Jokowi Legalkan Seks Bebas, IPM Banten Tolak PP Nomor 28 Pasal 103 Ayat 4 "e"
Kamis, 08 Agustus 2024 | 08:08 WIB
Hal tersebut, menjadi perhatian khusus dan perbincangan di Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PW IPM) Provinsi Banten pada 8/8/2024 di Grup WhatsApp Pelajar se-Banten.
Ketua Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik (AKP) PW IPM Banten, Muhammad Hasan Syariati mempertanyakan dan risau atas kebijakan tersebut. Karena dapat menimbulkan persepsi dan kesalah pahaman dalam pasal tersebut.
"Mbok ya kalau bikin kebijakan tuh yang jelas gitu loh, bertentangan gak dengan etika, nilai-nilai moral, dan spiritual. Secara tidak langsung pemerintah menumbuhkan budaya-budaya liberal yang sangat bertentangan dalam bangsa kita," ujar Hasan.
PW IPM Banten dengan tegas menolak dan menuntut untuk meninjau kembali PP Nomor 28 Pasal 103 Ayat 4 point e yang membuat salah persepsi dan dapat merusak moral pelajar.
Pasalnya, kebijakan tersebut sangat membuka peluang budaya liberal (seks bebas) yang bertentangan dalam nilai etika, moral dan beragama.
Hasan menjelaskan, dalam perspektif hukum islam, bahwa penyediaan alat kontrasepsi dipandang sebagai sa'adzu dzari'ah dalam ilmu ushul fikih. Sa'adzu dzari'ah merupakan salah satu sumber hukum Islam yang dimana berarti mencegah segala sesuatu yang menjadi jalan kerusakan.
"Sa'adzu zari'ah berarti mencegah segala sesuatu yang menjadi sarana atau mengantarkan kepada pembuatan kebijakan hukum atau suatu perbuatan tersebut. Jadi, menyediakan alat kontrasepsi sama aja di anggap sebagai sarana untuk mencapai perbuatan tersebut (seks bebas)," tegas Hasan.
Penyediaan alat kontrasepsi, meskipun Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwasanya penyediaan ini diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah (penikahan dini) agar dapat menurunkan angka kematian balita dan mencegah stunting, akan tetapi berdasarkan sa'adzu dzari’ah justru dengan menyediakan alat kontrasepsi ini akan menjadi sarana untuk melakukan hubungan seks bebas dengan penggunaan alat yang aman.Tentunya hal ini akan lebih banyak mendatangkan memudharat dibanding manfaatnya.
Dalam perspektif sosial, pasal tersebut disebutkan dalam frasa yang multitafsir sehingga tidak semua masyarakat dapat mencerna dan memahami pasal tersebut sesuai dengan tujuan yang dicapai pada pasal tersebut. Akibatnya, masyarakat akan memandang bahwa pasal tersebut dipandang sebagai pelegalan untuk seks bebas dengan cara yang aman dalam kalangan pelajar. Maka untuk mencegah distorsi pemahaman ini, hal yang paling tepat untuk kalangan remaja dan pelajar adalah penguatan dan penyuluhan tentang edukasi seks baik dilakukan dalam sebuah lembaga formal maupun informal.
Anggota AKP PW IPM Banten Nadi Tri Suliwo juga menambahkan terkait hal tersebut. "Oleh karenanya, PP yang mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah (pelajar) dan remaja perlu diperjelas. Hal ini untuk mencegah adanya salah persepsi di masyarakat seperti melegalkan hubungan seksual pada anak usia sekolah dan remaja," pungkas Nadi.
Secara moral, tentu dengan adanya pasal tersebut akan berpotensi merusak akhak pelajar. Maka, hal ini akan menjadi ledakan peningkatan hubungan seks yang nantinya akan menghancurkan generasi emas bangsa. Mereka merasa aman, sebab telah dilegalkan oleh pemerintah.
Oleh sebab itu, perlu untuk ditinjau kembali peraturan yang terkandung dalam pasal tersebut. Jika tidak memungkinkan untuk dihapuskan, maka buatlah sebuah aturan dengan diksi yang jelas dan tegas dan tidak bermakna multitafsir dengan perincian yang tepat apabila adanya pengkhususan dan persyaratan dalam pasal tersebut.
Sebab, yang dibutuhkan oleh pelajar adalah penekanan pendidikan seks yang seharusnya lebih penting menunda aktivitas seksual hingga waktu yang lebih matang serta mengedepankan tanggung jawab moral, bukan dukungan alat untuk melakukan seks tersebut.
BACA JUGA