Spektrum Frekuensi Radio: Pengaturan Buat Apa?
Kamis, 31 Oktober 2019 | 09:50 WIB
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kemenenterian Komunikasi dan Informatika, Ismail .
Spektrum frekuensi radio sumber daya yang terbatas.
Semua berawal dari susunan pita frekuensi radio yang mempunyai frekuensi lebih kecil dari 3000 GHz. Lambat laun seiring perkembangan teknologi komunikasi, Spektrum frekuensi radio menjadi sumber daya yang sangat strategis. Apalagi dalam Revolusi Industri 4.0, ada begitu banyak perangkat terhubung menggunakan frekuensi radio.
Hanya saja, frekuensi yang menjadi syarat utama dalam tumbuh kembangnya teknologi digital dan industri 4.0. Bayangkan saja, pada 2020 mendatang diperkirakan akan ada 145 juta pengguna internet di Indonesia. Tidak dapat dihindari teknologi digital akan menjadi tulang punggung Revolusi Industri 4.0 yang mengutamakan digitalisasi, otomatisasi, dan artificial intelligence.
Hanya saja spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya yang terbatas. Keberadaan penggunaan spektrum frekuensi radio antara lain untuk keperluan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi khusus, penyelenggaraan penyiaran, navigasi dan keselamatan, Amatir Radio dan KRAP, serta sistem peringatan dini bencana alam yang sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
“Saya sering menggambarkannya kayak kue lapis, setiap lapisan memiliki sistem tersendiri. lapisan merah selular, lapisan putih penerbangan, ada frekuensi untuk kebencanaan. Semua lapisan itu sudah di bagi-bagi dan yang membaginya itu lembaga internasional,” ujar Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kemenenterian Komunikasi dan Informatika, Ismail kepada TrustNews.
Dinilai bersifat terbatas dan strategis itulah, spektrum frekuensi radio, pengelolaannya dipegang oleh Kementerian Kominfo khususnya Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) sebagai administrator.
Terkait Alokasi spektrum frekuensi radio di Indonesia, mengacu pada tabel alokasi spektrum frekuensi yang dikeluarkan oleh Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 13 Tahun 2018 Tentang Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia.
Alokasi frekuensi ITU juga menjadi acuan bagi negara-negara lain di dunia. Peraturan tentang alokasi frekuensi radio ini telah diatur oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia dalam Peraturan Menteri nomor 29 tahun 2009 yang dikeluarkan tanggal 30 Juli 2009. Penepatan Spektrum Frekuensi Radio bertujuan untuk menghindari terjadinya gangguan (Interference) dan untuk menetapkan protokol demi keserasian antara pemancar dan penerima.
“Seluruh negara melakukan koordinasi dengan International Telecommunication Union (ITU). Ini lembaga di bawah PBB yang melakukan pembagian terhadap kebutuhan spektrum. Tentu setiap negara punya national interest, hanya saja semua negara harus mengikuti ketentuan ITU. Kalau kita keluar dari kavling pembagian ITU, akan terjadi intervensi,” paparnya.
Pada sisi lain, terkait dengan optimalisasi spektrum frekuensi radio, Ismail mengatakan, Palapa Ring Project atau lebih dikenal ‘Tol Langit’ memiliki nilai sangat strategis untuk mempercepat pembangunan prasarana telekomunikasi seluruh wilayah Indonesia. Mulai dari ujung barat hingga ujung timur.
“Palapa Ring ini merupakan langkah pemerintah, khususnya Kementrian Kominfo untuk menyiapakan backbone di daerah-daerah yang belum terjangkau oleh para operator. Kita membantu dari sisi investasi penyediaan layanan, setelah jaringan backbone menjadi tugas para operator membangun jaringan aksesnya. Ini jauh lebih efisien daripada operator membangun sendiri backbone-nya,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, proyek Palapa Ring merupakan proyek yang sangat strategis karena menjadi titik tolak pembangunan tulang punggung (backbone) serat optik yang terdiri atas 35.280 kilometer serat optik bawah laut, dan 21.708 kilometer serat optik bawah tanah.
Proyek yang membentuk cincin api ini melingkupi 33 provinsi dan 460 kabupaten di seluruh Indonesia tersebut, membutuhkan investasi sebesar 180,4 juta dolar AS atau sekitar Rp1,75 triliun.
“Dengan keberadaan Palapa Ring, kami juga mendorong beberapa regulasi yang memudahkan agar para operator selular dapat memanfaatkan spektrum frekuensi secara fleksibel, artinya tidak dibatasi dengan jenis teknologi dan sebagainya. Setiap spektrum frekuensi itu bisa digunakan untuk 2G,3G,4G silahkan, teknologi itu dimudahkan. Nah ini hal-hal yang kita lakukan untuk mendorong upaya optimalisasi,” pungkasnya.(TN)
BACA JUGA