Program Keluarga Harapan dan SDGs (Sustainable Development Goals)
Selasa, 29 Oktober 2019 | 04:37 WIB
Program Keluarga Harapan dan SDGs (Sustainable Development Goals)
Salah satu bukti pemerintah Indonesia dalam menunjukkan keseriusannya pada SDGs adalah melalui Program Keluarga Harapan (PKH). PKH sebagai bantuan tunai bersyarat (conditional cash transfer) berupaya merubah sikap dan perilaku Keluarga Penerima Manfaat (KPM) berkaitan dengan komponen kesehatan, pendidikan, dan/atau kesejahteraan sosial sehingga menjadi sejahtera dan mandiri. KPM didorong untuk memiliki akses dan memanfaatkan pelayanan sosial dasar kesehatan, gizi dan pangan, pendidikan, perumahan, dan program perlindungan sosial dasar lainnya yang merupakan program komplementer secara berkelanjutan. Bantuan-bantuan sosial tersebut terintegrasi sebagai upaya peningkatan kesejahteraan dan kemandirian keluarga.
Tujuan PKH yaitu: (1) meningkatkan taraf hidup KPM; (2) mengurangi beban pengeluaran dan meningkatkan pendapatan keluarga miskin dan rentan; (3) menciptakan perubahan perilaku dan kemandirian KPM dalam mengakses layanan kesehatan, pendidikan serta kesejahteraan sosial; (4) mengenalkan manfaat produk dan jasa keuangan formal kepada KPM; serta (5) mengurangi kemiskinan dan kesenjangan.
Sasaran PKH adalah keluarga dan/atau seseorang yang miskin dan rentan serta terdaftar dalam data terpadu program penanganan fakir miskin yang memiliki komponen kesehatan, pendidikan, dan/atau kesejahteraan sosial.
Selain pemberian bantuan sosial dalam bentuk uang tunai bersyarat, di dalam PKH ada pemberdayaan yang diberikan kepada KPM. Tujuannya agar KPM bisa sejahtera mandiri saat sudah tidak mendapat bantuan. PKH juga menyelenggarakan skema Family Development System (FDS) atau Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2).
P2K2 adalah intervensi perubahan perilaku yang diberikan kepada peserta PKH. P2K2 bertujuan meningkatkan pengetahuan, pemahaman mengenai pentingnya pendidikan, kesehatan dan gizi, pengelolaan keuangan, perlindungan anak dan kesejahteraan lansia dan penyandang disabilitas berat. Dalam P2K2 diharapkan terjadi proses belajar secara sistematis, terencana dan berkelanjutan untuk memperkuat terjadinya perubahan sikap dan perilaku KPM.
PKH bukan hanya sebuah kebijakan struktural yang berupaya mengurangi angka kemiskinan, PKH juga menyasar pada perubahan sikap dan perilaku KPM. Sehingga selain berfokus pada pembangunan sosial keberlanjutan, PKH juga memiliki peran dalam keberlanjutan lingkungan dan keberlanjutan ekonomi. Jadi PKH tidak hanya memfokuskan untuk memerangi poin 1,2,3 dan 4 (No Poverty, Zero Hunger, Good Health and Well Being and Quality Education) dalam SDGs tetapi juga poin 5,6,7,8,9 dan 10 (Gender Quality, Clean Water and Sanitation, Affordable and Clean Energy, Decent Work and Economic Growth, Industry Innovation and Infrastructure, Reduced Inequalities). Berikut uraian peran PKH dalam memerangi poin-poin dalam tujuan SDGs.
Mengakhiri segala bentuk kemiskinan dimana pun.
PKH yang digulirkan sejak tahun 2007 diklaim sebagai sebuah upaya percepatan penanggulangan kemiskinan. Rilis data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan terjadi penurunan angka kemiskinan sebesar 0,41 persen pada Maret 2019 dibanding Maret 2018. Artinya dalam satu tahun, ada 800.000 jiwa masyarakat terentaskan dari kemiskinan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) capaian menurunnya angka disebabkan:
Bansos tunai meningkat 87.6 persen. Jumlah penerima PKH tahun 2017 sebanyak 6 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan meningkat hingga 10 juta KPM tahun 2018.
