Pengembangan sektor kelautan dan perikanan butuh penguatan riset dan inovasi
Selasa, 04 Agustus 2020 | 16:58 WIB
Rapat Koordinasi Pusat BRSDM-KKP di The Alana Hotel Sentul, Bogor. Selasa (4/8/2020).
“Inovasi adalah kunci untuk memenangi persaingan. Malangnya dari semua indikator, kapasitas IPTEK dan inovasi bangsa Indonesia, tak terkecuali di sektor Kelautan dan Perikanan, sampai sekarang tergolong rendah,” kata Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University tersebut saat menjadi pembicara dalam Rapat Koordinasi Pusat bertajuk “Peran Riset Inovatif dan SDM Unggul dalam Mendukung Pembangunan Kelautan dan Perikanan” di The Alana Hotel Sentul, Bogor. Selasa (4/8/2020).
Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itupun menjabarkan jika tugas dan fungsi BRSDM-KKP diantaranya. Pertama, penyusunan kebijakan teknis, rencana, program riset dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan dan perikanan, serta program pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan;
Kedua, pelaksanaan riset dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan dan perikanan, serta pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan;
Ketiga, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan riset dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan dan perikanan, serta pengembangan sumber daya manusia kelautan dan perikanan. Keempat, pelaksanaan administrasi BRSDM; dan Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
“Selain tugas dan fungsi diatas, sebagai tambahan dari saya BRSDM KKP untuk memfasilitasi hilirisasi (komersialisasi) hasil riset tahap prototipe (invensi) yang technologically ready menjadi produk inovasi teknologi dan non-teknologi yang laku di pasar domestik maupun global,” tegas ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.
Untuk menjawab tantangan diatas, Rokhmin meminta agar setiap aktivitas penelitian dan pengembangan (Litbang) harus ditujukan untuk: pertama, memecahkan permasalahan bangsa dan dunia saat ini maupun di masa depan; kedua, pendayagunaan potensi pembangunan (SDA, SDM, dan posisi geoekonomi) bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kedaulatan bangsa; dan ketiga, sesuai dengan kebutuhan pasar dan dinamika pembangunan (market and development-oriented research). Output LITBANG semacam ini pasti layak publikasi di Jurnal Ilmiah nasional maupun internasional.
“Para peneliti (lembaga penelitian) harus meningkatkan kapasitasnya agar mampu menghasilkan hasil riset yang inovatif dan sesuai kebutuhan konsumen (pasar) di dalam maupun luar negeri: invensi yang mencapai technological readiness,” tambahnya.
Para peneliti (lembaga penelitian), lanjut mantan menteri kelautan dan perikanan itu harus melibatkan (bekerjasama dengan) pihak industri (users) dan pemerintah sejak tahap perencanaan, implementasi, industrialisasi (scaling up) sampai pemasaran hasil R & D
Sementara itu, pemerintah harus menyediakan infrastruktur, sarana, dan anggaran (> 3% PDB) penelitian yang mencukupi; serta memberikan kesejahteraan dan penghargaan kepada para peneliti seperti halnya (benchmarking) di negara-negara maju atau emerging economies lainnya yang lebih maju dan makmur.
“Pemerintah dan masyarakat menjamin kesejahteraan serta lebih menghargai peneliti, ilmuwan, dosen, dan guru sebagaimana di emerging economies yang lebih maju atau di negara industri maju dan kaya,” terangnya.
Sementara itu, pihak industri (swasta nasional dan BUMN) harus meningkatkan jiwa nasionalismenya, sehingga dalam menggunakan teknologi tidak semata berdasarkan pada pertimbangan financial cost and benefit. “Agar mau mengembangkan teknologi nasional dari hasil riset (INVENSI) bangsa sendiri,” katanya.
“MNC (Multi National Corporation) diwajibkan melakukan transfer teknologi dan mengindustrikan (komersialkan) INVENSI peneliti nasional dengan melibatkan (mempekerjakan) peneliti, dosen, dan mahasiswa di perusahaan (industri) nya, seperti di Singapura, Korea, dan China,” tegasnya.
Prof Rokhmin juga mendrong pemerintah memberikan insentif (seperti tax deduction dan bebas biaya impor untuk state of the art technology) dan penghargaan bagi swasta (industri) yang mau mengindustrikan INVENSI peneliti nasional.
Adapun Identifikasi dan pemetaan kebutuhan riset dan inovasi untuk menopang pembangunan KP yang berhasil di masa mendatang menurut Rokhmin harus berdasarkan pada: (1) prediksi kebutuhan dan life-style manusia (pasar) nasional maupun global; (2) potensi produksi (supply); (3) permasalahan pembangunan KP; (4) perkembangan IPTEKS dan peradaban manusia; dan (5) kapasitas riset dan inovasi nasional saat ini.
Tupoksi pembangunan kementerian kelautan dan perikanan sendiri antara lain Perikanan Budidaya, Perikanan Tangkap, Industri Bioteknologi Perairan, Jasa & SDA laut Non-Konvensional, Industri Pengolahan & pemasaran, Manajemen Lingkungan (RZWP3K, Pollution Control, & Konservasi), dan Manajemen SDM.
Atas dasar tupoksi tersebut, Rokhmin meminta BRSDM KKP memproyeksikan kebutuhan riset dan inovasi untuk spesies, komoditas dan produk baru. Kedua, Perbaikan kualitas dan daya saing spesies, komoditas, & produk existing. Ketiga, Teknologi di setiap mata rantai pasok (Prapoduksi-Produksi-Processing-Marketing. Keempat, Informasi & metoda ilmiah untuk perencanaan dan implementasi pembangunan. Kelima, Teknologi manajemen lingkungan. Keenam, Metoda Manajemen SDM. Ketujuh, Dynamic and Interactive Big data KP. Kedelan, Manajemen Rantai pasok terpadu.
“Jika semua hal tersebut sudah dilaksanakan, maka keberhasilan pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia dapat diwujudkan yakni Produktif dan Indonesia menjadi nomor satu perikanan Dunia, Berdaya Saing, Nelayan & Rakyat Sejahtera, Kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonom, KoofIsien Gini < 0,3, Ramah lingkungan & keberlanjutan,” tegasnya.
BACA JUGA