Membangun Paradigma Baru Hubungan Industrial Indonesia
Senin, 19 Februari 2024 | 07:59 WIB
Filosofi hubungan industrial Indonesia sebagaimana amanah UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah membangun hubungan industrial yang Harmonis, Dinamis dan Berkeadilan.Secara tidak sadar amanah hukum ketenagakerjaan ini telah mereduksi asas-asas penetapan hukum yang seharusnya mengedepankan asas keadilan. Asas keadilan merupakan asas yang pertama dan utama untuk menciptakan keharmonisan dan kedinamisan dalam hubungan industrial
Dengan mengedepankan asas harmonis, dinamis dan asas berkeadilan pada bagian akhir filosopi dalam hubungan industrial maka secara tersirat keharmonisan yang dibangun belum dilandasi fondasi utama keadilan yang menanamkan nilai-nilai ketulusan, itikad baik dan kejujuran. Maka aktualisasi keharmonisan dalam hubungan industrial yang ada selama ini hanya basa-basi.
Hubungan Industrial di belahan bumi manapun di dunia ini dasarnya dilakukan dengan dialog sosial ketenagakerjaan yang dilandasi itikad baik, kejujuran dan semangat konstruktif sehingga iklim dan semangat hubungan industrialnya harmonis, beradab dan manusiawi dalam menciptakan daya saing bangsa yang tinggi untuk mewujudkan kehidupan yang adil sejahtera dan bermartabat.
Konstruksi dialog sosial ketenagakerjaan idealnya berjalan baik, jika norma hukum ketenagakerjaan sebagai hak normatif pekerja (keadilan dasar) sudah dipenuhi dan dilaksanakan dengan baik oleh pengusaha, yang berfungsi sebagai pondasi dan atmosfer yang sehat. Dengan situasi kondisi seperti itu pengusaha dan pekerja yang melakukan proses dialog sudah tercipta iklim rasa saling percaya “Trust” maka proses dialog sosial ketenagakerjaan dapat berjalan konstruktif yang menghasilkan solusi terhadap problematika, tantangan dan hambatan yang dihadapi dunia industri dan ketenagakerjaan Indonesia yang cukup berat dan besar
Tanggung jawab siapa hak normatif (Hak Dasar) hubungan industrial dilaksanakan ???
Pemerintah yang berfungsi sebagai regulator dan penegakkan hukum (Law Enforcement) yang tupoksinya dilakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan RI mempunyai tanggung jawab yang besar untuk memastikan hak normatif (Hak Dasar) dalam hubungan industrial dipenuhi dan dilaksanakan.
Problem serius hubungan industrial di Indonesia dengan fenomena beberapa kasus yang terjadi, mulai dari kasus pabrik panci, eksploitasi pekerja anak dan pekerja yang meninggal tidak terlindungi jaminan sosial karena lemahnya penegakkan hukum yang disebabkan oleh UU No.3 tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan sangat tertutup yang berpotensi besar menciptakan peluang untuk oknum berbuat curang yang merugikan pekerja .
Kondisi ini diperparah karena penegakan hukum ketenagakerjaan dilakukan oleh Pemerintah Daerah (PemProp) sesuai lampiran G, UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, maka konsekuensinya pengawasan ketenagakerjaan yang merupakan penegakan hukum dilakukan oleh 37 (tiga puluh tujuh) PemProp yang nota bene mempunyai cara dan strategi pendekatan masing-masing yang berbeda, bahkan ironisnya tidak sedikit Gubernur belum menetapkan UPTD dan budget untuk pelaksanaan pengawasan ketenegakerjaan pada masing-masing Kabupaten/Kota di Propinsinya. Jadi tidak heran jika hampir setiap waktu kita mendengar kejadian kasus ketenagakerjaan yang memilukan di Indonesia karena penegakkan hukum belum ada keseragaman tindak dan terlepas dari sistem hukum nasional Indonesia yang disebabkan penegakan hukum ketenagakerjaan dilaksanakan Desentralisasi.