Pada tahap I bulan Februari dan tahap II bulan April 2019 telah disalurkan bantuan sosial PKH tepat waktu sebanyak 99.99%.
Bantuan sosial PKH diberikan secara terpadu dengan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
PKH sebagai salah satu program prioritas nasional telah berfungsi sebagai poros (epicentrum) penanggulangan kemiskinan yang mengintegrasikan berbagai program perlindungan sosial, jaminan sosial, rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial, yang tersebar di berbagai Kementerian dan Lembaga Negara.
Meski kini tingkat kemiskinan sudah di angka satu digit, pemerintah masih punya tugas besar mengeluarkan masyarakat dari bawah garis kemiskinan. Kebijakan yang dapat mendukung pengentasan kemiskinan dan kemandirian penerima manfaat pun terus dilakukan. Salah satu strategi prioritas penanggulangan kemiskinan yang akan datang adalah melalui pendekatan life cycle yaitu perlindungan sosial sepanjang hayat.
Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, meningkatkan gizi, dan mendorong pertanian yang berkelanjutan
Teraksesnya layanan kesehatan bagi ibu hamil/pasca melahirkan, ibu menyusui, bayi dan balita merupakan bentuk perlindungan dalam menciptakan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Pemenuhan gizi dan asupan makanan bagi ibu sangat penting agar mampu mencegah terjadinya stunting, gizi buruk dan gangguan lainnya pada anak. Kondisionalitas PKH yang mewajibkan KPM PKH (ibu hamil/nifas dan menyusui) mengakses layanan kesehatan secara rutin mendorong ibu agar dapat mengontrol kecukupan gizinya selama hamil dan menyusui.
Muatan tentang pentingnya gizi dan layanan kesehatan bagi ibu hamil, menyusui dan balita dalam materi P2K2 oleh pendamping pada KPM PKH meningkatkan pengetahuan KPM mengenai pentingnya pemenuhan gizi keluarga khususnya anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Hal tersebut juga didukung dengan komplementaritas PKH dengan berbagai program perlindungan sosial untuk meningkatkan ketahanan pangan seperti Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) yang memiliki tujuan memberikan gizi yang lebih seimbang kepada KPM.
Menjamin kehidupan yang sehat serta mendorong kesejahteraan bagi semua orang di segala usia.
Kesehatan ibu hamil/menyusui, anak dan balita merupakan concern dari PKH sebagai bagian dari pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). PKH berfokus pada ketiganya dikarenakan rentang usia anak sejak dalam kandungan hingga balita merupakan rentang usia emas untuk mencetak manusia Indonesia unggul ke depan.
Berkaitan dengan kesehatan ibu hamil, survei MicroSave Consulting Indonesia, (2019) menunjukkan bahwa 97 persen KPM PKH telah memeriksakan kehamilannya secara rutin ke Puskesmas terdekat. Jadi hampir seluruh KPM PKH sadar akan pentingnya pemeriksaan kehamilan.
Rutinitas pemeriksaan kehamilan menjadi salah satu upaya preventif dalam mengurangi resiko masalah kehamilan. Salah satunya adalah stunting. Melalui pemeriksaan rutin, masalah yang muncul pada janin seperti halnya stunting dapat dicegah sedini mungkin.
Saat proses melahirkan, 49 persen KPM memanfaatkan faskes pemerintah, 44 persen di bidan dan 7 persen di faskes swasta. Pasca melahirkan, 94 persen KPM melakukan pemeriksaan kesehatan anak usia 1 bulan secara rutin. Jika dibandingkan dengan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018 yaitu sebesar 84,1 persen orang tua yang memeriksakan kesehatan anak usia 1 bulan, maka dapat dilihat ada kenaikan sebesar 9,9 persen. Perubahan positif juga ditemukan dalam pemeriksaan kesehatan anak usia 1-6 tahun, tingkat partisipasi program Keluarga Berencana dan kepemilikan BPJS.
