Samakan TWK dengan Pelayanan Publik, SDR Sebut Ombudsman Sakit Pikiran
Kamis, 22 Juli 2021 | 19:17 WIB
Gedung Ombudsman RI (Foto: Ombudsman RI)
"75 eks pegawai KPK RI justru melakukan manuver dengan membentuk Wadah Pegawai (WP) KPK RI dan menolak revisi UU No 30 tahun 2002 menjadi UU No 19 Tahun 2019 saat diproses menjadi RUU," Kata Hari Purwanto melalui keterangan tertulis, Kamis (22/7).
Bahkan, lanjut Hari saat ini kelompok gagal TWK dinilai melakukan makar terhadap UU No. 19 Tahun 2019 melalui PP No. 41/2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN, serta Peraturan KPK No. 1/2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN. Tata cara alih status pegawai KPK itu telah diatur dalam Pasal 5 ayat (4) Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi No. 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara. Kemudian dilaksanakan asesmen Tes Wawasan Kebangsaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara.
"Sikap 75 Eks pegawai KPK RI dinilai tidak konsisten, karena dahulu menolak revisi UU KPK tahun 2002 dan alih status ASN tetapi saat ini menuntut diterima jadi ASN karena gagal dalam TWK. Ombudsman RI yang terdiri komisioner yang memiliki intelektual yang sangat tinggi dan menaati peraturan perundangan-undangan semesti memahami proses perjalanan yang terjadi didalam KPK RI dari penjelasan diatas. Jangan Ombudsman RI menjadi Sakit Pikiran (SAPI) dengan mengakomodir kelompok makar (75 eks pegawai KPK RI) terhadap UU No 19 Tahun 2019," Ungkapnya.
Terkait dengan penilain SDR yang menyebut Ombudsman RI sakit pikiran lanjut Hari, pertama Ombudsman menurutnya tidak memahami tugas dan wewenang yang fokus pada fungsi pelayanan publik semata-mata; KPK lembaga penegak hukum bukan lembaga pelayanan publik. Kedua, urusan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) adalah pelaksanaan dari perintah UU,PP dan PERKOM KPK, tidak ada hubungan dengan fungsi pelayanan publik dan TWK disamakan dengan pelayanan publik. Ketiga, Ombudsman RI justru menjadi pelayan kepentingan 75 eks pegawai KPK dan demi popularitas.
BACA JUGA