Dari Dapur Ke Dunia: Jalan Halal Ibu-Ibu Mekaar

TN, trustnews.id
Kamis, 19 Juni 2025 | 12:40 WIB


Dari Dapur Ke Dunia: Jalan Halal Ibu-Ibu Mekaar
Dok, PNM
Adzan subuh belum lagi berkumandang, ketika Ibu Sri mulai menanak nasi ulam di dapur sempit rumahnya di pinggiran Depok, Jawa Barat. Di atas meja kayu, daun kemangi dan telur rebus sudah tertata, siap menjadi bekal para tetangga yang akan berangkat kerja.

Usaha rumahan ini adalah nadi ekonomi keluarga kecilnya. Tapi pagi itu berbeda seorang pendamping lapangan dari PNM datang membawa kabar: Ibu Sri akan dibantu mendaftarkan sertifikasi halal, tanpa biaya.

Langkah kecil itu menjadi pintu besar bagi perempuan seperti Ibu Sri. Di Indonesia, di mana lebih dari 60% pelaku usahamikro adalah perempuan dan mayoritas penduduknya Muslim, label halal bukan sekadar simbol religius. Ia adalah pernyataan mutu, prasyarat kepercayaan pasar, dan paspor menuju peluang yang lebih luas.

Permodalan Nasional Madani (PNM), melalui program Mekaar (Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera), menjadikan sertifikasi halal sebagai bagian dari strategi pemberdayaan holistik.

PNM menangkap pentingnya isu ini. Lewat kerja sama strategis dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), lembaga pembiayaan milik negara ini menghadirkan program sertifikasi halal gratis bagi nasabah PNM Mekaar, sebagian besar adalah pelaku usaha rumahan seperti Ibu Sri. Lebih dari sekadar membantu administrasi, PNM juga menyediakan pelatihan, edukasi, dan pendampingan lapangan yang konkret.

“Merupakan anugerah bagi kami bisa dipercaya BPJPH. Peran Account Officer (AO) kami di lapangan sangat penting untuk mendampingi ibu-ibu agar usahanya bisa disertifikasi halal,” ujar Arief Mulyadi, Direktur Utama PNM.

"Sertifikasi halal bukan hanya dokumen administratif, tetapi modal kepercayaan yang memungkinkan ibu-ibu Mekaar naik kelas. Kami hadir untuk menjembatani mereka dengan pasar yang lebih besar,” tegasnya.

Upaya ini melanjutkan jejak panjang PNM dalam mendorong legalitas usaha: mulai dari kepemilikan Nomor Induk Berusaha (NIB), izin edar BPOM, hingga sertifikasi halal. Semua ini bukan hanya bentuk formalitas administratif, melainkan fondasi untuk membangun kredibilitas usaha kecil di hadapan pasar dan regulator.

“PNM berkomitmen menghadirkan pembiayaan yang bukan sekadar finansial, tapi juga intelektual dan sosial. Perubahan tidak cukup hanya dengan dana perlu pengetahuan dan jaringan,” ungkapnya.

Menurutnya, PNM menggunakan pendekatan tiga modal, yakni finansial, intelektual, dan sosial. Artinya, nasabah tidak hanya diberi pinjaman, tapi juga pengetahuan dan jaringan. Dalam program #SehariBerbagiInspirasi.

Ketua Kelompok Nasabah dari berbagai kota diajak mengunjungi usaha sukses dari pabrik bolu susu di Lembang hingga pengrajin songket di Sumatera. Tujuannya jelas: membangun aspirasi dan menularkan semangat maju kepada anggota kelompok lain dalam Pertemuan Kelompok Mingguan (PKM).

"Kami percaya ibu-ibu Mekaar adalah aset bangsa. Mereka hanya perlu diberi akses, bukan belas kasih,” kata Arief, menekankan pendekatan kesetaraan dalam pembangunan ekonomi komunitas.

Pendampingan berkelanjutan menjadi kunci dari semua ini. Para Account Officer PNM bukan sekadar agen penagih, tapi mentor, fasilitator, bahkan motivator. Mereka rutin dibekali pelatihan agar mampu menyampaikan materi keuangan, kewirausahaan, hingga isu-isu kesetaraan gender.

Lewat kerja sama dengan OJK, PNM juga menyelenggarakan program SICANTIKS (Sahabat Ibu Cakap Literasi Keuangan Syariah) untuk meningkatkan literasi keuangan syariah di kalangan perempuan prasejahtera.

"Kami ingin para AO menjadi agen perubahan sosial. Mereka bukan sekadar pendamping kredit, tapi penggerak kapasitas,” pungkasnya.

(TN)