Selain PKH, KPM juga mendapat bantuan komplementaritas PKH lainnya yaitu program perlindungan sosial Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang berfungsi untuk memberikan jaminan kesehatan KPM dalam mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis.
Tak hanya membuka akses terhadap layanan kesehatan, sejak 2016 juga terdapat penambahan komponen kesejahteraan sosial pada PKH dengan kriteria lanjut usia dan penyandang disabilitas berat.
KPM yang memiliki komponen kesejahteraan sosial berkewajiban memberikan makanan bergizi dengan memanfaatkan pangan lokal, dan perawatan kesehatan minimal satu kali dalam satu tahun terhadap anggota keluarga lanjut usia mulai dari 70 (tujuh puluh) tahun, dan meminta tenaga kesehatan yang ada untuk memeriksa kesehatan, merawat kebersihan, mengupayakan makanan dengan makanan lokal bagi penyandang disabilitas berat.
Menjamin pendidikan yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi semua orang.
Penerima PKH menunjukkan respon positif terhadap PKH yang diberikan berkaitan dengan komponen pendidikan. Survei MicroSave Consulting Indonesia (2019) menunjukkan jika KPM menggunakan sebagian besar dana PKH untuk keperluan sekolah.
Survei juga menunjukkan bahwa 78 persen anak-anak KPM PKH hadir di sekolah secara reguler. Artinya PKH sebagai bentuk bantuan sosial bersyarat berhasil mendorong KPM mengakses layanan pendidikan dengan memastikan kehadiran anggota keluarga PKH ke satuan pendidikan.
Tak hanya itu, PKH juga mendorong perubahan positif yang signifikan dalam pencapaian prestasi anak-anak KPM dibanding dengan non KPM PKH. 10 persen anak-anak KPM PKH memiliki prestasi disekolah. Pada bidang akademik 5 persen, olah raga 4 persen dan seni budaya 1 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa PKH tidak hanya berhasil mendorong KPM mengakses layanan pendidikan tetapi juga mendorong anak-anak KPM untuk berprestasi di sekolah.
Jadi keberhasilan PKH sebagai sebuah program bantuan sosial bersyarat telah membuka akses keluarga miskin terutama anak usia 6-21 tahun untuk memanfaatkan fasilitas layanan pendidikan (fasdik) yang tersedia di sekitar mereka. Terbukanya peluang bagi anak-anak KPM PKH dimanfaatkan untuk menunjukkan prestasi mereka di sekolah. Meski pun mereka hidup dalam keterbatasan namun mereka tidak mau kalah dengan anak-anak Non KPM PKH.
Selain menerima bantuan sosial berupa uang, KPM PKH menerima bantuan Rastra/BPNT, Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), rumah layak huni, dan subsisi energi listrik serta LPG 3 kg. Bantuan-bantuan tersebut selain membantu perekonomian KPM PKH juga dinilai memberikan motivasi kepada anak KPM PKH menjadi anak yang berprestasi. Mengapa demikian? Karena bantuan-bantuan sosial yang terintegrasi menciptakan kondisi yang lebih layak bagi para penerima. Misalkan bantuan rumah layak huni. Rumah yang layak akan membuat situasi belajar lebih nyaman dibandingkan sebelumnya. Hal tersebut tentu mendorong anak-anak semakin giat belajar dan berprestasi di sekolah.
Menjamin kesetaraan gender serta memberdayakan seluruh perempuan.
PKH juga berperan dalam mendorong kesetaraan gender sebagai komitmen pemerintah terhadap SDG’s terkait keterlibatan perempuan dalam pembangunan, Pemerintah Indonesia telah menjadikan perempuan sebagai agen of change dalam PKH. Penerima manfaat adalah perempuan.
Ketika perempuan memegang uang tunai dari bantuan PKH, keluarga memiliki lebih banyak kelonggaran finansial sehingga menguatkan posisi perempuan dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga, misalnya dalam penggunaan uang bansos, penentuan menu yang mendukung gizi untuk anak, dan sebagainya.
