Agresivitas Semen Merah Putih Penetrasi Pasar
Kamis, 18 April 2019 | 11:53 WIB
Anang Adji Sunoto, Technical Division Head PT Cemindo Gemilang
Kecil-kecil cabe rawit, begitulah keberadaan semen merek Merah Putih di industri semen nasional. Meski relatif baru, 2012 lalu produk pertama hadir di pasaran, namun tak gentar menghadapi ketatnya persaingan.
Hanya butuh waktu enam tahun saja bagi Semen Merah Putih untuk menguasai pangsa pasar sebesar 4,1 persen. Sebuah pencapaian yang mengangumkan bagi sebuah produk baru di tengah sesaknya produk semen.
Kemampuan Semen Merah Putih itu ditunjang dengan empat pabrik di empat lokasi dengan total kapasitas 6,75 juta ton per tahun. Keempat pabrik tersebut terdiri atas pabrik semen terintegrasi di Bayah, Kabupaten Lebak, Banten, berkapasitas produksi 4 juta ton per tahun. Kemudian, pabrik penggilingan semen di Ciwandan, Banten, berkapasitas produksi 1,75 juta ton pertahun. Pabrik penggilingan di Gresik (Jawa Timur) berkapasitas 1 juta ton per tahun serta pabrik pengemasan di Wajok (Kalimantan Barat) berkapasitas 500 ribu ton per tahun.
Tak cukup sampai disitu, PT Cemindo Gemilang sebagai produsen Semen Merah Putih, juga membangun beberapa terminal di Sumatra Selatan, Jambi, Riau, Lampung. Belum termasuk pengembangan pabrik baru di Medan dan Bengkulu.
Belum termasuk semen setengah jadi (clinker) di pabrik Bayah –disebut-sebut sebagai pabrik semen terbesar se Asia Tenggara– menghasilkan 10.000 ton per hari atau 3,3 juta ton per tahun. Dengan akan beroperasinya dua pabrik baru diperkirakan 6,6 juta ton per tahun clinker yang akan dihasilkan.
Anang Adji Sunoto, Technical Division Head PT Cemindo Gemilang, mengatakan, langkah Cemindo begitu agresif dalam melakukan penetrasi karena melihat celah yang masih terbuka, yakni ekspor. Karena disadari bahwa kebutuhan semen dalam negeri tengah kelebihan produksi (oversupplay) sehingga membuat harga mengalami tekanan yang cukup jauh bila dibandingkan 3 sampai 4 tahun lalu.
“Kami punya produk yang bagus dan pabrik semen dengan fasilitas pelabuhan yang cukup bagus, daripada berkelahi di dalam negeri, kami memilih jalur ekspor karena harga di luar cukup bagus. China yang produksi semennya 300 juta ton ditutup karena masalah polusi, ini tentu memberikan peluang bagi Indonesia,” ujar Anang kepada TrustNews.
Tercatat Semen Merah Putih sudah melakukan ekspor ke Vietnam, Filipina, Srilangka, Tahiti, Banglades dan beberapa negara di Timur Tengah.
“Kondisi di Indonesia saat ini oversupplay, kita ekspor lumayan banyak. Kita tahun lalu ekspor hampir 2,8 juta ton, tahun ini estimasi 3,5juta -3,8 juta ton juga,” papar Anang.
Anang juga meluruskan persoalan keberadaan pabrik Semen Merah Putih di Bayah dan pencemaran lingkungan sebagaimana kerap diberitakan. Secara sederhana digambarkan, pabrik semen butuh bahan baku dari alam, mulai dari batu kapur, pasir silika, tanah liat, pasir besi dan gipsum. Dalam prosesnya membutuhkan konsumsi panas yang sangat tinggi (suhu pembakaran 2.000 derajat celcius).
Dengan teknologi terbarukan, Fly Ash Bottom Ash (FABA), lanjutnya, abu terbang yang dulu dilepas ke udara, kini disimpan di pembangkit listrik batu bara atau ditempatkan di pembuangan sampah untuk kembali didaur ulang dijadikan bahan baku pabrik semen.
Begitu juga dengan penggunaan Alternative Feul and Raw Material (AFR), sambung Anang, Cemindo pun sudah menerapkannya dengan menggunakan limbah yang ada di sekitar untuk diolah menjadi bahan baku Semen Merah Putih. Limbah apapun bisa di pakai dibakar dan di musnahkan di pabrik semen. Juga ada beberapa limbah yang bisa dijadikan bahan baku pabrik semen.
“Semua hal terkait pabrik semen sendiri juga ketat. Emisi juga dibatasi. Kita ngomong gas emisinya diatur masih 80 mg, kita sudah di bawah 30 mg, jadi dua kali di bawah,” pungkasnya. (TN)
BACA JUGA