Desain Industri Membangun Kemajuan Negara

TN, trustnews.id
Kamis, 05 September 2019 | 08:12 WIB


Desain Industri Membangun Kemajuan Negara
Dr. Molan Karim Taringan, S.H., M.H. – Direktur Hak Cipta & Desain Industri, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI)

Anak-anak muda kreatif dengan segala hasil ciptaannya, bukan waktunya lagi hanya menjadi pajangan. Daftarkan untuk mendapatkan hak desain industri daripada dinikmati orang lain nilai keekonomiannya.

Molan Karim Taringan tertawa, ia mengingat semasa kuliah dulu saat telepon genggam pertama kali keluar di Indonesia. “Hape-nya gede, segede batu bata. Bawanya pun heboh”. Namun orang-orang yang memilikinya punya rasa bangga ngantongin hape segede batu bata. Tak berapa lama ukurannya menyusut drastis. “setipis tempe, setepis kartu kredit”.  Penyusutan ukuran hape dari sebesar ukuran batu bata hingga setipis kartu kredit, disebutnya inovasi.
Saat ini manusia hidup di era Revolusi Industri 4.0, memudahkan siapa pun untuk berkelana kemana pun dengan cepat. Jaman dulu bila ada orang berangkat haji yang mengantar ke pelabuhan bisa satu kampung. “Berangkat haji tak ubahnya perjalanan terakhir, bisa bertemu lagi, bisa juga tidak akan pernah bertemu. Karena membutuhkan waktu tiga bulan saking jauhnya”. Saat ini berangkat ke tanah suci hanya membutuhkan waktu paling lama 10 jam. “Berangkat dan tiba di tanah suci di hari yang sama bahkan bisa langsung video call an”.  
Bagi Molan, begitulah perkembangan zaman. Bila tak siap akan dilindas roda zaman. “Jadi pandai-pandailah membaca tanda-tanda zaman,” ujar Molan mengutip kalimat bijak Wakil Presiden Muhammad Hatta saat berdiskusi dengan TrustNews terkait 2019 Sebagai Tahun Desain Industri yang menjadi gaweannya selaku Direktur Hak Cipta & Desain Industri, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia.
“Kita itu banyak sekali orang-orang kreatif, banyak peneliti-peneliti dan punya banyak anak-anak bangsa yang sangat cerdas. Berapa banyak buku yang ditulis anak bangsa, hasil penelitian, jurnal, hasil-hasil tesis, disertasi dan novel tidak dicatatkan hak ciptanya. Begitu juga dengan desain industri berapa banyak  UKM atau industri kita yang punya produk bagus tapi desainnya tidak terdaftar,  nanti begitu dipakai pihak lain baru kita heboh,” ujarnya. 
Molan mengambil contoh BJ Habibie dan Tjokorda Raka Sukowati. Dua anak bangsa yang memiliki hak paten mendunia. BJ Habibie dengan 46 hak paten di bidang Aeronautika dan Tjokorda dengan hak paten Sosrobahu.
“Itu semua penemuan anak bangsa kita dan masih banyak lainnya. Pertanyaannya, apakah semua penemuan-penemuan yang kita sebut dengan paten sudah didaftarkan atau belum?  Kalau penemuan itu tidak didaftarkan, berarti tidak ada proteksi dan bisa diambil orang lain,” paparnya.
Kondisi yang berbeda terjadi di Jepang, Korea Selatan dan China yang masyarakatnya berlomba-lomba mendaftarkan karyanya. Kemajuan yang dialami Jepang, Korea Selatan dan China salah satunya berkat kekayaan intelektual yang tidak hanya sebatas desain industri, tapi melahap semua yang terkait dengan hak kekayaan intelektual.  
“China tahun lalu tercatat 600 ribu permohonan desain yang didaftarkan, artinya mereka sadar bahwa kekayaan intelektual sebagai sumber potensial untuk menyejahterakan masyarakatnya sekaligus memajukan negaranya,” tukasnya. 
Kondisi masyarakat yang ‘rakus’ kekayaan intelektual di atas, lanjutnya, tidak ditemukan di Indonesia yang tiap tahun hanya tercatat sekitar 4.000 pendaftaran untuk desain industri. Padahal masyarakatnya punya potensi yang tidak kalah dari negara tersebut.
“Kita ingin anak-anak bangsa yang kreatif bisa meniru negara-negara tetangga yang masyarakatnya berlomba-lomba memiliki hak kekayaan intelektual. Semua yang punya desain ayo daftarkan desainnya. Dengan didaftarkan akan dilindungi karyanya dan punya nilai keekonomian, negara dan rakyat pun mendapatkannya. Punya uang banyak dan punya cadangan banyak bisa bangun yang lain,” pungkasnya. (TN)