Harapan GPPI, Harga TBS Sawit Kembali Merangkak Naik

Hasan, trustnews.id
Senin, 15 Januari 2024 | 16:28 WIB


Harapan GPPI, Harga TBS Sawit Kembali Merangkak Naik
Dok, Istimewa
TRUSTNEWS.ID - Harga jual Tandan Buah Segar (TBS) Sawit yang dihasilkan dari panen petani sawit, khususnya di Kalimantan Barat (Kalbar) kian menurun. Penurunan harga jual minyak sawit mentah atau CPO telah terjadi sejak akhir tahun 2022 silam. Para peramal harga CPO, juga sudah memberikan perkiraan akan adanya tren penurunan harga jual CPO Tahun 2023 ini. Dan ternyata benar saja.

Berbagai upaya, juga sudah dilakukan sejak awal tahun 2023, dimana pembatasan kuota ekspor melalui mekanisme Domestic Market Obligation (DMO) yang dilakukan Pemerintah Indonesia demi menjamin pasokan minyak goreng murah bagi masyarakat, memiliki tujuan lain pula, yaitu sebagai pembatasan jumlah besaran ekspor CPO.

Merujuk kepada hukum pasar, apabila keberadaan jumlah barang terbatas, maka harga jual barang akan cenderung naik mengikuti permintaan pasar. “Saya sangat berharap kedepan harga TBS jauh lebih baik, seperti halnya di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang mampu mencapai Rp.3000 per kilogram. Saya juga punya perkebunan 15 hektar, kalau harganya masih 1000 nah itu susah, kalau sekarang harga pupuk juga naik mahal. Sejak zaman Jokowi tidak ada subsidi pupuk dan susah didapatkan itu masalahnya,” tandas Slamet Sekretaris Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI) Kalbar kepada Trustnews belum lama ini.

Saat ini diakui Slamet situasinya sangat sulit sekali harga TBS Sawit hanya dibandrol sekitar Rp 1000 sampai dengan Rp 2000, sehingga agak meyulitkan petani untuk bisa bertahan hidup. “TBS yang kita jual ke perusahaan kontraknya per 1 tahun. Sebelumya di jaman SBY hasil yang diperoleh petani swadaya sangat baik untuk kehidupan mereka,”terang Slamet.

Pusat Data Bisnis  (PDBI) juga menganalisa beberapa hubungan sebab akibat melemahnya harga TBS Di antaranya, dibeberapa negara tujuan ekspor, yang mengalami penurunan permintaan CPO dan produk turunannya. Seperti permintaan pasar Cina atau Tiongkok sebagai negara tujuan ekspor terbesar kedua setelah India. Keberadaan perekonomian Cina mulai mengalami perlambatan sejak akhir Tahun 2022 lalu, lantaran banyak negara konsumen produk Cina telah menurunkan permintaannya.

Alhasil, perekonomian Tiongkok ikut mengalami perlambatan. Sehingga secara otomatis, konsumsi dan permintaan impor juga ikut menurun. Hukum sebab dan akibat melekat pada kondisi ekonomi Tiongkok saat ini. Pengaruh besar juga dihadapi perdagangan CPO dan produk turunannya, lantaran permintaan pasar Tiongkok menurun, maka pasokan CPO yang meningkat, menyebabkan stok dalam negeri bertambah.

Fakta berikutnya, bisa dilihat dari hasil penjualan perusahaan kelapa sawit yang sudah berlabel Terbuka (Tbk), pada laporan kuartal pertama Tahun 2023, hampir semua perusahaan publik ini, melaporkan hasil penurunan penjualan, yang bersumber dari turunnya jumlah produksi CPO dan turunnya harga jual CPO. (TN)


BACA JUGA