Selain itu, perempuan juga didorong untuk memiliki ruang dan terlibat aktif dalam kegiatan sosial. Keterilibatan perempuan dalam kegiatan-kegiatan sosial diharapkan memberikan wawasan yang luas bagi perempuan sehingga mereka mampu menjadi agen perubahan yang dimulai dari keluarga intinya terlebih dahulu baru kemudian meluas ke lingkungan sekitarnya.
Menjamin ketersediaan dan pengelolaan air serta sanitasi yang berkelanjutan bagi semua orang.
Kemiskinan yang digambarkan sebagai ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar sangat mempengaruhi kualitas kehidupan seseorang antara lain terhadap air bersih dan kondisi sanitasi yang buruk. PKH mendorong KPM untuk memiliki kesadaran akan pentingnya kebersihan diri dan lingkungan melalui Family Development System (FDS) atau Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2).
Muatan tentang kesehatan lingkungan (pentingnya kebersihan diri dan lingkungan) tercantum dalam materi behavior change communication (BCC) dalam P2K2. Melalui P2K2 diharapkan KPM memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai pentingnya pengelolaan air bersih dan sanitasi yang sehat. Maka pemenuhan kewajiban oleh KPM tidak semata didorong oleh bantuan tunai, tetapi juga karena kesadaran akan manfaat kesehatan bagi keluarga.
Menjamin akses energi yang terjangkau, terjamin, berkelanjutan serta modern bagi semua orang.
Setiap keluarga penerima PKH, selain menerima bantuan sosial berupa uang juga mendapatkan subsisi energi listrik dan subsidi LPG 3 kg. Melalui komplementaritas PKH, KPM dapat mengakses dan menjangkau penggunaan listrik dan LPG yang berkelanjutan. Oleh karena misi PKH yang terintegrasi diharapkan mendukung target penurunan angka kemiskinan dan pengurangan kesenjangan sosial (Indeks Gini Ratio).
Mendorong pertumbuhan ekonomi yang terus menerus, inklusif, dan berkelanjutan, serta kesempatan kerja penuh, produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua orang.
Tak hanya pemberian bantuan tunai secara langsung, PKH juga melakukan pendampingan dan P2K2 kepada KPM. Pendampingan yang dilakukan kepada KPM bertujuan agar dalam waktu 3 tahun, KPM sudah tidak memiliki status ekonomi miskin.
Muatan tentang perencanaan keuangan dan usaha tercantum dalam materi behaviour change communication (BCC) atau Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) oleh pendamping. Hasil riset The Smeru Research Institute (2019) menyatakan jika 63 persen perwakilan keluarga KPM menyatakan P2K2 memberikan manfaat terkait peningkatan kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan atau usaha.
Selain itu, PKH juga berupaya mengakseskan penerima bantuan ke bantuan permodalan dan pemasaran. Komplementaritas PKH dengan berbagai program perlindungan sosial untuk meningkatkan kemandirian usaha dan akses permodalan KPM PKH melalui akses kredit mikro (UMI dan KUR) dan pelatihan kewirausahaan (Bina Swadaya Masyarakat dan IKM Nusantara). Kemensos juga telah menjalin kerja sama lintas sektoral dengan Kementerian Perindustrian untuk mendorong KPM menjadi wirausaha.
Ke depan, Kemensos tidak akan sekedar menjalin kerjasama dengan Kemenperin menyalurkan bantuan bagi KUBE tetapi juga akan menjembatani kebutuhan pengusaha dan KUBE. Hal tersebut dilakukan untuk menghilangkan ketergantungan penerima bantuan sosial sehingga ke depan penerima dapat menjalankan usaha secara mandiri dan memiliki jalur untuk memasarkan hasil usahanya. Saat ini bahkan beberapa KPM telah memasarkan usaha melalui jalur online bekerja sama dengan Go Food, Tokopedia, Bukalapak, dan sebagainya. Harapannya keberhasilan dan kesuksesan KPM yang telah graduasi mandiri akan memberikan motivasi bagi KPM lainnya untuk melakukan graduasi mandiri.
