Peta Geologi Bukan Peta Biasa
Jumat, 29 Maret 2019 | 18:16 WIB
Dr. Ir. Eko Budi Lelono, Kepala Pusat Survei Geologi
Pusat Survei Geologi (PSG), satu di antara lembaga pemerintah yang punya sejarah merentang sangat panjang. PSG sudah ada di zaman Hindia–Belanda, 1820, dirintis oleh Dienst van Het Mijnweezen dan setelah berubah-ubah nama, sejak tahun 2006 namanya menjadi Pusat Survei Geologi.
Kepala PSG, Eko Budi Lelono, mengatakan lembaga yang dipimpinnya itu bertanggungjawab menyediakan data dasar kebumian dan data dasar sumber daya migas. Misalnya, berdasarkan temuan lapangan, Indonesia terdapat 128 cekungan. Dari jumlah tersebut baru 54 cekungan yang sudah disurvei dan 74 cekungan belum disurvei.
“54 cekungan yang sudah disurvei, 18 cekungan sudah produksi, 12 cekungan ditemukan minyak dan 24 cekungan sudah dibor tapi tidak ditemukan minyak. Adapun 74 cekungan yang belum disurvei berpotensi memiliki minyak dan gas bila melihat hasil dari 54 cekungan yang sudah dieksplorasi,” ujar Eko kepada Trust News.
Begitu juga dengan wilayah Indonesia Timur, lanjutnya, ada cadangan gas di blok Masela. Secara geologi di area tersebut banyak memiliki cadangan gas. Namun masih perlu dilakukan survei untuk mengidentifikasi keberadaannya.
Namun secara keseluruhan, lanjutnya, PSG bertugas membuat beragam peta wilayah, baik peta tematik maupun peta sistematik. Misal peta geologi, memberikan gambaran suatu daerah secara terperinci mulai dari tubuh batuan, penyebaran batuan, kedudukan unsur struktur geologi dan hubungan antar satuan batuan serta merangkum berbagai data lainnya.
“Data-data lain yang dimaksud dalam peta geologi seperti data indikasi keberadaan migas melalui adanya terembesan minyak yang keluar atau saat melakukan survei di hutan terkadang menemukan adanya sumber-sumber minyak meski hanya berupa rembesan, itu sudah merupakan indikasi adanya potensi,” ungkapnya.
Begitu juga dari sisi kebencanaan, PSG menemukan patahan-patahan yang sangat berpotensi melalui suatu kota besar. Patahan-patahan ini bisa memicu gempa yang mengakibatkan kerusakan di tempat-tempat yang dilaluinya.
Termasuk juga tugas PSG adalah melakukan pemetaan kuarter untuk mengetahui jenis-jenis lapisan tanah dimana suatu bangunan didirikan. Eko menuturkan, sejak 2012 lalu, berdasarkan pemetaan kuarter PSG telah mengidentifikasi kemungkinan terjadinya likuifaksi di Palu. Hanya saja, masalah ini tidak menjadi perhatian serius lantaran berbagai pihak yang tidak mengindahkan peringatan tersebut.
Bencana demi bencana pun terjadi. Menurut Eko, kenyataan ini membuat pemerintah daerah (Pemda) mulai memberikan perhatian lebih terhadap kondisi daerahnya dengan melihat peta-peta geologi yang PSG buat dan sebarkan.
“Pemda-pemda mulai melihat letak geografis wilayahnya berada di zona aman atau tidak terhadap bencana, wilayah mana yang ada patahan, wilayah mana yang ada sesar, wilayah mana yang ada likuifaksinya dari situ bisa ditentukan daerah-daerah mana saja yang aman untuk dijadikan wilayah hunian,” paparnya.
Penggunaan peta-peta PSG, ungkapnya, menjadi bahan pemerintah untuk meminimalisir korban jiwa. Misalnya, hunian penduduk ternyata berada di jalur patahan yang kapan saja bisa terjadi bencana, oleh pemerintah setempat dapat dijadikan acuan untuk merelokasinya ke wilayah yang aman.
“Ini menyangkut korban jiwa, sebab tidak ada yang bisa memprediksi kapan bencana terjadi," pungkasnya. (TN)
BACA JUGA