Rekayasa Teknologi Karet Kebanggan Bangsa

TN, trustnews.id
Jumat, 03 Mei 2019 | 08:44 WIB


Rekayasa Teknologi Karet Kebanggan Bangsa
PT Samudera Luas Paramacitra bersama BPPT hasilkan rubber airbag, produk pertama buatan Indonesia
PT Samudera Luas Paramacitra bersama BPPT hasilkan rubber airbag, produk pertama buatan Indonesia. Sumber daya alam yang berlimpah dan tenaga kerja terampil, kunci hasilkan produk berstandar internasional.


Sebuah prestasi gemilang dicatatkan PT Samudera Luas Paramacitra (SLP) dengan keberhasilan memproduksi rubber airbag. Pencapaian hasil kolaborasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ini, menandai Indonesia melepaskan diri dari ketergantungan impor produk China.
Rubber airbag sendiri merupakan kantong berbahan karet berisi udara yang berfungsi sebagai landasan untuk membantu proses naik dan turunnya kapal di galangan.
Direktur Utama PT Samudera Luas Paramacitra, Martinus Limansubroto, menjelaskan rubber airbag merupakan hasil rekayasa teknologi material yang memanfaatkan komoditi karet alam dalam negeri. 
“Kapal itu harus di docking dan docking paling gampang itu menggunakan airbag daripada membangun sistem naik turun kapal yang membutuhkan biaya mahal, kami sudah lama memikirkannya. Lalu kami mendatangi BPPT untuk mewujudkannya menggunakan karet alam dengan kemampuan menahan bobot kapal hingga 1600 ton,” paparnya kepada TrustNews.
Martinus mengakui dari sekian banyak keunggulan airbag buatan SLP yakni pemanfaatan karet dalam negeri yang berlimpah dan rekayasa teknologi membuat harganya jauh lebih murah dari pada produk impor.
“Kami ingin mengurangi ketergantungan industri dalam negeri terhadap produk China,” ujarnya tegas.
Langkah yang ditempuh SLP, yang menurut sebagian pihak berani “berdarah-darah” dalam mewujudkan rubber airbag, sebagai upaya perusahaan mengantisipasi cepatnya perubahan zaman sebagai akibat perkembangan teknologi.
“Kami membutuhkan produk yang memiliki umur panjang 15 sampai 20 tahun tetap ada, kalaupun berubah tentu lebih mudah daripada hilang sama sekali. Misalnya 10-15 tahun lalu orang berbelanja ke departemen store, saat ini berbelanja cukup di rumah saja,” tuturnya. 
Sebagai perusahaan, SLP merentang panjang seiring tumbuh kembangnya Kota Cirebon, berdiri tahun 1936 dengan fokus  perdagangan minyak tanah, tidak saja di Indonesia tapi juga ke beberapa negara tetangga. Namun ditahun 1955, SLP mengubah arah perusahaan menjadi industri karet hingga saat ini dengan beragam produk mulai dari perlak, karpet, seal botol hingga ke produk pertanian seperti rice hulling rolls (mesin pemecah padi dan gabah), marine fender (sektor kelautan), elastomeric bearing pad, bridge bearing pad, oil and gas rubber parts termasuk customized rubber product sesuai pesanan.
“Produk-produk SLP memiliki standar lebih tinggi dari standar luar negeri. Begitu juga dengan harga produk yang lebih murah karena karet Indonesia berlimpah dan tenaga kerja terampil yang berasal dari sekitar lokasi perusahaan, sehingga lebih memudahkan dalam pembuatan dan pengirimannya,” paparnya.    
SLP yang menjadikan industri ramah lingkungan sebagai visi dan misi perusahaan, lanjutnya, dalam produksinya meminimalisir hasil buangan yang bisa merusak lingkungan. Caranya dengan dimanfaatkan sebagai produk-produk baru. 
“Kami sudah canangkan ramah lingkungan, jadi terhadap limbah kami olah lagi agar tidak membuang produk yang bisa merusak lingkungan. Karena bagaimanapun bisa dimanfaatkan, meskipun harus menambah fasilitas mesin sebagai konsekuensinya,” pungkasnya. (TN)