Membangun infrastruktur yang berketahanan, mendorong industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan serta membina inovasi
PKH melakukan inovasi dengan melakukan transformasi sistem penyaluran bantuan sosial non tunai menggunakan kartu kombo KKS (Kartu Keluarga Sejahtera) inovasi sosial 4.0 layaknya ATM. KKS merupakan karya inovatif yang pertama kali digunakan diantara 72 negara yang melaksanakan Conditional Cash Transfer (CCT).
KKS adalah sistem kartu debet yang memadukan e-wallet dan tabungan. Penerima bantuan sosial (bansos) dapat mengambil uang bansos PKH, melakukan tarik tunai, membayar tagihan, menabung atau pun menebus BPNT hanya dengan menggunakan satu kartu.
Inovasi tersebut dinilai sukses dan berhasil. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil riset MicroSave Consulting (2019), 98 persen KPM lebih memilih metode penyaluran non tunai melalui KKS dibandingkan dengan cara sebelumnya melalui kantor pos.
Belum lama ini tepatnya tanggal 18 September 2019, Kemensos juga berinovasi mengembangkan sistem aplikasi terbaru yaitu aplikasi e-PKH sebagai upaya menyongsong era industrialisasi 4.0, era big data dan era Internet of Things. e-PKH merupakan transformasi dari sistem aplikasi sebelumnya yaitu SIMPKH. Penyempurnaan proses digitalisasi verifikasi komitmen PKH melalui e-PKH dilakukan untuk mengatasi kendala dalam mekanisme pelaporan secara manual yang seringkali menyebabkan keterlambatan dalam proses analisis informasi dan tindak lanjut. Dengan memanfaatkan teknologi di era industry 4.0 diharapkan dapat meminimalisir kendala di lapangan yang seringkali dihadapi oleh pendamping PKH sehingga ke depan penyaluran PKH menjadi lebih efektif.
Peningkatan upaya inklusi keuangan juga dilakukan melalui bank Himbara (BNI, BRI, Mandiri dan BTN) antara lain dengan membangun sarana prasarana penyaluran bantuan sosial di berbagai pelosok negeri, seperti pembukaan cabang bank, outlet bank, ATM, e-money, Electronik Data Capture (EDC) dan EDC offline.
Mengurangi kesenjangan di dalam dan antar negara
Bank Dunia (Mei, 2017) menilai PKH sukses sebagai Social Assistance Program atau program bantuan sosial untuk mengurangi kesenjangan antara “si kaya dan si miskin”. Bank Dunia mendukung kebijakan pemerintah melakukan ekspansi PKH agar dapat menjangkau seluruh keluarga miskin di tanah air.
“Expansion of PKH to 10 million households is expected to help achieve government targets of accelerated poverty and inequality reduction. By expanding social assistance, Indonesia is taking a step forward to further reduce poverty and inequality…..” said Rodrigo A. Chaves, World Bank Country Director for Indonesia.
Capaian PKH sebagai upaya penanggulangan kemiskinan membutuhkan kontribusi nyata dari berbagai pihak, baik pemerintah, swasta dan juga masyarakat. Oleh karena kondisi penanganan permasalahan sosial saat ini masih bersifat parsial dan banyak duplikasi. Kondisi tersebut dinilai tidak akan menurunkan kemiskinan secara signifikan. Studi empiris menunjukkan bahwa pengintegrasian program-program kemiskinan dapat menurunkan tingkat kemiskinan sebanyak dua persen (Bappenas, 2018).
Ke depan, PKH diharapkan mampu menjadi program yang menjawab tantangan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan menyongsong keberhasilan di 2030. Upaya-upaya koordinasi lintas sektor antar intern Kemensos dan juga dengan Kementerian/Lembaga lainnya akan terus ditingkatkan. Sehingga integrasi program-program kemiskinan sebagai upaya menangani masalah sosial akan terwujud dan tidak hanya menitikberatkan pada upaya perlindungan sosial saja tetapi juga upaya pemberdayaan sosial.
BACA JUGA