Inaplas Di Tengah Gempuran Barang Plastik Impor
Jumat, 09 Februari 2024 | 18:24 WIB
Dok, Istimewa
Midstream - polymer manufacture (Asahimas Chemicals, Ineos Petrochemical Indonesia, Lotte Chemicals Titan Nusantara, Mitsubishi Chemical Indonesia, Nippon Shokubai Indonesia, Arbei Styrindo, Impack Pratama Industri, Petro Oxo Nusantara, Polytama Propindo, Styrindo Mono Indonesia dan Trinseo Materials Indonesia).
Hingga, Downstream - Converters Producers (Penguin Indonesia, Inter Aneka Lestari Kimia, Cosmo Makmur Indonesia, Rusli Vinilon Sakti, Wavin Duta Jaya, Trias Sentosa, Ligokriyasa Group).
Secara keseluruhan menurut Fajar Budiono, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), ada 87 perusahaan yang tergabung dalam Inaplas dan uniknya Inaplas menaungi usaha dari hulu, intermediate sampai hilir.
"Kondisi unik Inaplas pasca perubahan struktur Pertamina menjadi subholding yang mengakibatkan beberapa holding yang berkaitan dengan BBM dan petrochemical bergabung di Inaplas," ujar Fajar Budiono kepada TrustNews.
"Hulunya ada 3 perusahaan, intermediate polymer bisa plastik, tekstil hingga basic chemicals kayak PET, polyester, liquid, glikol, dan lain sebagai bahan baku textile, farmasi dan lain-lainnya, saat ini di intermediate ada 15 fokus. Sedangkan di hilir ada plastik, seperti flexible packaging, tradisional packaging, packaging tersier dan modern packaging hingga houseware termasuk part otomotif," paparnya.
Khusus tersier packaging, menurutnya, Fajar mengatakan, mulai bergeser dari yang awalnya didominasi oleh barang-barang kesehatan. Namun saat ini, sudah mulai didominasi oleh sektor pertanian dan infrastruktur sudah mulai meningkat.
"Saat ini permintaan dari produk kemasan dari sektor lainnya seperti makanan-minuman hingga kemasan pun meningkat karena dipergunakan untuk packing paket belanja online," ujarnya.
“Tren online delivery sedang meningkat, bahkan meningkat dari pertengahan 2020 sampai awal 2022 ini, sehingga kebutuhan kemasannya juga tinggi. Adapun, saat ini, utilitas rata-rata pabrik kemasan di sektor hulu sudah berada di kisaran 85 persen," tambahnya.
Sebagai asosiasi, menurut Fajar, Inaplas tentu mendukung terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Dengan harapan, kebijakan ini akan melindungi serbuan impor bahan baku dan produk jadi plastik, sehingga industri hulu dan hilir plastik dapat berkembang bersama. Jumlah lartas bahan baku plastik sebanyak 12 kode HS (Harmonized System), sedangkan produk hilir terdapat 140 HS.
"Inaplas akan mengawal agar permendag ini bermanfaat bagi industri plastik dan tidak disalah gunakan pihak yang tidak berhak. Inaplas meminta agar dalam pelaksanaan kebijakan ini tidak mengganggu operasional pabrik dan tidak menyebabkan kelangkaan bahan baku plastik,” ujarnya.
Dia juga mengingatkan, agar pelayanan perizinan diberikan sesuai jadwal, sehingga tidak mengganggu proses perencanaan produksi. Saat ini produk impor sudah sangat besar dan telah mengganggu keberlangsungan produksi dan menurunkan utilisasi pabrik.
Apalagi, keadaan pasar domestik yang masih rentan dibobol banjir barang impor dari China. Sementara itu, perlindungan untuk impor barang plastik masih minim.
"Karena banjir produksi dari China, barang jadinya yang turun daya saing jadi ini benar-benar tipis dan kalau nggak hati-hati bisa rugi," ungkapnya. Ini melihat kondisi industri kini tengah dihadapi dilema kenaikan ongkos produksi imbas bahan baku yang melonjak.
Namun, di sisi hilir tidak dapat meningkatkan harga jual lantaran polemik banjir impor China. Kondisi ini membuat langkah ekspansi pelaku usaha tertahan.
"Saat ini impor barang jadi plastik selalu mengalami kenaikkan diperkirakan tahun 2023 di atas 1 jutaan atau setara US$2 milyar, ini harus kita jaga. Ini barang masuknya bisa barang jadi atau barang setengah jadi," urainya.
Kondisi ini menyebabkan, beberapa pengusaha lebih memilih mengalihkan investasi ke produk lain. Sementara, beberapa proyek yang sudah terlanjur berjalan masih dipastikan on track.
"Proyeksi kinerja 2024 untuk industri plastik disebut masih berat dan tidak jauh berbeda dengan tahun 2023 lalu. Hal ini lantaran belum adanya kepastian perlindungan produk plastik dari serbuan barang impor," pungkasnya
BACA JUGA