Pertahanan dan Keamanan

75 Tahun TNI; Sinergi di Era Pandemi

Ahmad Buchori, trustnews.id
Senin, 05 Oktober 2020 | 15:30 WIB


75 Tahun TNI; Sinergi di Era Pandemi
Pengamat Intelijen, Pertahanan dan Keamanan yang juga Direktur Eksekutif Center of Intelegent and Strategic Studies (CISS), Ngasiman Djoyonegoro
Jakarta -  Pengamat Intelijen, Pertahanan dan Keamanan yang juga Direktur Eksekutif Center of Intelegent and Strategic Studies (CISS), Ngasiman Djoyonegoro. memberikan catatan khusus terkait Hari Ulang Tahun (HUT) ke-75 Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang jatuh pada hari ini Senin, 5 Oktober 2020. 

Menurut pria yang akrab disapa Simon itu, dengan segala tantangannya yang ada saat ini, TNI dibawah kepemimpinan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahyanto harus senantiasa menjadikan persatuan dan kesatuan sebagai prasyarat utama dalam mencapai tujuan nasional. Menyatukan kekuatan dari berbagai sisi menjadi sinergi atau synchronized energy.

“Dengan sinergi, akan memungkingkinkan kita mengolah potensi-potensi unggulan lain yang kita miliki. Termasuk dalam konteks kekinian dalam menghadapi pandemi yakni mensinergikan antara kesehatan dan keamanan nasional,” ujarnya dalam pesan tertulis, Senin (5/10/2020).

“Tantangan terhadap kedaulatan dan keselamatan negara akan selalu hadir dari waktu ke waktu dalam aneka bentuknya. Dalam konteks kekinian, tantangan tersebut bukan lagi sekadar dari serangan fisik negara lain seperti halnya yang kerap dipahami dalam konteks perang semesta,” tegasnya.

Mengutip pernyataan Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman, ‘Tentara hanya mempunyai satu kewajiban, ialah menjaga kedaulatan dan keselamatan negara’, Simon mengungkapkan bahwa kalimat di atas disampaikan Jenderal Besar Soedirman pada 1 Januari 1946 itu sampai hari ini, kewajiban tersebut belum berubah, bahkan semakin kukuh dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).

Dalam konteks kekinian menghadapi pandemi covid-19, Simon sebagaimana dalam bukunya yang berjudul “Perang Global Melawan Corona” menyatakan soal perlunya dikembangkan biodefense yang lebih kekinian dan inovatif. Ini penting untuk mengantisipasi segala kemungkinan ancaman-ancaman di masa mendatang yang lebih rumit, modern dan tak terdeteksi.

“Juga soal upaya membentuk kerjasama sipil militer untuk biodefense. Ini penting sebagai upaya mewujudkan apa yang disebut pertahanan semesta, yakni seluruh elemen bangsa bersatu padu perang melawan musuh negara, apapun itu bentuk musuhnya,” terangnya.

Sebagaimana diketahui, pandemi covid-19 kini telah menyerang 188 negara berdasarkan data John Hopkins University & Medicine per 3 Oktober 2020. Total masyarakat yang terinfeksi mencapai 34 juta orang dengan lebih dari satu juta lainnya meninggal dunia. “Hal ini telah menciptakan bencana kemanusiaan sekaligus ekonomi, dan potensi ke arah gejolak keamanan pun mulai terlihat,” kata Penulis Buku "Sinergitas TNI-Polri" itu.

Selama ini, menurut Simon, Indonesia telah mampu mengembangkan teknologi persenjataan dalam negeri melalui PT Pindad. Hal Ini bisa dikembangkan ke arah teknologi kesehatan. Mengingat, kebutuhan peralatan kesehatan menjadi keniscayaan di tengah pandemi yang belum tahu kapan akan berakhir ini.

“Terlebih, faktanya saat ini masih banyak rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain yang kekurarangan alat kesehatan. Misalnya ventilator yang sangat dibutuhkan untuk penanganan Covid-19. Data Gugus Tugas Penanganan Covid-19 per April 2020, Indonesia membutuhkan 29,9 ribu unit alat ini. Namun, ketersediaannya hanya 8,4 ribu,” katanya.

“Saya kira, dalam mengilhami kembali pernyataan Jenderal Besar Soedirman, TNI mestilah menjadi aktor yang mensinergiskan upaya pengentasan masalah kesehatan demi terus menopang stabilitas keamanan nasional. 75 tahun sudah institusi ini berdiri dan saya kira sudah lebih cukup dari mampu untuk melakukannya. Tinggal kemudian pertanyaannya adalah ‘adakah keinginan untuk itu dan mungkinkah negara menyadarinya?’,” ujarnya.

Dengan kompleksitas ancaman dan tantangan tersebut, menurut Simon masa depan Indonesia harus dipersiapkan secara terencana sejak dini. Kekuatan nasional yang diwujudkan dalam gatra ketahanan nasional yang mencakup kondisi alamiah dan kondisi Ipoleksosbudhankam harus mampu dioptimalkan kondisinya sehingga kemampuan bangsa dalam menghadapi setiap bentuk ancaman baik militer dan non militer dapat diwujudkan.

“Dengan demikian maka paradigma Indonesia di masa depan tidak dapat dipisahkan dari peranan setiap gatra ketahanan nasional ini. Gatra alamiah yang terdiri atas wilayah, penduduk dan sumber daya alam dan gatra non alamiah yaitu ideologi, politik, sosial budaya dan Hankam,” jelasnya.

“Kekuatan dan kemampuan pertahanan-keamanan yang efektif dan efisien untuk mengamankan seluruh wilayah kedaulatan NKRI, terpadu, modern dan memiliki daya penggentar tinggi, berbasis jaringan dan artificial intelijen, mengembangkan dimensi perang ruang angkasa, yang dibangun dan dikembangkan secara mandiri dengan memanfaatkan potensi kemandirian riset dan industri pertahanan,” ungkap Simon.

Simon menegaskan bahwa visi tahun 2045 harus menjadi tantangan bersama untuk membangun komitmen guna menyiapkan SDM yang unggul. “Semua visi itu terwujud dalam ikatan kuat nasionalisme kebangsaan Indonesia yang menjamin eksistensinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dirgahayu TNI ke-75, Sinergi untuk Negeri,” pungkasnya.