APPLTA: PLTA Harus Jadi Proyek Strategis Nasional
Kamis, 19 Juni 2025 | 10:28 WIB

Dok, Istimewa
Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air (APPLTA), yang dipimpin oleh Ketua Umum Zulfan Zahar, mendorong agar proyek-proyek hydro-power ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).
Terobosan PSN ini, menurutnya, akan mempercepat pengembangan, meningkatkan kepercayaan investor, dan memantapkan peran hydropower sebagai pilar utama strategi energi terbarukan Indonesia.
Namun, jalan menuju visi ini adalah labirin penuh kerumitan finansial, teknis, dan social. Listrik tenaga air (PLTA) bukanlah tugas mudah. Proyek-proyek ini menuntut investasi miliaran dolar, sering kali membutuhkan keseimbangan antara pendanaan publik, swasta, dan pinjaman internasional.
“Satu kesalahan perhitungan dapat mengubur proyek dalam utang, meninggalkan para pemangku kepentingan dengan biaya yang tak tertutupi,” ujar Zulfan Zuhar.
Studi kelayakan yang mencakup aspek lingkungan, sosial, dan teknis bisa memakan waktu bertahun-tahun, menavigasi labirin birokrasi dengan izin-izin yangrumit dan regulasi yang tumpang tindih.
Masih ditambah sengketa lahan, relokasi masyarakat, dan protes lingkungan menambah lapisan kompleksitas, menuntut keseimbangan hati-hati untuk memenuhi kebutuhan komunitas lokal, termasuk kelompok adat, petani, dan nelayan.
Seperti yang dikutip Zulfan dari lagu populer Indonesia, “Ojo dibanding-bandingke” (“Jangan dibanding-bandingkan”), tidak ada dua proyek PLTA yang benar-benar sama.
“Setiap proyek dibentuk oleh topografi, hidrologi, dan kendala lokal yang unik, sehingga proses pemilihan langsung yang mengandalkan kriteria standar sering kali tidak efektif dan justru menghambat kemajuan” urainya.
Tantangan teknis dan ekologis sama peliknya. Memilih lokasi bendungan membutuhkan harmoni antara potensi energi dan risiko geologis, seperti gempa bumi atau longsor, di negara yang rentan terhadap bencana alam.
“Teknologi itu sendiri turbin, sistem transmisi, dan pengelolaan sedimen menuntut keahlian khusus, yang sering kali bergantung pada tenaga ahli asing,” ujarnya.
Dampak lingkungan juga signifikan, proyek PLTA dapat mengganggu ekosistem sungai, menghambat migrasi ikan, dan menurunkan kualitas air, menciptakan bayang-bayang atas kredensial keberlanjutan proyek.
Meski menghadapi rintangan ini, PLTA tetap menjadi mercusuar harapan dalam lanskap energi Indonesia, yang kini berada pada titik kritis. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2025-2034, yang baru-baru ini diumumkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia, menguraikan peta jalan ambisius untuk memenuhi permintaan energi yang melonjak sambil beralih ke sumber yang lebih hijau.
Rencana ini memproyeksikan kebutuhan kapasitas baru sebesar 69,5 gigawatt (GW) hingga 2034, dengan 76% sekitar 52,9 GW—berasal dari energi terbarukan dan sistem penyimpanan energi. Hydro-power diharapkan menyumbang 11,7 GW, hanya kalah dari tenaga surya dengan 17,1 GW, menjadikannya pilar utama dalam strategi Indonesia untuk mencapai 23% energi terbarukan dalam bauran energi nasional pada 2025 target yang masih sulit dicapai, mengingat energi terbarukan saat ini hanya menyumbang 14% dari bauran energi.
Ambisi energi terbarukan Indonesia bergantung pada kemampuan menarik investasi swasta, namun sistem pengadaan saat ini menimbulkan hambatan. Penyederhanaan proses dan kejelasan kebijakan dapat membuka aliran modal yang diperlukan untuk meningkatkan skala hydropower dan energi terbarukan lainnya.
“Kami percaya Presiden adalah negarawan sejati dengan semangat patriotik yang luar biasa dengan Asta Cita untuk mewujudkan cita-cita ini,” pungkasnya. (TN)
BACA JUGA

Wujudkan Swasembada Energi, PLN Akselerasi Pengembangan Hidrogen di Tanah Air
Rabu, 16 April 2025 | 19:20 WIB
SPKLU PLN Tersedia hingga Ujung Banyuwangi, Siap Layani Pengguna EV selama Libur Idulfitri
Rabu, 26 Maret 2025 | 14:28 WIB
Kunjungi SPKLU di Banten, Menteri ESDM Apresiasi Kesiapan PLN Sambut Mudik Lebaran 2025
Jumat, 14 Maret 2025 | 16:07 WIB