Boeing 737 MAX Tak Putus Dirundung Masalah
Rabu, 19 Juni 2019 | 11:05 WIB
Boeing Max 737
Boeing, pabrikan pesawat terbesar di dunia, tak putus dirundung masalah. Pasca dua kecelakaan besar dalam kurun waktu 4 bulan, sejumlah maskapai penerbangan dunia menuntut uang kompensasi terkait penghentian operasi pesawat 737 MAX yang belum genap berusia 3 tahun sejak diproduksi pada 2016.
Kisah sukses Boeing menghujam setelah Oktober 2018, 737 MAX 8 jatuh dan menewaskan 189 penumpang di bawah maskapai Lion Air itu. Belum hilang keterkejutan, 10 Maret 2019, 737 MAX 8 yang diterbangkan oleh maskapai Ethiopian Airlines jatuh dan menewaskan seluruh penumpang yang berjumlah 157 orang.
Sejak itu, China - negara pertama yang menghentikan beroperasinya 737 MAX dan diikuti 23 negara yang tersebar di seluruh benua menghentikan operasi 737 MAX, termasuk Indonesia. Setelah menghentikan operasi, sejumlah maskapai dari berbagai belahan dunia menuntut kompensasi.
Tercatat Air China memiliki 15unit 737 MAX, China Eastern Airline memiliki 14 unit, dan terakhir China Southern Airlines memiliki 737 MAX terbanyak, yakni 24 unit. Sebelumnya American Airlines (AAL), Southwest Airlines (LUV), dan Norwegian Air mengalami kerugian sebesar US$ 600 juta atau sebesar Rp 8,6 triliun jika digabungkan. Hal tersebut disebabkan oleh tak adanya penerbangan dan pengiriman logistik yang tertunda dengan 737 MAX.
Kemudian, Norwegian Air, Flydubai, Turkish Air, dan Ryanair dilaporkan juga meminta uang kompensasi kepada Boeing. Turkish Airlines tercatat memiliki 12 pesawat 737 MAX.
Direktur Turkish Airlines, Ilker Ayci, menyatakan bahwa dirinya akan bertemu dengan CEO Boeing Dennis Muilenburg pada Jumat (24/5) mendatang. Pertemuan itu, menurut kantor berita Anadolu Agency, bertujuan membahas pesanan ditangguhkan dari Boeing dan harapan mendapat kompensasi atas kerugian yang dialami Turkish Airlines.
"Ada langkah-langkah tak diragukan yang kami harap diambil oleh mereka, menyoroti harapan kami atau realitas sektor ini, untuk membayar kerugian kita, masalah kapasitas yang kami alami dan masalah frekuensi hingga batas tertentu," sebut Ayci dalam pernyataannya.
PT Garuda Indonesia Tbk. mengklaim, setelah armada 737 MAX 8 miliknya dilarang terbang (grounded), perseroan berpotensi mengalami kerugian mencapai US$3 juta sebulan. Direktur Utama Garuda Indonesia, IGN Askhara Danadiputra, mengatakan nominal kerugian itu akan diklaim kepada pihak Boeing.
" H i t u n g a n k a m i k e r u g i a n mencapai US$3 juta per bulan selama grounded. M e r e ka (Boeing) mengerti dan akan mempertimbangkan. Karena memang banyak sekali yang mengklaim kompensasi," kata Askhara, Jumat 29 Maret 2019.
Adapun, Garuda hanya memiliki satu unit pesawat B737 Max 8 yang sudah dikandangkan sejak 12 Maret 2019. Ashkara merinci, nilai kerugian tersebut terdiri atas biaya sewa (leasing cost) dan potensi pendapatan (revenue). Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci nominal kerugia tersebut.
Boeing 737 Max 8 Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra Dirut Garuda Indonesia Kerugian GAruda Indonesia mencapai US$3 juta per bulan selama grounded. Boeing mengerti dan akan mempertimbangkan. Karena memang banyak sekali yang mengklaim kompensasi.
Menanggapi permintaan kompensasi ini, kata Askhara, pihak Boeing belum memutuskan sikapnya, apakah bersedia atau menolak klaim kompensasi tersebut. Namun, pabrikan pesawat terbesar asal Amerika Serikat tersebut akan mempertimbangkan.
Selama masa grounded, kata Askhara, Garuda telah mengh e n t i k a n p e m b a y a r a n b i a y a sewa (leasing cost) kepada lessor. Hal tersebut dilakukan karena maskapai tidak mengoperasikan pesawat tersebut. Nantinya, pihak lessor juga akan mengklaim kompensasi terhadap biaya sewa, yang seharusnya dibayarkan Garuda, kepada Boeing.
Kendati mengalami kerugian besar sejak unit 737 MAX 8-nya digrounded, Askhara menjamin hal tersebut tidak berdampak secara signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Apalagi, sekarang maskapai sudah mempersiapkan Boeing 737 NG sebagai pesawat pengganti.
"Setiap hari kami memiliki dua hingga tiga pesawat untuk backup. Jadi kalau satu grounded, tidak masalah," ujar Askhara.
Belum diketahui pasti berapa biaya yang harus dikeluarkan Boeing atas tuntutan biaya kompensasi dari sejumlah maskapai. Namun keputusan Badan penerbangan federal AS (FAA) untuk mengrounded semua 737 MAX membuat pemesanan bernilai 633 miliar dollar AS atau lebih dari Rp 9.000 triliun dalam bahaya. (TN)
BACA JUGA