Petrokimia RI: Hadapi Dunia, Kuatkan Pendidikan
Selasa, 19 Agustus 2025 | 12:24 WIB

Dok, Istimewa
Industri petrokimia adalah tulang punggung sektor manufaktur, mendukung industri hilir seperti plastik, tekstil, farmasi, hingga agribisnis. Bersama industri besi dan baja, ia termasuk “mother industry” yang strategis.
Namun, tekanan kini datang dari dalam negeri, seperti keterbatasan bahan baku dan teknologi, serta dari luar, seperti dinamika ekonomi global dan konsolidasi pasar regional. Indonesia masih bergantung pada impor bahan kimia dasar. Data BPS 2024 mencatat impor bahan kimia organik mencapai USD 7,10 miliar, atau 60% kebutuhan nasional. Sementara itu, Tiongkok dan India agresif memperluas pasar ke ASEAN, Afrika, dan Eropa Timur. Tanpa strategi industri yang terarah, Indonesia berisiko menjadi pasar konsumtif produk petrokimia global.
Tiongkok menawarkan pelajaran berharga. Keberhasilannya bukan hanya pada produksi massal, tetapi juga integrasi riset dan inovasi. Di tengah perang dagang dengan AS, Tiongkok menjangkau pasar baru di Afrika dan Amerika Latin.
Indonesia, dengan populasi 270 juta jiwa dan posisi strategis di jalur perdagangan dunia, punya potensi serupa. Syaratnya, kebijakan substitusi impor yang kokoh, penguatan industri dalam negeri, dan inovasi teknologi yang berkelanjutan.
Pada akhirnya, banyak dampak positif akan diperoleh jika industri petrokimia mendapat perhatian penuh dari pemerintah. Proyek petrokimia bernilai 1 miliar dolar AS berpotensi menciptakan hingga 4.000 lapangan kerja. Di sisi fiskal, industri ini berkontribusi signifikan terhadap penerimaan negara melalui pajak, dan royalti.
Selain itu, substitusi atau pengurangan volume impor dari industri petrokimia domestik juga dapat menghemat devisa negara hingga miliaran dolar AS per tahun. Dengan memberikan pemanis insentif berupa pembebasan pajak (tax holiday) hingga 100 persen dan keringanan pembayaran pajak (tax allowance) hingga 30 persen, diharapkan investor asing di sektor petrokimia mau menanamkan modalnya di Tanah Air.
Geopolitik dan Konsolidasi Global
Perang dagang AS-Tiongkok telah mengubah rantai pasok global, nilai tukar, dan distribusi komoditas strategis. Konflik di Timur Tengah mengganggu logistik minyak, memperparah krisis bahan baku petrokimia.
Indonesia, sebagai bagian dari ASEAN dan anggota baru BRICS, harus cerdas memposisikan diri. ASEAN dengan 650 juta jiwa adalah pasar potensial, namun rawan dibanjiri produk impor, terutama dari Tiongkok.
Indonesia perlu strategi perdagangan yang melindungi industri lokal sekaligus mendorong daya saing di pasar internasional. Ini berarti tidak hanya mengikuti arus global, tetapi juga menciptakan peluang baru dengan kebijakan cerdas.
Tantangan Domestik dan Peran Pendidikan
Tantangan domestik meliputi ketersediaan bahan baku, teknologi, iklim investasi, dan kapasitas SDM. Kebijakan efisiensi pemerintah harus diimbangi penguatan struktur industri yang tepat. Kunci keberhasilan adalah SDM yang mampu menjawab kebutuhan industri yang berubah cepat. Sebagai dosen di Politeknik APP Jakarta, saya melihat pendidikan vokasi berperan menjembatani kesenjangan ini.
Program studi seperti Perdagangan Internasional, Logistik Niaga, dan Manajemen Pemasaran di Politeknik APP terkait erat dengan petrokimia. Lulusan Perdagangan Internasional, misalnya, harus paham dinamika ekspor-impor bahan kimia, regulasi kepabeanan, dan logistik internasional.
Data internal Politeknik APP menunjukkan perlunya evaluasi penyerapan 1.000 lulusan dekade terakhir di sektor relevan. Pengalaman saya sebagai staf ahli P3DN mengajarkan bahwa pendidikan harus selaras dengan industri.
Transformasi teknologi, e-commerce, dan kecerdasan buatan telah mengubah kebutuhan tenaga kerja. Industri petrokimia kini butuh ahli produksi, analis pasar, dan pengembang teknologi ramah lingkungan.
Transformasi Pendidikan Vokasi
Pendidikan vokasi harus responsif terhadap perubahan global. Tridharma perguruan tinggi—pengajaran, penelitian, pengabdian masyarakat—harus relevan dengan dunia usaha. Mahasiswa perlu magang industri, studi kasus aktual, dan pelatihan teknologi terkini. Kurikulum harus menghasilkan lulusan yang siap kerja, berinovasi, dan bersaing di tengah ketidakpastian global.
Keberlanjutan industri petrokimia adalah peluang besar. Pemerintah perlu dorong investasi hulu-hilir, riset teknologi ramah lingkungan, dan ketersediaan bahan baku lokal. Kolaborasi pemerintah, industri, dan pendidikan adalah kunci. Politeknik APP harus mencetak SDM kompeten dan berdaya saing.
Dengan roadmap industri yang jelas, strategi perdagangan yang cerdas, dan SDM yang tangguh, Indonesia bisa jadikan petrokimia sebagai pilar ekonomi. Ini butuh komitmen bersama untuk ubah tantangan jadi peluang, menjadikan Indonesia sebagai produsen yang disegani di panggung global.
BACA JUGA

Semarak Ramadhan 1446 H, Petrokimia Gresik Beri Bantuan Untuk Ratusan Tempat Ibadah dan Lembaga Sosial
Rabu, 19 Maret 2025 | 22:56 WIB
Petrokimia Gresik Dinobatkan Sebagai "Outstanding Agro-Industri Company"
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 15:51 WIB
Komitmen Untuk Terus Makmurkan Petani, Petrokimia Gresik Siap Laksanakan Peningkatan Target Program Makmur
Jumat, 09 Februari 2024 | 14:58 WIB