Dukcapil Jakarta Jangan Harap Berpura Miskin
Jumat, 13 September 2019 | 09:27 WIB
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta Dani Sukma
Sebagai ibu kota negara, DKI Jakarta menjadi barometer dan ukuran provinsi lainnya, khususnya dalam urusan pencatatan kependudukan. Dalam momen-momen tertentu, Jakarta menjadi pusat bagi para pendatang dalam mencari peruntungannya.
Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta, menyebutkan sebanyak 37.443 pendatang baru tiba di Jakarta usai Lebaran 2019. Awalnya Pemprov DKI Jakarta memprediksi 70 ribu orang akan datang ke Jakarta usai Lebaran lalu.
Jumlah pendatang itu diperoleh setelah Disdukcapil melakukan pendataan melalui RT/RW. Dari pendataan tersebut, diketahui, Jakarta Timur, menjadi daya Tarik para pendatang baru untuk tinggal. Ini disebabkan, Jakarta Timur yang merupakan wilayah terbesar di DKI Jakarta. Selain itu Jakarta Timur memiliki sejumlah lokasi pekerjaan yakni industri dan pasar.
Tak hanya itu, Dukcapil DKI Jakarta pun mampu memetakan dari wilayah mana para pendatang baru itu berasal. Dari total pendatang baru yang masuk Jakarta, terbanyak berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta Dani Sukma, mengatakan pihaknya telah menyiapkan pelayanan bagi para pendatang baru. Pendataan dimulai sejak H+7 Lebaran. Pendataan awal dilakukan pengurus RT dan RW serta kader Dasawisma.
Setelah mendata, Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil masing-masing wilayah akan menetapkan lokasi yang banyak pendatangnya. “Di sana kami akan menyediakan layanan pencatatan sipil bagi pendatang baru, khususnya mereka yang belum memiliki identitas di daerah asalnya,” ujarnya dalam pembicaraan denganTrustNews.
Kecepatan dalam melakukan pendataan, lanjut Dani, pola pendekatan yang dilakukan tidak lagi terpusat, namun dipecah-pecah menjadi 10 dinas di tingkat wilayah, ada satuan pelayanan pada tingkat kecamatan dan ada satuan pelayanan di kelurahan. Dipecah kedalam 6 suku dinas dalam lingkup 5 wilayah kota dan kabupaten administrasi, 44 sektor layanan dukcapil kecamatan serta 267 satuan pelayanan kelurahan.
Layanan akan semakin cepat jika persyaratan dokumen lengkap, dan yang bersangkutan langsung datang mengajukan permohonan. Seluruh pelayanan Dukcapil gratis dan tidak ada pungutan biaya apapun, termasuk pembuatan akta kelahiran yang bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari 10 menit.
“Kita dorong ke pelayanan di kelurahan, semua tuntas di kelurahan. sehingga untuk membuat akta kelahiran warga masyarakat, tidak lebih dari 5 menit itu (mengurus akta-red) selesai,” ujarnya.
Selain itu, terkait warga pendatang, mereka tidak hanya mengurus dokumen kependudukan saja, tetapi sekaligus melampirkan kepesertaan JKN dan BPJS. Jika belum terdaftar, maka langsung mendaftarkan diri menjadi peserta PBI APBN atau APBD JKN BPJS, sehingga target UHC dapat langsung terpenuhi saat penduduk masih proses pindah dari daerah.
Tak cukup sampai di situ, lanjutnya, Dukcapil pun membuat terobosan dengan membuat sistem paket, yakni Akta Kelahiran, Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Keluarga dan Kartu Identitas Anak (KIA).
Bagi Dani, sistem layanan paket itu, tidak hanya saat mengurus akta kelahiran saja. Setiap ada momen-momen dalam hidup masyarakat Jakarta, layanan paket itu otomatis berjalan.
“Misalkan seseorang menikah, maka secara otomatis e-KTP berubah dengan status menikah, KK langsung berubah. Begitu juga bila ada warga Jakarta meninggal dunia, status di e-KTP dan KK juga langsung berubah. Termasuk juga pada warga pendatang yang sudah mendapatkan e-KTP Jakarta, maka NIK, KK dan KIA akan berubah,” tegasnya.
Terobosan lain yang dilakukan Dani ialah mengadakan pelayanan online (alpukat) bagi masyarakat sehingga tidak perlu lagi datang ke kantor Dukcapil. Tentu program tersebut mengurangi jumlah antrean yang ada di kantor Dukcapil DKI Jakarta.
“Kita terus melakukan terobosan," tegasnya.
Tak hanya memberikan kemudahan dalam pelayanan, menurut Dani, Dukcapil Jakarta sudah terintegrasi data dengan Basis Data Terpadu (BDT) tentang kemiskinan. Dia pun memberi contoh, data kemiskinan yang diberikan BDT kepada Pemprov DKI sebanyak 3juta jiwa. Setelah dipadankan datanya dengan data Dukcapil maka teridentifikasi hanya 1,8 juta penduduk miskin yang ber KTP DKI Jakarta.
“Dari 1,8 juta hasil padanaan tadi, karena sudah terintegrasi dengan data pajak dan retribusi teridentifikasi 700 ribu jiwa memiliki kendaraan roda 2 lebih dari satu dan sebanyak 400ribu jiwa memiliki kendaraan roda 4. Ini hasil dari integrasi data, secara sistem otomatis akan terverifikasi data kemiskinan,” tukasnya.
Bagi Dani, data yang terintegrasi membuat persoalan kependudukan menjadi lebih transparan. Tidak hanya jumlah kemiskinan, tapi juga masalah kesehatan, kematian hingga kepemilikan tempat tinggal.
Selain itu, lanjut Dani, Badan Usaha juga harus mendaftarkan karyawannya beserta keluarganya sebagai peserta BPJS Kesehatan. Jadi para karyawan tersebut tidak hanya terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan saja. Mereka juga bukan menjadi peserta PBI APBN atau PBI APBD yang menjadi tanggungan Pemerintah. Hal ini teridentifikasi saat verifikasi data BPJS Tenaga Kerja, BPJS Kesehatan dengan data kependudukan.
“Kita integrasikan dengan data Tenaga Kerja yang basisnya NIK, maka akan teridentifikasi berapa warga Jakarta yang memiliki penghasilan 4 sampai 7 juta. Dia berhak untuk mendapatkan layanan perumahan DP Nol, Kalau di bawah itu ada rumah susun sewa. Begitu juga dengan kesehatan, kita sudah terintegrasi dengan BPJS. Sepanjang warga Jakarta mau dirawat di rumah sakit kelas 3, maka premi asuransi di tanggung Pemda,” jelasnya.
Melalui integrasi data maka akan terverifikasi penduduk yang menerima bantuan dari Pemprov DKI Jakarta, Seperti bantuan dari Disnakertras, Dinsos, DPE, Disdik, dan Disparbud. Adapun peserta yang terdeteksi menerima bantuan ganda, otomatis akan terverifikasi. (TN)
BACA JUGA