Optimalkan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Tempat Kerja
Minggu, 18 Agustus 2024 | 22:03 WIB
Dok, Istimewa
“Pelecehan seksual tidak dapat ditoleransi. Oleh karenanya, pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja ini sangat membutuhkan pemahaman, perhatian, dan dukungan dari semua pihak,” kata Ida Fauziyah.
Pemerintah-telah menerbitkan Kepmenaker Nomor 88 Tahun 2023 sebagai panduan bagi pengusaha, pekerja/buruh, instansi pemerintah, dan masyarakat umum dalam melakukan pencegahan dan penanganan seksual di tempat kerja.
Keputusan menteri tahun 2023 ini penting untuk mencegah kasus dan korban kekerasan seksual di tempat kerja masih tinggi. “Selain tingginya angka kasus dan korban, Kepmenaker ini diterbitkan untuk menyingkronkan dan menguatkan aturan sebelumnya agar pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja lebih optimal, serta dapat menjaga hubungan industrial yang harmonis dan produktif,” katanya.
Ida menjelaskan, ruang lingkup Kepmenaker ini adalah hal-hal terkait kekerasan seksual di tempat kerja; upaya-upaya pencegahan kekerasan seksual di tempat kerja; pengaduan, penanganan, dan pemulihan korban pelecehan dan kekerasan seksual di tempat kerja; serta pembentukan, fungsi, dan tugas Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja.
Dalam Kepmenaker ini, dijelaskan 9 bentuk kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yaitu Pelecehan seksual nonfisik, Pelecehan seksual fisik, Pemaksaan kontrasepsi, Pemaksaan sterilisasi, Pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual; dan kekerasan Seksual berbasis elektronik. Sedangkan pelaku maupun korban dapat terjadi dari pihak pengusaha, pekerja/buruh, dan orang lain yang berada di lingkungan kerja.
Adapun, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan memasukkan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama; melaksanakan edukasi kepada para pihak di tempat kerja; meningkatkan kesadaran diri; menyediakan sarana dan prasarana kerja yang memadai; serta mempublikasikan gerakan anti kekerasan seksual di tempat kerja.
“Oleh karenanya, pencegahan dan penanganan kekerasan seksual ini membutuhkan peran semua pihak, dan dalam Kepmenaker ini kami menegaskan kembali peran Satgas Pencegahan dan Penanganan KS di perusahaan yang berperan menyusun dan melaksanakan program dan kegiatan sesuai kebijakan perusahaan,” jelasnya.
Ida menambahkan, korban, keluarga korban, rekan kerja korban, dan pihak terkait dapat melaporkan tindakan kekerasan seksual secara daring dan luring kepada Satgas yang dibentuk di perusahaan, Dinas Ketenagakerjaan setempat, Kemnaker, ataupun Kepolisian.
Sedangkan penanganan dilakukan dengan pendampingan terhadap korban sesuai peraturan perundangundangan; pelindungan terkait pemenuhan hak-hak pekerja; serta sanksi oleh perusahaan dan sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan.
Adapun sanksi yang dapat diberikan perusahaan kepada pelaku tindak kekerasan seksual di tempat kerja dapat berupa surat peringatan; pemindahan atau penugasan ke divisi/bagian/unit kerja lain; mengurangi atau menghapus kewenangannya di perusahaan; pemberhentian sementara (skorsing); dan/ atau pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Kami juga meminta upaya pencegahan dan penanganan ini dilaksanakan secara serius dengan memastikan bahwa pengaduan tersebut ditangani dengan segera dan tanpa diskriminasi,” ujarnya.
Tidak Ada Toleransi
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri mengajak pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh untuk terus bersama-sama dengan pemerintah melakukan pencegahan pelecehan dan kekerasan seksual di tempat kerja.
"Mari kita terus gaungkan dan terapkan zero tolerance for sexsual harassment and sexual violence (tidak ada toleransi terhadap pelecehan seksual dan kekerasan seksual)," kata Indah Anggoro Putri.
