Berlomba Simpan CO2 dalam Batu

TN, trustnews.id
Kamis, 23 Mei 2019 | 05:34 WIB


Berlomba Simpan CO2 dalam Batu
Sumber: google
Para peneliti di dua negara, Islandia dan Swiss melakukan serangkaian ujicoba menyuntikkan karbon dioksida (CO2) ke lapisan batu.

Di dalam perut Gunung Terri, di kedalaman 300 meter, sejumlah peneliti asal Swiss tengah sibuk menyuntikkan karbon dioksida (CO2) ke lapisan batu di dalam pegunungan untuk mengetahui apakah gas itu bocor keluar atau dapat di simpan di dalamnya untuk mencegah perubahan iklim. 
Di laboratorium di dalam pegunungan Jura itu, para peneliti memompa karbon dioksida yang dilarutkan dalam air garam kedalam batuan untuk melihat apakah CO2 berinteraksi dengan tanah liat dan apakah garis patahan memungkinkannya merembes keluar. 
Fase delapan bulan pertama percobaan itu melibatkan karbon dioksida dengan volume kecil, dengan 500 mg karbon dioksida dipompa ke dalam batu mela￾lui lubang bor.
“Jika batu ini memiliki celah, ada kemungkinan CO2 keluar melalui celah. Inilah apa yang ingin kami jawab,” papar Kepala Investigator Alba Zappone, peneliti di Universitas ETH, Zurich. 
Sementara itu, Manajer proyek Gunung Terri Christophe Nussbaum menjelaskan, penyimpanan CO2 secara geologis telah ada tapi lokasi itu biasanya berada di lokasi yang tak dihuni manusia, seperti gurun Aljazair atau bawah Laut Utara Norwegia. 
“Apa yang baru di sini adalah, jika suatu hari kita ingin menyimpan CO2Swiss yang populasinya padat, kita perlu memastikan CO2 tidak akan pindah ke permukaan dan mengotori, misalnya sumber air minum. Ini benar-benar salah satu langkah besar di sini,” ujar dia.
Hanya saja berbagai organisasi lingkungan seperti Greenpeace khawatir temuan dalam proyek itu dapat dimanfaatkan sebagai dalih untukmenghasilkan polusi dan mengalihkan perhatian dari upaya mengurangi emisi. 
“Apa yang mengkhawatirkan kami tidak hanya teknologi itu sedang dikembangkan, tapi melihat bahwa upaya membatasi emisi gas rumah kaca tidak dilakukan,” ungkap Mathias Schlegel, juru bicara Green peace Swiss.
Namun hal itu dibantah Christophe Nussbaum menjelaskan, penyimpanan CO2  secara geologis telah ada tapi lokasi itu biasanya berada di lokasi yang tak dihuni manusia, seperti gurun Aljazair atau bawah Laut Utara Norwegia. 
Apa yang dilakukan para peneliti Swiss dengan laboratoriumnya di Gunung Terri yang terletak di St-Ursanne di wilayah Clos du Doubs, Swiss, telah pula dilakukan para peneliti di Isladia di tahun 2016, telah berhasil mengubah gas karbon dioksida (CO2) menjadi batu. 
Proyek Carbfix di Hellisheidi Islandia—fasilitas energi panas bumi terbesar di dunia, penghasil energi bagi kota Reykjavik—yang berusaha memantapkan dan menyempurnakan usaha-usaha sebelumnya untuk memadatkan CO2.
Dikatakan bahwa awalnya karbon dioksida disuntikkan ke dalam tanah berpasir atau garam akuifer. Namun percobaan itu gagal. Media dikatakan masih mengandalkan batu untuk menahan gas dari bawah, yang memicu kekhawatiran akan timbulnya kebocoran.
Para ahli mengungkapkan hal tersebut menawarkan harapan baru untuk membantu memerangi pemanasan global.
"Campuran asam melarutkan kalsium magnesium bebatuan dan membentuk batu kapur yang memerangkap gas secara permanen," jelas penulis utama studi dari University of Southampton, Juerg Matter."(Karbon dioksida) tak lagi menjadi gas," ujar Matter sambil melanjutkan, “Pada dasarnya, karbon dioksida berubah menjadi batu”.
Temuan tersebut merupakan salah satu metode untuk memerangi perubahan iklim. Di samping untuk mengurangi emisi bahan bakar fosil, temuan tersebut dapat menangkap karbon dioksida dari pembangkit listrik tenaga udara atau listrik.
"Penangkap karbon bukan peluru perak, namun dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk mengurangi emisi karbon dioksida," ujar Matter.
Namun proses tersebut membutuhkan biaya mahal, terutama pada bagian menangkap karbon. Setelah karbon dioksida ditangkap dari udara, cara menyimpannya merupakan masalah lainyang harus segera ditemukan solusinya. (TN)