Nyali Besar Bangkitkan Primissima

TN, trustnews.id
Jumat, 01 November 2019 | 05:15 WIB


Nyali Besar Bangkitkan Primissima
Usmansyah Direktur Utama Primissima
Perusahaan sakit, modal kerja cekak, ekuitas minus, utang menggunung dan jejeran mesin tua. Kini Primissima mulai memetik laba, meski masih terlalu kecil. Begitu akunya. 
“Bukan pekerjaan mudah”. Itu kata awal yang terucap dari Usmansyah saat ditunjuk untuk mengelola PT Primissima, (dahulu bernama PT Cambricks Primissima). Hasil patungan antara Pemerintah dengan Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI). Pemerintah menyertakan satu unit pemintalan dan pertenunan serta perlengkapannya yang berasal dari para pengusaha tekstil Belanda yang ditujukan kepada GKBI untuk melestarikan produksi mori berkualitas tinggi.
Saat awal memimpin pada pada 2016, kekayaan bersih (jumlah aktiva dikurangi kewajiban) defisit hingga Rp17 miliar. belum lagi soal akumulasi rugi dan utang pajak yang jumlahnya mencapai puluhan miliar. kondisi inilah yang harus dibenahinya. Mission impossible.
Persoalan demi persoalan dibenahinya. Mulai dari mencari pinjaman buat modal kerja, mengganti mesin tua dengan yang baru hingga meningkatkan mutu dan kualitas sumber daya manusia.
“Sinergi menjadi kunci,” ujarnya dalam membawa Primissima keluar dari ‘kubangan penderitaan’.
Dia pun meminta agar semua pegawai BUMN menggunakan seragam buatan Primissima. Bahkan hal itu ditegaskan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno dan Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno termasuk pihak Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
“Ibu Menteri dan para Deputi selalu menekankan pentingnya sinergi. Terkait hal ini di beberapa kesempatan disinggung perlunya menggunakan produk sesama BUMN, misalnya dalam hal pengadaan seragam untuk pegawai BUMN direkomendasikan untuk menggunakan produk atau pengadaan dari BUMN sandang, misalnya PT Primissima, PT Sarinah atau PT Industri Sandang,” jelasnya pada TrustNews.
Ketentuan mengenai sinergi pun menyederhanakan proses pengadaan, dimana dapat dilakukan melalui penunjukkan langsung, tidak harus tender atau lelang. Hal ini diperkuat oleh adanya SK Menteri BUMN mengenai sinergi dan kerjasama.
Baginya, sinergi antar BUMN itu memberikan dampak yang signifikan bagi BUMN-BUMN kecil. Tentu saja dengan syarat saling menguntungkan dan kualitas yang mumpuni. Bahkan tidak kalah dengan perusahaan-perusahaan lain. Artinya, semangat kompetisi masih ada, namun prosesnya lebih sederhana. 
“Ini contoh saja, Rp10 miliar buat BUMN sekelas Pertamina, BRI atau Bank Mandiri itu kecil, tapi bagi Primissima itu gede banget. Kasihkan ke kita, kita buatkan seragam yang tidak kalah mutu dan kualitasnya dengan perusahaan lain. Bukan berarti mematikan semangat kompetisi, tapi menyederhanakan proses pengadaan. Kecuali sudah dikasih, buatnya asal-asalan. Itu lain ceritanya,” tegasnya.
Hasilnya, dalam catatan kementerian BUMN, Primissima sebagai BUMN yang sudah memperbaiki kinerjanya.  Laba bersih PT Primissima (Persero) pada 2018 sebesar Rp 1,36 miliar. 
“Labanya masih kecil, yang penting hidup dulu. Labanya itu belum maksimal karena modal kerjanya terbatas,” ujarnya.
Sementara itu, Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu (GKBRAy) Adipati Paku Alam X dalam sebuah kesempatan mengeluhkan sulitnya mendapatkan produk Primissima. Istilahnya, kadang ada, kadang tidak. Malah lebih sering tidak ada. 
“Aku ini pelanggan setiamu lho, malah nyari langsung ke Primissimanya pun katanya stok lagi kosong. Kasihan para pembatik, nyari sampai ke Solo, harganya lebih murah tapi kualitasnya kurang. Nanti keburu diserbu sama buatan dari negara lain, ayo dong produksi sebanyak-banyaknya,” keluh istri dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam X, ini kepada TrustNews.
Keluhan dari Istri orang nomor dua di DIY Yogyakarta itu, menurut Usmansyah merupakan masukan bagi perbaikan Primissima. Sebab itulah sejak 2018 lalu, dirinya memutusan membeli empat mesin weaving merek Tsudakoma Jepang dan empat mesin Itema Italia. 
Pertimbangan ekonomis menjadi pilihan. Kemampuan delapan mesin tersebut setara dengan 102 mesin yang sekarang ada sehingga ada peningkatan efisiensi produksi yang luar biasa tinggi.
“Target kami dalam 5 tahun ke depan ada 66 mesin baru menggantikan 420 mesin sekarang yang ada. Tahun lalu kami beli 8 mesin setara dengan 120 mesin. Kecepatannya 3 kali lipat plus 2, jadi mesinnya panjang dobel. Kecepatannya 900 meter per jam dan sekali produksi bisa 2 juta meter setahun, sebelumnya hanya paling tinggi 800 ribu meter per tahun,” pungkasnya. (TN)