Rauf Purnama membawa visi besar, mengubah tambang Indonesia menjadi pusat nilai tambah melalui hilirisasi mineral. Tak hanya bicara logam, tapi juga pangan dan energi masa depan.

Rauf Purnama: Dorong Antam Hilirisasi Mineral

Redaksi, trustnews.id
Sabtu, 18 Oktober 2025 | 02:36 WIB


Rauf Purnama: Dorong Antam Hilirisasi Mineral
Doc Istimewa
TRUSTNEWS.ID - “Indonesia tidak boleh berhenti di tambang. Kita harus bergerak ke hilir, membangun pabrik, membangun nilai tambah. Antam harus jadi motor.”

Sebuah pernyataan sederhana dari Rauf Purnama dalam perbincangan santai dengan TrustNews di ruang kerjanya di bilangan Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Sebagai Komisaris Utama PT Aneka Tambang Tbk (Antam), Rauf datang dengan misi yang jelas: memperkuat posisi Antam dalam rantai nilai mineral Indonesia, dari hulu hingga hilir.

Visi itu bukan sekadar retorika. Rekam jejak panjangnya di dunia industri mineral, energi, dan pupuk memperlihatkan satu hal: ia terbiasa mengubah tantangan menjadi peluang, dan ide besar menjadi kenyataan.

“Saya sudah pernah bikin pabrik tembaga kedua. Dari situ keluar belerang. Dari belerang itu lahir pupuk NPK. Sekarang produksinya sekitar 3 juta ton. Padahal kebutuhan untuk padi saja bisa 5 sampai 8 juta ton,” ujarnya.

Rauf menjelaskan secara runut sesuatu yang terbilang rumit. Setiap fasilitas hilirisasi mineral tak hanya menghasilkan satu produk utama, tapi juga turunan lain yang menopang kebutuhan nasional.

“Dari tembaga muncul emas, perak, hingga belerang. Dari belerang lahir asam sulfat, bahan baku penting bagi pupuk NPK,” jelasnya.

“Kalau tidak ada asam sulfat, tidak akan ada NPK. Jadi membangun smelter bukan hanya bicara logam, tapi juga pangan,” tambahnya.

Indonesia, kata Rauf, membutuhkan lebih banyak pabrik tembaga dan fasilitas pengolahan mineral. Salah satunya yang ia dorong adalah pembangunan smelter baru di Gresik.

Alasannya, cadangan bahan baku melimpah. Freeport, kini mayoritas dimiliki Indonesia, menghasilkan konsentrat tembaga dalam jumlah besar. Dari setiap ton konsentrat itu terkandung pula emas, perak, dan sulfur.

“Jangan lupa, emasnya bisa sampai 60 ton per tahun dari hasil sampingan saja,” ujarnya.

“Dulu Jepang yang mengolahnya. Kalau sekarang kita bangun sendiri, Antam bisa tambah emas dari sana,” ungkapnya.

Bagi Rauf, inilah momentum Antam untuk melompat. Dengan pengalaman mengawal pembangunan pabrik tembaga bernilai investasi 871 juta dolar AS ketika ia masih di litbang, ia yakin pengembangan berikutnya lebih mungkin diwujudkan.

“Bahan baku ada, teknologi ada. Tinggal keberanian untuk membangun,” katanya.

Sebagai Komisaris Utama, Rauf melihat peran krusial yang bisa dimainkannya, yakni mendorong manajemen agar produksi meningkat dan memandu agar visi besar tidak terjebak pada rutinitas.

“Hilirisasi itu bukan sekadar jargon. Ia harus jadi budaya kerja. Dari emas, nikel, bauksit, sampai tembaga—semua harus memberi nilai tambah di dalam negeri,” ujarnya.

“Pupuk NPK yang sekarang 3 juta ton itu hasil sampingan dari proses yang saya bangun dulu.”

“Kebutuhan nasional masih jauh lebih besar. Kalau Antam ikut masuk, kita bicara kedaulatan pangan juga,” paparnya.

Namun pada sisi lain, Rauf juga menyadari tantangan Antam tidak hanya soal tambang, tapi juga ketersediaan energi. “Antam perlu menjajaki diversifikasi, termasuk mengolah batu bara dan gas menjadi energi baru,” ujarnya.

Dia pun mengingat kembali pertemuannya dengan Prabowo Subianto pada 2018. Saat itu, ia menyampaikan kegelisahannya soal impor elpiji yang melonjak hingga 5 juta ton.

“Pak Prabowo kaget. Saya bilang solusinya Dimetil Eter (DME) dari batu bara. Bahkan seminggu kemudian saya diminta presentasi di hadapan Pak Prabowo dan Pak Luhut,” ceritanya.

Meski proyek DME akhirnya tak berjalan sesuai harapan, Rauf tetap yakin bahwa Indonesia harus mengeksplorasi opsi energi alternatif.

“Biofuel itu lebih tepat. Dari sawit, singkong, jagung, tebu. Siklus karbonnya lebih alami. Kalau listrik masih dari migas dan batu bara, itu tidak menyelesaikan pemanasan global,” tegasnya.

Bagi Rauf, meski dirinya berada di posisi yang strategis di Antam, dia tidak ingin keberadaannya hanya untuk menjaga stabilitas perusahaan. Lebih daripada itu, dia ingin meninggalkan warisan berupa visi industrialisasi tambang yang lebih maju.

“Indonesia jangan hanya jual tanahnya. Kita harus olah sampai jadi produk bernilai tinggi. Itu jalan yang ingin saya tempuh di Antam,” katanya.

“Masa depan Antam adalah masa depan industri tambang Indonesia yang berani melangkah dari sekadar penambang menjadi penghasil produk berkelas dunia,” pungkasnya.


BACA JUGA