Dirjen Putri mengatakan bahwa upaya memperjuangkan kesejahteraan pekerja tidak hanya terkait dengan materi atau uang, seperti Upah Minimum dan THR, tetapi juga bagaimana agar di tempat kerja tidak terjadi pelecehan dan kekerasan seksual.
"Uang itu penting, tapi saya harus terus mengedukasi kepada seluruh pekerja, pengusaha, dan pemerintah daerah bahwa yang namanya kesejahteraan pekerja itu, di atas uang ada berbagai hal lagi yang patut diperjuangkan, di antaranya pencegahan pelecehan dan kekerasan seksual," ucapnya.
Ia mengatakan bahwa pelecehan dan kekerasan seksual dapat terjadi di berbagai sektor usaha, terutama di industri padat karya yang didominasi oleh pekerja perempuan dengan pendidikan rendah.
"Ketidakmampuan untuk menolak, untuk mengadu, ketergantungan supaya kontrak kerja diperpanjang, akhirnya pekerja perempuan diam atau tidak melawan saat menjadi korban pelecehan. Itu fakta-fakta yang sering terjadi," ucapnya.
Ia mengemukakan bahwa Kemnaker sendiri telah menerbitkan sejumlah regulasi sebagai upaya mencegah terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual di tempat kerja, di antaranya Kepmenaker No. 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja.
Dalam Kepmenaker tersebut mewajibkan perusahaan untuk membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja yang beranggotakan dari unsur manajemen perusahaan dan perwakilan pekerja atau SP/SB.
"Jadi Satgas ini yang melindungi dan membawanya ke kepolisian kalau ada pekerja yang menjadi korban pelecehan atau kekerasan seksual, kenapa ke kepolisian, karena Kepmenaker ini berharmoni dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, di mana Undang-Undang ini mengatakan bahwa pelaku pelecehan atau kekerasan seksual bisa dipidanakan," ucapnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hariyadi B. Sukamdani menyampaikan Apindo sebagai wadah dunia usaha tentunya mengapresiasi dan menyambut baik atas terbitnya Kepmenaker Nomor 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja.
Apindo sudah sejak lama berkomitmen untuk membangun dunia kerja yang aman dan bebas dari pelecehan dan tindak kekerasan seksual, salah satunya menerbitkan Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan dan Pelecehan Seksual Bagi Pengusaha yang telah diperbaharui. Pedoman ini diterbitkan atas kerjasama Apindo bersama Kemnaker, Kemenpppa, Komnas Perempuan, dan ILO Jakarta pada Desember 2022.
"Apindo berprinsip, tempat kerja yang bebas dari pelecehan dan tindak kekerasan seksual merupakan salah satu persyaratan untuk membangun lingkungan yang setara dan tidak diskriminatif," ujarnya.
Ia melanjutkan, isu kekerasan seksual menjadi tantangan tersendiri bagi para pengusaha. "Terbitnya Kepmenaker Nomor 8 Tahun 2023 sebagai penguatan dari UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang sudah diundangkan. Kalau lihat data ILO (International Labor Organization) Agustus-September 2022 sekitar 70,81 persen pekerja pernah jadi korban.
Sebanyak 54 dalam Kepmenaker ditegaskan kembali peran Satgas Pencegahan dan Penanganan KS di perusahaan yang berperan menyusun dan melaksanakan program dan kegiatan sesuai kebijakan perusahaan. persen pelakunya atasan atau rekan kerja,” ungkapnya.
Ida Fauziyah mengakui pemberlakuan aturan baru ini dipicu oleh kasus yang dialami seorang pekerja kontrak di Cikarang. Dia diajak libur tinggal atau staycation oleh bos pabriknya dengan dalih untuk memperpanjang kontrak pekerja perempuan malang itu.
"Jadi kejadian ini menjadi sebuah trigger (pemicu) tapi sesungguhnya kita sudah agak lama punya komitmen tinggi apalagi setelah UU TPKS Nomor 12/2022. Mudah-mudahan ini bukan seperti fenomena gunung es. Mudah-mudahan ini tidak mewakili kondisi di tempat kerja," tutup Ida Fauziyah
BACA JUGA