Babak Baru PAM Jaya Dimana Air Mengalir Hingga Ke Lantai Bursa
Senin, 14 Juli 2025 | 04:52 WIB

Dok, Istimewa
Sungai Ciliwung yang keruh, tersumbat limbah dan lumpur, mencerminkan krisis yang kian pelik. Penurunan air tanah akibat eksploitasi berlebihan menggerus cadangan alami, mening- galkan tanah kota yang rapuh dan haus.
Di tengah tantangan ini, rencana IPO PAM JAYA pada 2026 di Bursa Efek Indonesia (BEI) hadir bagai oase di padang tandus, menjanjikan gebrakan untuk mengubah nasib air Jakarta.
Ledakan urban di Asia Tenggara membebani utilitas air. Dari Hanoi hingga Kuala Lumpur, perusahaan seperti PAM JAYA bergulat dengan infrastruktur usang dan lonjakan populasi. Data Bank Dunia mencatat hanya 12% rumah tangga Indo- nesia menikmati akses air perpipaan 24 jam, jauh tertinggal dari Malaysia atau Thailand.
Sementara PUB Singapura sukses berkat sumber daya besar, Jakarta tak punya kemewahan serupa. Dari 12.200 km pipa PAM JAYA, 70% berusia di atas 30 tahun, menyebabkan kebocoran dan kehilangan air hingga 40% pada 2024. Biaya operasional pun melonjak, memper- parah beban keuangan.
Rencana IPO PAM JAYA pada 2026 menawarkan solusi strategis. Pencatatan di BEI dapat mendanai modernisasi pipa, memperluas layanan ke permukiman kumuh, dan mengurangi kehilangan air.
“IPO bukan sekadar soal pendanaan,” ujar Arief Nasrudin, Direktur Utama Perumda PAM JAYA, kepada TrustNews.
“Kami ingin membangun kepercayaan publik melalui keterbukaan, sekaligus menjamin keberlanjutan infrastruktur,” ungkapnya.
Jika sukses, PAM JAYA akan menjadi perusahaan air kedua di Asia Tenggara yang go public, menyusul Manila Water pada 2005. Manila Water berhasil memperluas cakupan layanan hingga 90% di Metro Manila, dengan nilai pasar mencapai $1,2 miliar pada 2010.
Pasar ekuitas menuntut transparansi, mendorong tata kelola yang lebih baik, seperti terlihat pada PBA Holdings Malaysia meski dengan margin tipis.
Namun, jalan menuju IPO penuh rintangan. Kerugian PAM JAYA pada 2023 mencapai 1,2 triliun rupiah ($80 juta) dengan utang 3 triliun rupiah, menimbul- kan keraguan investor. Model hibrida PAM JAYA—kombinasi publik dan alih daya ke Aetra serta Palyja—sulit dinilai dibanding- kan Manila Water yang lebih terstruktur.
Kenaikan tarif air, yang krusial bagi keberlanjutan keuangan, berisiko memicu polemik politik. Protes yang terjadi pasca- IPO Manila Water menjadi peringatan nyata. Di sisi lain, sinkronisasi regulasi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci keberhasilan.
“Tanpa itu, IPO bisa tersendat,” tegas Arief.
Persiapan menuju 2026 menuntut reformasi menyeluruh. PAM JAYA harus merampingkan operasi, memperjelas kemitraan swasta, dan meyakinkan publik bahwa air tetap hak rakyat, bukan komod- itas semata.
“PDAM adalah entitas pentahelix,” ujarnya.
“Pemerintah, swasta, akademisi, masyarakat, dan media harus bersinergi,” tambahnya.
Menurutnya, fokus pada tata kelola yang transparan dan komunikasi publik yang efektif menjadi penentu keberhasilan.
Jika berhasil, IPO PAM JAYA akan menjadi tonggak sejarah, menjadikannya Perumda pertama di Indonesia yang melantai di bursa. Keberhasilan ini bisa menginspirasi utilitas lain, seperti Saigon Water Corporation atau perusahaan air di Thailand, untuk mencari modal swasta guna meringankan beban fiskal. Namun, keragaman sistem di Asia Tenggara menyu- litkan replikasi model ini.
“IPO akan membuktikan bahwa perusahaan publik dapat bersikap profesional dan transparan,” tegasnya.
Bagi Arief, langkah PAM JAYA menuju IPO adalah lompatan berani di tengah lanskap kering. Dengan reformasi yang tepat, sinergi stakeholder, dan komitmen pada transparansi, PAM JAYA berpeluang mengubah krisis menjadi peluang, meng- hidrasi ibu kota yang haus akan perubahan.
Seperti dikatakan Arief, “Air adalah kehidupan, dan kami berkomitmen menja- dikannya hak setiap warga Jakarta.”
BACA JUGA

Initial Public Offering Lompatan Raksasa dan Pertaruhan PAM JAYA
Senin, 14 Juli 2025 | 05:01 WIB
Pekerjaan Rumah PAM JAYA Menambah Kapasitas Produksi Menekan Kebocoran
Minggu, 14 Januari 2024 | 10:33 WIB