Adu Siasat LKM Lawan Pengijon
Jumat, 16 September 2022 | 14:57 WIB
Dok, Ilustrasi Keuangan/istimewa
Burhan, Direktur Utama PT LKM BKD Batang, mengatakan keberadaan LKM sangat dirasakan keberadaannya oleh masyarakat berpenghasilan rendah yang umumnya tinggal di desa-desa yang lebih memilih rentenir daripada ke bank.
"Masih ada masyarakat desa yang tidak bisa dilayani oleh bank dan memilih pinjam uang ke rentenir. Lebih mudah meski bunganya mencekik. Disinilah peran kita (LKM) untuk memutus jerat warga desa dari rentenir sehingga ekonominya membaik," ujar Burhan. Burhan yang juga Ketua Asosiasi LKM Jateng, ini juga mengatakan, untuk mela wan keberadaan pengijon dan ren-tenir, dirinya bersama kawan-kawannya telah mempunyai sejumlah jurus ampuh, yang penuh dihayatinya dengan semaksimal mungkin. Di antaranya adalah menawarkan produk keuangan yang lebih menarik, ketimbang dari yang dijanjikan oleh pengijon dan rentenir.
Misalnya, bagi masyarakat yang meminjam dana di bawah Rp5 juta tak perlu menggunakan jaminan, sedangkan bila di atas Rp5 juta menggunakan jaminan BPKB atau sertifikat rumah atau tanah.
"Sementara untuk bunga pinjamannya sendiri, jika di pengijon dan rentenir sebesar 5-10 persen per bulan, LKm hanya memberikan bunga 2 persen saja per bulan dengan lama angsuran sesuai kemampuan nasabah. Seperti ibu yang jualan sayur, mereka nggak punya apa-apa tetap kita bantu" ucapnya.
"Untuk Jateng sekitar 60-79% rata-rata nilai pinjaman di bawah Rp20 juta," tambahnya.
Dia pun memberi gambaran bahwa LKM masuk dalam industri jasa keuangan. Keberadaan LKM ini diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan berlandaskan sejumlah regulasi seperti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang LKM serta peraturan pemerintah dan aneka Peraturan OJK. Dalam menjalankan usahanya, LKM harus mengantongi izin dari OJK.
"LKM memiliki pasar khusus yakni masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah atau pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Lembaga keuangan ini khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat," ujarnya.
Berbeda dibandingkan dengan kegiatan usaha bank, lanjutnya, LKM tidak diperkenankan menerima simpanan dalam bentuk giro atau melakukan kegiatan usaha terkait valuta asing. "Keberadaan LKM memiliki pengaruh terhadap perekonomian masyarakat di suatu daerah. LKM memberikan akses pendanaan skala mikro kepada segmennya yang biasanya kesulitan mendapatkan akses dari lembaga keuangan seperti bank," jelasnya.
Pada saat ini, menurutnya, jumlah LKM di Jateng ada 121 LKM atau 54 persen dari total LKM se Indonesia yang terdaftar dan eksis di masyarakat. Hanya saja belum semua kabupaten dan kota di Jateng memiliki LKM. "Masih ada kabupaten dan kota di Jateng yang belum memiliki LKM."
Dirinya tak memungkiri, kendati memiliki jumlah LKM terbanyak di Indonesia, pertumbuhan bisnis LKM di Jateng masih belum optimal, lantaran masih terbatasnya kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM).
Sebab itulah, sejumlah LKM berinisiatif membentuk asosiasi dengan harapan bisa membuat standarisasi LKM. Baik itu pengelolaan LKM dan peningkatan mutu kualitas SDM. "Tugas kami di asosiasi untuk membentuk standarisasi LKM. Agar LKM benar-benar berjalan dalam industri keuangan dan bisa profesional," pungkasnya.
(tn/san)
BACA JUGA