Petani Milenial Masa Depan Pertanian Indonesia
Kamis, 13 Juni 2024 | 19:27 WIB
Dok, Istimewa
Upaya ini dilakukan karena generasi muda memegang peranan penting dalam melanjutkan tongkat estafet pembangunan pertanian di Indonesia.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut jumlah petani pada tahun 2019 mencapai 33,4 juta orang. Dari jumlah tersebut, petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya 8 persen atau setara dengan 2,7 juta orang, dan sekitar 30,4 juta orang atau 91 persen berusia di atas 40 tahun dengan mayoritas usia mendekati 50-60 tahun.
Kondisi inipun diperparah dengan penurunan jumlah regenerasi petani muda. Dalam data yang sama periode 2017 ke 2018, penurunan jumlah petani muda mencapai 415.789 orang. Vitri Aryanti, Ketua Kelompok Kelembagaan dan Ketenagaan Pendidikan Kementerian Pertanian, mengakui peminat di bidang pertanian kian merosot. Anak muda semakin enggan untuk menekuni bidang pertanian karena dirasa kurang menjanjikan.
“Bila regenerasi di sektor pertanian terputus, otomatis pembangunan pertanian tidak berjalan,” ujar Vitri Aryanti kepada TrustNews.
Tentu ada banyak faktor yang melingkupi. Generasi muda melihat secara bisnis sektor pertanian tidak menjanjikan hidup yang layak. Ini dikarenakan biaya produksinya besar, harga panen yang fluktuatif dan sangat bergantung pada kondisi cuaca. Hanya saja, dari semua persoalan yang dihadapi dalam dunia pertanian, menurutnya, omset yang dihasilkan sektor pertanian justru jauh lebih menjanjikan dibandingkan non pertanian.
“Sektor pertanian kian berkembang dengan berkembangnya teknologi. Penggunaan drone untuk penyemprotan pupuk dan pestisida. Atau, keberadaan aplikasi-aplikasi pertanian di smartphone memudahkan petani memantau kondisi lahan secara realtime dan memantau harga produk pertanian,” paparnya.
Vitri pun menyebut Dodih petani sayuran dari Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat merupakan salah satu dari sekian banyak petani sukses, binaan Kementerian Pertanian. Lewat budidaya 70 jenis sayuran seperti paprika aneka warna, aneka jenis cabai, brokoli, kol, terung, buncis, tomat, head lettuce, sawi, kentang, ubi dan kabocha, Dodih bersama kelompok taninya ke berbagai daerah seperti Bandung, Jakarta, Tasikmalaya, dan Padalarang.
Komoditas baby buncis Kenya bahkan sudah rutin di ekspor ke Singapura, Dodih mengungkapkan sampai saat ini usahanya memiliki omzet hingga 100 juta per bulan. Begitu juga Barto Inden. Alumni Polbangtan Manokwari dan sekaligus Duta Petani Milenial (DPM) Yang dikukuhkan langsung oleh Menteri Pertanian sebagai perwakilan Papua Barat ditahun 2021.
Sebagai petani pemula, Barto telah sukses membangun wirausaha pertanian dengan budidaya tanaman kopi, budidaya tanaman horti dan beternak ayam potong di kampung halamannya, di Pegunungan Arfak Papua Barat. Barto mendapat dana hibah dari kementerian pertanian melalui program Penumbuhan Wirausaha Muda Pertanian (PWMP) untuk terus mengembangkan usahanya tersebut. Meski belum lama berjalan, Barto sudah bisa berpenghasilan 15 hingga 20 juta perbulan.
“ Kita punya program Youth Entrepreneurship And Employment Support Services (YESS). Program ini menciptakan wirausaha muda di pedesaan serta meningkatkan kompetensi tenaga kerja di sektor pertanian,” ujarnya.
Dijelaskannya, ada empat komponen dalam program YESS, yakni rural youth transition to work, yakni transisi pemudapemudi pedesaan untuk bekerja), rural youth entrepreneurship (kewirausahaan pemuda pedesaan), investing to rural youth (investasi untuk pemuda perdesaan), dan enabling environment for rural youth (lingkungan penunjang untuk pemuda perdesaan).
‘Program YESS menghubungkan pemuda-pemudi yang belum memiliki skill di bidang pertanian. Dalam program ini peserta kita kasih modal untuk tumbuh kembang menjadi job creator ataupun job seeker,” ujarnya.
“Para peserta dalam pembelajaran ada inkubator bisnis jadi di ajarin dari hulu hingga hilir di ajari pemasaran packaging market place, kita juga ada pelatihan bisnis plan, KUR untuk modal perbankan, keuangan, digitalisasi, market place,” pungkasnya.
BACA JUGA