Pembangunan paradigma baru hubungan industrial Indonesia suatu keharusan
Kenyataan yang ada kondisi hubungan industrial Indonesia saat ini terjebak pada penanganan permasalahan yang situasional, pragmatis, tambal sulam dan belum visioner, yang tidak menguntungkan semua pelaku hubungan industrial (pemerintah,pengusaha dan pekerja) dan secara tidak sadar telah menciptakan jurang skeptis yang semakin membesar. Hal itulah yang menjadi penghambat pelaksanaan dialog sosial ketenagakerjaan Indonesia belum berjalan konstruktif dan produktif .
Perubahan dunia begitu cepat, saat ini sudah memasuki era revolusi industri jilid 4.0 bahkan Negara maju sudah launching konsep revolusi industri jilid 5.0 dan jilid 6.0, yang mengharuskan Indonesia meresponnya secara cepat dan tepat untuk mencegah dampak negatif revolusi industri tersebut. Di Indonesia dengan melakukan revitalisasi dan rekonstruksi dialog sosial ketenagakerjaan Indonesia agar Indonesia tidak kehilangan momentum.
Melihat perubahan dunia industri tersebut, maka suatu keniscayaan bahwa membangun paradigma baru hubungan industrial Indonesia merupakan kebutuhan bersama bagi semua stakeholder pelaku hubungan industrial dalam rangka optimalisasi dan efektifitas peran dan fungsi lembaga kerja sama (LKS) Tripartit sebagai suatu sistem dan mekanisme dalam pelaksanaan hubungan industrial yang mampu membuat desain besar yang visioner untuk menjadikan Indonesia Negara industri maju
Sejak reformasi tahun 1998 yang telah banyak mengubah dan menetapkan hukum Indonesia termasuk pada hukum ketenagakerjaan mulai dari ditetapkan UUNo.21 tahun 2000 tentang SP/SB, UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No.2 tahun 2004 tentang PPHI dan UU no.24 tahun 2011tentang BPJS, tetapi pemerintah RI (Eksekutif dan Legislkatif) lalai tidak merevisi UU No.3 tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman yang menuntut proses penegakkan hukum dilakukan secara transparan dan akuntabel
Dari kondisi ini yang sangat mendesak adalah perbaikan regulasi hukum formiil ketenagakerjaan untuk menciptakan kepastian hukum agar hukum materiil yang mengatur norma-norma hak dan kewajiban dalam hubungan industrial dijalankan, dengan cara revitalisasi pengawasan ketenagakerjaan sebagai instrument penegakkan hukum agar dilakukan kembali oleh pemerintah pusat supaya masuk dalam sistem hukum nasional dan dilakukan dengan prinsip partisipatif dari keterwakilan unsur tripartit (pemerintah, pengusaha dan pekerja).
Dengan konstruksi seperti itu pengawasan ketenagakerjaan berjalan konstruktif dan produktif untuk meletakkan pondasi dasar yang kuat dan atmosfer yang sehat dalam hubungan industrial, hal ini berfungsi sebagai katalisator dalam membangun paradigma baru dialog sosial ketenagakerjaan, yaitu sikap dan prilaku para stakeholder dalam proses dialog dilandasi semangat untuk saling memberi dan menerima (Give and Take) untuk mencapai tujuan bersama yaitu terwujudkan kehidupan bangsa Indonesia yang adil sejahtera dan bermartabat.
Pembangunan paradigma baru hubungan industrial Indonesia harus dilakukan secara holistik dan komprehensif maka revisi UU No. 3 tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan dan revisi UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dilaksanakan secara bersamaan, agar penegakan hukum ketenagakerjaan Indonesia tidak terputus (missing link) dengan pembangunan sistim hukum nasional. Hal ini merupakan solusi dan jawaban untuk mengatasi carut-marutnya hubungan industrial Indonesia.
BACA JUGA