Jaminan Produk Halal Sudah Jadi Gaya Hidup BPJPH Bidik Pelaku UMK Agar Tidak Kalah Saing Dengan Produk Asing
Sabtu, 14 Januari 2023 | 12:55 WIB
Dok, Istimewa
Dengan adanya pencantuman label halal, konsumen lebih merasa aman dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk atau makanan tersebut. Selain itu, konsumen juga mendapatkan jaminan bahwa produk tersebut tidak mengandung sesuatu yang tidak halal dan diproduksi dengan cara yang halal dan beretika.
Bagi produsen, pencantuman label halal dapat membangun kepercayaan dan loyalitas konsumen terhadap produk tersebut. Produk yang bersertifikat halal memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan produk yang tidak men-
cantumkan label tersebut.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) telah diamanatkan oleh Undang – undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Undang – Undang tersebut mengamanatkan bahwasanya produk yang beredar di tuman label halal, konsumen lebih merasa aman dalam mengkonsumsi dan menggunakan produk atau makanan tersebut. Selain itu, konsumen juga mendapatkan jaminan bahwa produk tersebut tidak mengandung sesuatu yang tidak halal dan diproduksi dengan cara yang halal dan beretika.
Bagi produsen, pencantuman label halal dapat membangun kepercayaan dan loyalitas konsumen terhadap produk tersebut. Produk yang bersertifikat halal memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan produk yang tidak mencantumkan label tersebut.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) telah diamanatkan oleh Undang – undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Undang – Undang tersebut mengamanatkan bahwasanya produk yang beredar di Jaminan Produk Halal Sudah Jadi Gaya Hidup BPJPH Bidik Pelaku Umk Agar Tidak Kalah Saing Dengan Produk Asing. Selain perizinan usaha, sertifikasi halal menjadi sesuatu yang wajib dimiliki oleh para pelaku usaha, terutama bagi mereka yang bergerak di bidang usaha kosmetik dan kuliner.
Pencantuman label halal sangat penting bagi produsen dan konsumen. Indonesia terjamin kehalalan produknya oleh karena itu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal mempunya tugas dan fungsi untuk menjamin kehalalan produk yang beredar dan dipasarkan di tanah air.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal juga didukung oleh tugas dan fungsi sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 yaitu tentang Registrasi Halal, Sertifikasi Halal, Verifikasi Halal, Melakukan pembinaan serta melakukan pengawasan kehalalan produk, Kerjasama dengan seluruh stakeholder terkait, serta menetapkan standar kehalalan sebuah produk.
Saat ini jaminan produk halal tidak hanya difokuskan bagi konsumen penduduk muslim tapi juga penduduk negara. Semakin berkembang dunia dewasa ini, telah mempercepat perubahan pandangan atau sikap maupun nilai dari kalangan konsumen dan produsen terhadap konsep halal.
Sebelumnya konsep halal ini membutuhkan kehadiran negara dalam menjamin kehalalan produk, dan kaum muslim juga menganggap halal sebagai bentuk taat pada ajaran agama. Namun kini halal itu menjadi standar yang bukan hanya domestik tapi global, dari mutu, kualitas dan higienis. Jadi halal bukan soal religiusitas saja, tapi melebar pada kontras produk.
“Makin besar lagi, halal menjadi gaya hidup. Dan karena didukung oleh percepatan digitalisasi, sehingga menyentuh pada segmen milenial yang gaya hidupnya pakai gaya hidup halal,” ungkap Dr. H Muhammad Aqil Irham M.Si Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal kepada Trustnews baru-baru ini.
Dari sektor produksi, jaminan halal telah menjadi budaya, nilai, dan filosofi dalam perusahaan. Banyak perusahaan yang menganggapnya sebagai reputasi dari korporasi. Kalau produknya halal maka akan mampu meningkatkan reputasi perusahaan dan punya budaya baru dalam perusahaannya.
Sehingga dengan tujuan tertentu menginginkan produknya punya branding, yang akan memperoleh nilai tambah, dan keunggulan untuk bersaing di pasar domestik atau global. Jadi sekarang banyak aspeknya, dan membuat halal ini menarik untuk dilihat. Sehingga halal masuk ke dunia industry produk makanan, minuman, obat, fashion, textile, kecantikan, dan sebagainya. Dari aspek ekonomi, tentu ini variabel penting dalam perkembangan ekonomi. Lalu masuk juga ke keuangan, hukum dan lain sebagainya.
“Saya kira ini akan terus berkembang. Halal itu tidak semata soal religiusitas, dan tidak semata terkait urusan administratif berupa sertifikat. Itu semua ada potensi pasar yang menggiurkan sehingga membuat sector industri dan produksi mengejar progresif,” ungkapnya.
Spending muslim 1,2 triliun penduduk itu sangat besar ukurannya jika bisa menjual produk.
“Maka Usaha Menengah Kecil (UMK) kita perlu gerakkan agar mereka tidak ketinggalan untuk ikut akselerasi ini. Karena kalau UU dan aturan lainnya menyebutkan hampir tidak ada produk yang tidak terkena kewajiban sertifikasi halal. Meskipun dilakukan secara bertahap,” tambahnya lagi.
Saat ini, lanjutnya risiko pelaku usaha yang tidak mencantumkan jaminan produk halal, akan ditinggalkan konsumen karena halal sudah menjadi gaya hidup. Produk luar negeri juga wajib bersertifikat halal. Maka ada 105 lembaga halal luar negeri yang mengajukan Kerjasama, MOU dan pengakuan dan keterimaan sertifikat dari 44 negara. Dan 44 negara ini mayoritas sekuler, tapi karena halal bukan soal isu agama, makanya mereka masuk ke sektor itu.
Dan pada 2024 semua produk luar negeri yang masuk Indonesia harus halal semua. Untuk itu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal melakukan lakukan penguatan UMK agar tidak kalah kompetisi produk halal dari luar negeri.
“Makanya kita lakukan sosialisasi, publikasi, dan memfasilitasi dengan menganggarkan biaya untuk membantu pelaku UMK daftar produk secara gratis. Dan karena sudah menjadi komitmen presiden, maka kementerian lain termasuk pemda juga memfasilitasi pembiayaan melalui apbd/apbn untuk membantu binaan mereka,” ujarnya.
(tn/san)
BACA JUGA