Independensi Hakim Bukan Semena-mena, Tapi Bertanggung Jawab

Hasan, trustnews.id
Senin, 15 Juli 2024 | 13:22 WIB


Independensi Hakim Bukan Semena-mena, Tapi Bertanggung Jawab
TRUSTNEWS.ID,. - Independensi ini sendiri hakim sudah dijamin dalam pasal Pasal 24 UUD Tahun 1945 dan Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman. Menurutnya, negara yang berdasarkan hukum harus ada independensi kekuasaan kehakiman.

Independensi hakim ini prasyarat mutlak bagi tegaknya hukum dan keadilan. kebebasan hakim cerminan dari independensi kekuasaan kehakiman. Tapi bukan berarti kebebasan itu tanpa batas karena ada akuntabilitas, profesional, dan imparsialitas yang tetap harus dipegang. Misalnya hakim tidak dapat diintervensi dalam memutus perkara, tapi putusannya itu harus akuntabel (bisa dipertanggungjawabkan) dan bisa diukur (profesionalitasnya).

“Tapi sayangnya banyak yang salah mengartikan. Independensi hakim itu seolah-olah semena-mena” terang Djuyamto, Humas

PN Jakarta Selatan kepada Trustnews dalam sebuah wawancara khusus. Berdasarkan pemahaman Djuyamto, independensi hakim adalah bertanggungjawab. Kebebasan hakim dalam menurunkan putusan, tetap merujuk kepada keadilan yang telah digariskan Tuhan yang Maha Esa. Bahkan, ada batasan putusan hakim, yang tidak boleh mengabaikan ketentuan hukum, doktrin, asas-asas dan kaidah hukum.

Keputusan hakim juga merujuk pada sisi sosiologis, yang mana hakim juga hidup di tengah-tengah masyarakat, yang di dalamnya juga terkandung nilai-nilai keadilan. Sehingga keputusan hakim juga harus sesuai nilai-nilai keadilan sosial.

Kebebasan hakim ketika memutuskan suatu perkara terkadang banyak menemui kendala dari internal, seperti dari diri sendiri, pengaruh atasan maupun bawahan dan lain sebagainya, termasuk kendala eksternal.

“Jadi seorang hakim harus tahu hal apa saja yang kira-kira akan mempengaruhi independensinya itu,” tambahnya.

Diakuinya, independensi merupakan harga mati yang sudah tidak bisa ditawar lagi. Independensi juga punya pengaruh besar kepada kepercayaan publik, yang tentunya juga berimbas kepada eksistensi pengadilan.

Para pihak yang yang sudah tidak percaya pada hakim yang memutus perkara, dan apa yang sudah diputuskan akan menimbulkan kecurigaan, dan bagaimana agar public percaya? Tentu berkaitan dengan personality hakim itu sendiri.

Profesionalisme hakim juga bisa diukur dari caranya menjalankan hukum dengan baik dan benar. Sebab keadilan substansial akan tercapai jika prosedur keadilan bisa tercapai dengan baik, terutama melalui transparansi “Ketika hakim sudah memenuhi kelakuan yang baik, adil, dan transparan maka akan menimbulkan kepercayaan,” terang Djuyamto. (TN)