL Mahakam, Sanga Sanga, Senoro North South dan Musi Timur.
“Untuk mendukung upaya pemerintah terkait kepedulian terhadap lingkungan hidup di sisi Hulu Migas, PHE melakukan upaya peningkatan produksi migas dengan menerapkan strategi dekarbonisasi dalam mencapai target produksi migas dan penurunan emisi nasional. Melalui Strategi Dekarbonisasi, quick win yang dapat dilakukan antara lain energy efficiency, gas recovery dan forestation. Adapun beberapa inisiasi membutuhkan investasi dan evaluasi yang cukup komprehensif, yaitu low carbon heat, renewable energy dan CCUS/CCS,” tandasnya.
PHE intens melakukan beberapa join studi penerapan teknologi Carbon Capture, Utilization & Storage (CCUS) sebagai salah satu upayanya dalam melakukan dekarbonisasi di berbagai lapangan. CCUS dilakukan melalui dengan cara mengambil, memanfaatkan, menyimpan dan menggunakan karbon sebagai produk sampingan dari proses produksi untuk mencegah emisi.
BACA JUGA