PRESIDEN : Intensifkan Dana Untuk Tangani Limbah Medis COVID-19
Selasa, 10 Agustus 2021 | 06:56 WIB
foto:istimewa
Presiden RI Joko Widodo meminta jajarannya mengintensifkan dana yang ada untuk upaya menangani atau memusnahkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) medis COVID-19 agar tidak membahayakan.
Hal itu disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dalam konferensi pers virtual seusai rapat terbatas Pengelolaan Limbah B3 Medis COVID-19 dengan Presiden, yang disaksikan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden di Jakarta, Rabu.
"Dana yang diproyeksikan untuk diolah sebesar Rp1,3 triliun, yang diminta Presiden di-exercise untuk membuat sarana-sarana incinerator dan sebagainya," ujar Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar.
Presiden Joko Widodo mengarahkan agar jajarannya secara intensif dan sistematis bisa memastikan pengelolaan limbah B3 COVID-19 berjalan baik. Dia menjabarkan berdasarkan data yang masuk, limbah medis COVID-19 hingga 27 Juli 2021 berjumlah 18.460 ton, yang berasal dari fasilitas layanan kesehatan, rumah sakit darurat, wisma tempat isolasi dan karantina mandiri, uji deteksi, maupun vaksinasi.
Jumlah data tersebut, menurut dia, terlihat belum lengkap. Berdasarkan penjelasan asosiasi rumah sakit limbah medis bisamencapai 383 ton per hari.
Dia mengungkapkan fasilitas pengelolaan limbah nasional memang mencapai kapasitas 493 ton per hari, namun persoalannya limbah medis yang ada terkonsentrasi di Pulau Jawa.
"Arahan Presiden semua instrument untuk pengelolaan limbah medis harus diselesaikan," terangnya.
Limbah B3 COVID-19 yang dimaksud antara lain infus bekas, masker, botol vaksin, jarum suntik, pelindung wajah, perban, pakaian hazmat, APD, pakaian medis, sarung tangan, alat PCR, antigen dan alkohol swab.
Presiden mengarahkan agar jajarannya secara intensif dan sistematis bisa memastikan pengelolaan limbah B3 COVID-19 berjalan baik.
"Arahan Presiden dengan fasilitas dan dukungan anggaran yang ada, apakah dengan dana Satgas COVID-19 atau Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dana transfer daerah khusus, dan lain-lain, bisa diintensifkan untuk membangun alat-alat pemusnah, apakah incinerator, shredder dan lainnya," ujar dia.
Dia mengatakan Presiden memerintahkan hal ini segera dilaksanakan oleh jajaran bersama dengan pemerintah daerah. Sebelumnya, Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) Rosa Vivien Ratnawati mengingatkan bahwa limbah medis COVID-19 tidak boleh dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA) dan membutuhkan penanganan khusus sampai pemusnahannya.
"Saya ingin menyampaikan bahwa limbah medis dilarang dibuang di tempat pembuangan akhir sampah," tegas Dirjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Vivien dalam diskusi virtual terkait limbah medis COVID-19, dipantau dari Jakarta, Selasa.
Vivien juga menegaskan bahwa KHLK bersama aparat penegak hukum juga akan terus melakukan pengawasan dan penindakan hukum bagi pihak yang masih melakukan pembuangan limbah medis di TPA.
Pelarangan pembuangan di TPA itu karena limbah medis terutama yang berasal dari perawatan pasien COVID-19 termasuk dalam limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat infeksius yang dimilikinya.
Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 KLHK Achmad Gunawan dalam diskusi yang sama menjelaskan bahwa limbah medis COVID-19 yang dihasilkan harus dipisahkan dari limbah B3 yang lain. Pengemasannya harus menggunakan kontainer tertutup dan kedap udara.
Pemusnahannya sendiri dapat dilakukan di fasilitas insinerator dengan temperatur pembakaran minimal 800 derajat celcius atau dicacah dengan fasilitas autoklaf, meski tidak semua jenis limbah medis dapat dihancurkan dengan autoklaf.
Apabila jasa pengelola limbah B3 tidak dapat diakses maka dapat diserahkan ke rumah sakit yang memiliki fasilitas pengolahan limbah B3 atau diserahkan kepada Dinas Lingkungan Hidup atau Dinas Kebersihan untuk dikumpulkan ke fasilitas pengumpulan atau depo.
Dia mengingatkan juga pentingnya pencatatan dan dokumentasi tentang jumlah limbah medis yang dimusnahkan dan ketika diserahkan ke pihak ketiga untuk diproses.
"Depo ini sangat diperlukan, ini membantu banyak pihak utamanya fasilitas isolasi kecil atau karantina mandiri. Dari depo diambil oleh pihak ketiga. Lagi-lagi semua itu harus tercatat," ujar Achmad. (TN)
BACA JUGA