Pengelolaan Pertambangan, Smelter dan Tambang Ilegal

TN, trustnews.id
Senin, 15 April 2019 | 05:27 WIB


Pengelolaan Pertambangan, Smelter dan  Tambang Ilegal
Bambang Gatot Ariyono, Dirjen Minerba
Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2018 Subsektor Minerba melampaui target

Dunia pertambangan Indonesia masih memiliki potensi yang luar biasa besar. Merujuk hasil Survei Geologi Amerika Serikat atau USGS, Indonesia menduduki peringkat ke-6 sebagai negara yang kaya akan sumber daya tambang. Selain itu dari potensi bahan galiannya untuk batubara, indonesia menduduki peringkat ke-3 untuk ekspor batubara, peringkat ke-2 untuk produksi timah, peringkat ke-2 untuk produksi tembaga dan peringkat ke-6 untuk produksi emas.
Berdasarkan data realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2018 Subsektor Minerba mencapai Rp. 50,01 triliun, melebihi target yang dicanangkan dalam tahun 2018 yakni sebesar Rp. 32,1 triliun. Dengan rincian Rp. 0,5 triliun dari iuran tetap, Rp. 29,8 triliun dari royalti, Rp. 19,3 triliun dari penjualan hasil tambang, dan Rp. 0,4 triliun dari pendapatan jasa tenaga kerja, pekerjaan dan informasi. Pencapaian tersebut sekaligus melampaui penerimaan pada tahun 2017 yang sebesar Rp. 40,6 triliun, serta tahun 2016 dan 2015 yang hanya berada pada angka Rp. 27.2 triliun dan Rp. 29.6 triliun.
“Kalau bicara dari manfaat ekonomi atau finansial itu ada pajak dan non pajak. Bicara pajak dari minerba tahun 2018 itu target Rp. 32,1 triliun, namun realisasinya Rp. 50,01 triliun.  Untuk tahun 2019 ini, Minerba dikasih target Rp. 43 triliun, semoga realisasi 2019 lebih dari Rp. 50 triliun lagi. Jadi kalau ESDM ini kontribusi PNBP termasuk paling besar di APBN,” papar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Bambang Gatot Ariyono kepada TrustNews di ruang kerjanya, Jumat (15/3).
Dalam catatan TrustNews, PNBP dari minerba anjlok selama dua tahun, yakni 2015 dan 2016. Bila di tahun 2014 realisasi PNBP mencapai Rp. 35,4 trilun, namun di tahun 2015 mengalami penurunan PNBP sebesar Rp. 29,6 trililun. Realisasi PNBP kembali turun di tahun 2016 sebesar Rp. 27,2 triliun. 
Turun naiknya realisasi PNBP menurut Bambang,  dikarenankan investasi di sektor pertambangan masih membutuhkan perbaikan, baik itu regulasi maupun insentif dibandingkan dengan negara lain. Masalah masa konsesi, misalnya Indonesia memberi masa konsesi 20 tahun dengan masa perpanjangan dua kali 10 tahun, sementara negara lain memberi masa konsesi 100 tahun.
“Tidak bisa dipungkiri masa konsesi menjadi tidak menarik bagi investor menanamkan modalnya di pertambangan, karena dari pengembangan sampai tahap produksi itu lama hampir 10 -12 tahun. Belum lagi permasalahan sengketa lahan atau status area kehutanan, kondisi ini tentu bisa diselesaikan dengan mengajak berdiskusi para stakeholder termasuk investor dan otoritas pemerintah. Pendekatan kita hanya itu,” ujarnya.
Hal yang juga menggembirakan, menurut Bambang, terkait dengan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter), pasca terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2017. Kebijakan ini tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksaan  Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Atas perubahan PP tersebut, smelter yang telah beroperasi sampai akhir tahun 2019 terdapat 20 perusahaan dan 10 tercatat sudah mencapai tahap produksi. 
“Mayoritas smelter yang telah beroperasi adalah pengolahan dan pemurnian nikel, besi, bauksit, mangan dan tembaga. Khusus smelter nikel di Morowali itu sudah berkembang sampai pembangunan atau proses menjadi steinless steal,” ujarnya.
Smelter tembaga milik PT Batutua dan PT Smelting. Sedangkan smelter nikel milik PT Aneka Tambang Tbk, PT Vale Indonesia, PT Fajar Bhakti, PT Sulawesi Mining Investment, PT Gabe, PT Cahaya Modern, PT Indoferro, PT Century Guang Ching, PT Titan, PT Bintang Timur, dan PT Megah Surya Pertiwi. Kemudian smelter  besi PT Delta Prima Steel, PT Maratus Jaya.
Berikutnya smelter bauksit, milik PT Indonesia Chemical Alumina (ICA) dan PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW). Sedangkan, smelter mangan milik PT Indotama Ferro dan PT Primer.  
“Saya melihatnya smelter ini bergerak maju ada progresnya. Kecepatan masing-masing berbeda tetapi menjanjikan lah kedepan,” tukasnya. (TN)