Noken Wajah Lain Demokrasi

TN, trustnews.id
Senin, 22 April 2019 | 07:07 WIB


Noken Wajah Lain Demokrasi
Ilustrasi sumber: google
Sistim noken  bisa jadi membingungkan orang luar Papua, sebagaimana bingungnya rakyat dunia, termasuk rakyat Amerika Serikat sendiri, melihat hasil pilpresnya.

"Negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang Undang" - Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945.

Sistem Noken adalah wajah lain yang ditawarkan demokrasi. Sebuah  keputusan yang diambil berdasarkan kesepakatan bersama di suatu suku yang diwakili melalui kepala suku yang memasukkan surat suara ke dalam noken. 
Atau bisa juga pemilih bisa memasukkan sendiri surat suara ke dalam noken, dikoordinir kepala suku.
Sistem yang sudah berjalan sejak Pemilu 1971 hingga 2014 ini, mulai digugat keberadaannya karena dianggap mematikan demokrasi. Sebab, membunuh hak perorangan untuk memilih dengan hati nurani. Bahkan sistim ini dituduh menjadi ‘biang kerok’ munculnya konflik sosial. praktik intimidasi, kekerasan, dan jual-beli suara.
Sistim noken  bisa jadi membingungkan orang luar Papua, sebagaimana bingungnya rakyat dunia, termasuk rakyat Amerika Serikat sendiri, melihat hasil pilpres. Bagaimana Capres Hillary Clinton yang telah unggul 2.017.563 suara atas Donald Trump. Namun, Trump yang dinyatakan terpilih sebagai Presden Amerika Serikat. Hilllary tercatat sebagai calon presiden kelima dalam sejarah AS dan yang kedua dalam 16 tahun terakhir yang memenangkan suara terbanyak, tetapi kalah dalam pemilu.
Rakyat Papua sendiri yang menginginkan sistem noken tersebut. Ketua suku juga masih memiliki pengaruh sangat besar dalam kelompok masyarakat semacam ini, sehingga dukungan dalam Pilkada kadang merupakan kesepakatan suku.
Satu hal yang dilupakan setiap pembahasan noken, yakni keberadaan musyawarah mufakat. Padahal, Musyawarah mufakat kedudukannya paling tinggi dalam sistem demokrasi.
Begitu juga dengan kerawanan konflik sosial, pada masyarakat perkotaan yang terpelajar, acapkali terjadi konflik paska diketahui siapa yang meraih suara tertinggi dalam pemilihan kepala daerah.
Hal yang sama terjadi dengan sistim noken, konflik muncul jika terkooptasi dengan kepentingan kekuasaan. Misalnya, calon yang merasa menang ternyata kalah, kemudian membawa persoalan tersebut ke ranah hukum dengan tujuan meraih kemenangan.
Dalam pemilu 2019,  sistem noken masih digunakan dalam pelaksanaan pemungutan suara  di Papua pada 17 April nanti. 
Berdasar PKPU Nomor 810/PL.02.6-Kpt/06/KPU/IV/2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemungutan Suara Menggunakan Sistem Noken/Ikat di Papua dalam Pemilu 2019, kabupaten yang masih menggunakan sistem noken ada 12 kabupaten dari 14 kabupaten yang berada di wilayah pegunungan tengah. Sementara,  kawasan pantai di Papua seluruhnya mencoblos langsung.
Dua kabupaten di pegunungan tengah yang tidak menggunakan sistem noken adalah Yalimo dan Pegunungan Bintang.
Sedangkan 12 kabupaten yang menggunakan sistem noken adalah Kabupaten Jayawijaya, Mamberamo Tengah, Nduga, Lanny Jaya, Tolikara, Deiyai, Dogiai, Intan Jaya, Paniai, Puncak, Puncak Jaya dan Kabupaten Nabire.
Sistem noken/ikat dalam PKPU adalah kesepakatan bersama atau aklamasi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPRP Papua, DRPDKabupaten/Kota dan DPD yang dilakukan kelompok masyarakat adat sesuai nilai adat, tradisi, budaya dan kearifan lokal masyarakat setempat. (TN)