Ini Solusi Rizal Ramli Agar Pemerintahan Jokowi Tak Tambah Utang
Minggu, 03 Februari 2019 | 00:09 WIB
"Ini sebetulnya kejahatan. Ini sebetulnya yang menjelaskan, kenapa dia (Sri Mulyani) dipuji-puji oleh bankir internasional. Mana ada, orang, menteri keuangan ngasih bunga terlalu tinggi. Menteri keuangan yang hebat dari Singapura, dari Jepang, dari Cina tidak pernah kayak begitu, karena kalau pinjam yield-nya ditekan semurah mungkin. Karena bekerja untuk rakyatnya, tapi menteri keuangan kita, SPG IMF, nawarin lebih tinggi, ini kerugian dan kejahatan kerah putih," beber Rizal.
"Harus ada cara-cara inovatif pemerintah dalam kebijakannya. Salah satunya, menghentikan pinjaman dengan bunga tinggi," ungkap Rizal di Malang.
Menurut Rizal, pemerintah harusnya mengganti utang mahal dengan utang murah. Selain itu, Rizal juga mengatakan pembangunan infrastruktur sebaiknya dikerjakan oleh swasta agar tak menambah utang.
"Biar swasta yang pinjam dan mengerjakan, jangan BUMN. Langkah lain, adalah meningkatkan tax ratio Indonesia di posisi 16 persen sampai 18 persen, zaman Gus Dur mampu 12,5 persen, hari ini 11,5 persen. Padahal target Pak Jokowi tax ratio 16 persen, tidak tercapai ternyata," ujarnya.
"Ini juga menunjukkan menteri ekonominya tak bekerja, hanya fokus kepada hal-hal kecil, pajak pedagang kecil, yang gede-gede tak disentuh, termasuk sektor mineral," sambung mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman ini.
Rizal menyampaikan, bahwa beban utang Indonesia setiap hari bisa mencapai Rp 1,24 triliun. Padahal, kata dia, jika digunakan untuk mencetak produk pangan dengan membuka lahan baru, maka akan tercapai kedaulatan pangan di masa mendatang.
"Padahal kalau kita pake itu, bikin sawah ladang tebu, ladang jagung jutaan rakyat kita bekerja," katanya.
"Padahal dengan Rp 1 triliun kita bisa bikin itu tadi sawah baru, lebih malah nggak sampai segitu. Bayangkan lapangan pekerjaan yang bisa dibuka dengan 1 juta sawah baru, setengah juta hektar tebu, 1 juta kebun jagung. Daripada uangnya untuk bayar utang," sambungnya.
Dalam kesempatan itu, Rizal juga menjelaskan soal cuitan di akun twitternya soal yield (imbas hasil) sebesar 11.625 persen. Hal itu ditegaskan bukan merupakan bunga, melainkan utang yang belum lunas yang diterbitkan pada 2009.
"Itu bukan utang baru, melainkan utang yang belum lunas yang diterbitkan tahun 2009. Tetapi pelakunya tetap sama, yang menerbitkan utang lama dengan bunga super mahal itu, namanya menteri keuangan zaman SBY, Sri Mulyani. Karena dia selalu menerbitkan utang 2 persen lebih tinggi dari negara yang ratingnya di bawah Indonesia, misalnya Thailand, Filipina, Vietnam, harusnya surat utang diterbitkan bunganya lebih rendah," ungkap Rizal.
Dia menambahkan apabila bunga diterbitkan dengan jangka waktu 10 tahun. Bunga 2 persen akan menjadi 40 persen. Sehingga rakyat Indonesia harus menanggung bunga utang tambahan US$ 11 miliar atau hampir 12 triliun.
"Ini sebetulnya kejahatan. Ini sebetulnya yang menjelaskan, kenapa dia (Sri Mulyani) dipuji-puji oleh bankir internasional. Mana ada, orang, menteri keuangan ngasih bunga terlalu tinggi. Menteri keuangan yang hebat dari Singapura, dari Jepang, dari Cina tidak pernah kayak begitu, karena kalau pinjam yield-nya ditekan semurah mungkin. Karena bekerja untuk rakyatnya, tapi menteri keuangan kita, SPG IMF, nawarin lebih tinggi, ini kerugian dan kejahatan kerah putih," beber Rizal.
BACA JUGA