Perekonomian nasional yang berdaya tahan bisa terwujud melalui bauran kebijakan yang konsisten, sinergi lintas lembaga, dan keterlibatan aktif daerah.

Bank Indonesia Padukan Kebijakan dan Daerah

Redaksi, trustnews.id
Sabtu, 18 Oktober 2025 | 02:39 WIB


Bank Indonesia Padukan Kebijakan dan Daerah
Doc Istimewa
TRUSTNEWS.ID - Fluktuasi nilai tukar, ketidakpastian harga komoditas, dan derasnya arus modal keluar-masuk menjadi tantangan nyata bagi perekonomian Indonesia. Dalam situasi seperti ini, Bank Indonesia (BI) mengambil peran kunci menjaga stabilitas sekaligus memastikan mesin pertumbuhan tetap bergerak.

Ricky Perdana Gozali, Deputi Gubernur Bank Indonesia, menegaskan, perekonomian nasional yang berdaya tahan hanya bisa terwujud melalui bauran kebijakan yang konsisten, sinergi lintas lembaga, dan keterlibatan aktif daerah.

“Ekonomi yang berdaya tahan adalah fondasi utama agar kita bisa tumbuh lebih kuat, inklusif, dan berkelanjutan,” ujar Ricky Perdana Gozali kepada TrustNews.

Lebih jauh, Ricky menjelaskan bahwa Bank Indonesia menempatkan bauran kebijakan sebagai kerangka inti strategi dalam menjaga ketahanan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Kerangka ini bertumpu pada tiga pilar utama yang saling melengkapi,” tegasnya.

Pilar pertama adalah kebijakan moneter yang pro-stability dengan tetap mendukung pertumbuhan ekonomi. Upaya ini, menurutnya, diwujudkan melalui stabilisasi nilai tukar rupiah, pengelolaan cadangan devisa secara pro-market, serta penguatan transmisi suku bunga untuk mendukung likuiditas pasar dan investasi.

Pilar kedua adalah kebijakan makroprudensial yang pro-growth dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan. Fokusnya mencakup optimalisasi fungsi intermediasi perbankan, penguatan likuiditas, serta ketahanan sektor perbankan, korporasi, dan rumah tangga.

“BI juga menyempurnakan ekosistem keuangan yang inklusif dan berkelanjutan,” ungkapnya.

Pilar ketiga adalah kebijakan sistem pembayaran yang juga pro-growth melalui perluasan akseptasi pembayaran digital.

“BI memperkuat konektivitas industri jasa sistem pembayaran serta meningkatkan keandalan infrastruktur untuk mendukung volume transaksi yang terus tumbuh dengan cepat dan aman,” paparnya.

Ricky menekankan, penguatan ekonomi tidak hanya terjadi di pusat. Melalui 46 Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) yang tersebar di 29 provinsi dan 12 kabupaten/kota, BI mengimplementasikan kebijakan hingga ke daerah.

Instrumen utamanya adalah SIMFONI—akronim dari aSesmen dan perumusan kebijakan, IMplementatif, pengembangan ekonomi dan keuangan inklusiF, transfOrmatif, dan koordiNatIf.

“Melalui kerangka ini, BI menempatkan KPwDN sebagai ujung tombak koordinasi dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lokal,” ujarnya.

“Daerah memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda. Dengan sinergi yang kuat, kebijakan yang dirumuskan akan lebih tepat sasaran,” tambahnya.

Sinergi itu diwujudkan dalam berbagai forum koordinasi, seperti TPIP–TPID untuk pengendalian inflasi, TP2DD untuk elektronifikasi transaksi pemerintah daerah, TP2ED untuk percepatan pertumbuhan ekonomi, TPAKD untuk mendorong perluasan akses keuangan di daerah, serta IRU–RIRU dalam mendorong peningkatan investasi.

Lebih jauh dijelaskannya, BI mengidentifikasi tiga tantangan besar perekonomian Indonesia. Pertama, menjaga ketahanan menghadapi perubahan lingkungan strategis global, termasuk volatilitas pasar keuangan, perang dagang, hingga gejolak harga energi.

Kedua, optimalisasi potensi pertumbuhan inklusif, agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya tinggi secara angka, tetapi juga merata manfaatnya.

Ketiga, transformasi menuju ekonomi berkelanjutan, terutama menghadapi era digitalisasi, transisi energi, dan pembangunan rendah karbon.

Untuk menjawab tantangan tersebut, BI memperkuat koordinasi erat dengan pemerintah pusat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sektor perbankan, dan dunia usaha.

“Sinergi lintas pihak adalah kunci. Dari situlah lahir inovasi untuk menghadapi tantangan global maupun domestik,” tegasnya.

Dia menekankan, BI tidak hanya fokus menjaga stabilitas, tetapi juga melakukan program transformasi kelembagaan agar lebih adaptif terhadap perubahan.

“Penguatan peran kantor perwakilan, digitalisasi sistem pembayaran, hingga pendalaman pasar keuangan menjadi bagian dari strategi memperkuat daya tahan,” ungkapnya.

Menurutnya, perekonomian yang berdaya tahan tidak dapat dicapai oleh satu institusi saja.

“Partisipasi aktif seluruh elemen bangsa untuk mengawal implementasi kebijakan secara terintegrasi,” ujarnya.

“Dengan daya tahan yang kuat, pertumbuhan yang inklusif, dan keberlanjutan yang terjaga, kita sedang membangun jalan menuju Indonesia Maju,” pungkasnya. (TN