Halim Kalla Dan Obsesi Kendaraan Listrik
Minggu, 14 Januari 2024 | 12:45 WIB
Dok, Istimewa
"Saya mengembangkan mobil listrik ini sudah dari tahun 2010 akan tetapi saat saya melihat mobil EV di negara lain," ujar Halim Kalla kepada TrustNews.
Saat itu katanya, negara-negara di Eropa tumbuh semangat yang sama soal EV meski masih setengah hati untuk meninggalkan engine BBM. Mengingat investasi yang dikeluarkan sangat besar untuk riset dan lainnya, jika harus merombak semua produksi dengan menggunakan tenaga listrik.
"Kalau saya sih percaya listrik akan lebih banyak memegang peranan ke depan, karena bagaimanapun manusia ingin lebih bersih, senyap dan lebih simple. Mobilitas orang lebih mudah, dan membangun mobil listrik itukan dibutuhkan baterai," ungkapnya.
Persoalan baterai pada EV juga menjadi kendala utamanya saat itu. Ini dikarenakan daya tahan baterai belum kuat. Hanya saja, tuntutan masyarakat akan lingkungan yang bersih, pemanasan global dan keluarnya kebijakan bersama soal pengurangan emisi. Membuat produsen kendaraan mulai serius terhadap EV.
"Saya keliling ke Jerman, Korea dan China untuk mempelajarinya, namun untuk beli teknologinya sangat mahal," ujarnya.
"China itu tidak jual sistem tapi dia jual komponen, saya beli desain tapi saya tidak berhasil mengeksekusinya. Akhirnya saya desain sendiri dengan langkah awal memulainya adalah dengan mengcopy paste dulu baik dari China, Korea dan Jerman,' tambahnya.
"Saya bongkar. Saya pelajari setiap komponennya. Kemudian saya beli untuk mengetahui apa saja yang diperlukan oleh mobil listrik. Akhirnya saya beli mesin dari china, karena dia lebih dulu melakukan revolusi listrik," paparnya.
Dari hasil 'ngoperek' itulah lahir 3 kendaraan listrik dari tangannya, meski masih dalam bentuk prototipe. Ketiganya itu diberi nama Smuth, Erolis dan Trolis.
Smuth EV mengusung model pikap dengan motor listrik berdaya 7,5 kw. Sementara, baterainya menggunakan lithium ion berkapasitas 15,4 kwh.
Erolis mengadopsi bentuk passenger car berukuran mini macam Wuling Air EV. Ia menggunakan motor listrik berdaya 4 kw, yang dipadukan dengan baterai lithium ion berkapasitas 7,6 kwh.
Trolis punya bentuk layaknya motor tiga roda. Menggunakan motor listrik berdaya 5 kw, dengan baterai lithium ion berkapasitas 7,6 kwh.
"Jadi Haka Motor ada 3 EV yakni mobil, EV, mesin sampah, EV dan airport support equipment. Mesin processing sampah di Indonesia ini sangat banyak, jadi alhamdulillah saya berhasil membuat mesin dengan kualitas yang baik dan nol emisi, bersih dan harga produksi yang murah,' ujarnya.
Haka mengaku kalau keinginannya untuk membangun kendaraan hasil karya Tanah Air sangat besar. Maka itu dirinya mengajak anak-anak muda untuk ikut serta dalam mendesain, merakit dan memproduksi mobil listrik. Semua ia lakukan dari nol.
"Mereka (karyawan) belum pernah bekerja di manapun, fresh graduate, namun memiliki potensi dan skill yang menurut saya sangat mumpuni," imbuhnya.
Tak hanya memiliki keahlian secara teknis, menurut Halim, mereka memiliki kemampuan beradaptasi yang tak kalah baik di bidang otomotif. Contohnya dalam hal menciptakan desain untuk produk mobil Haka Motors.
"Lihat saja, misalnya tipe Erolis (kuning), kami adaptasi dengan bumper dan lampu utama yang sedang trendi desainnya. Ini masih bentuk kasar atau bisa dibilang prototipe, nanti hasil akhirnya bisa dilihat 2 tahun lagi sekaligus pemesanan," ujar pria kelahiran 1 Oktober 1957 di Makassar itu.
Haka juga menegaskan bahwa dirinya sedang mengembangkan tenaga pembangkit listrik air, angin, dan geothermal, Kita tinggal menunggu approval dari PLN saja.
'Bisnis saya ke depan ini akan berfokus ke energi terbarukan untuk angin, air dan geothermal ini sudah kami jalankan di tahun ini," tambahnya.
Pilihannya untuk fokus ke green energy dikarenakan manusia setiap saat memproduksi sampah, namun kerap lupa untuk mengolah kembali sampah yang dihasilkan, sehingga masalah sampah kerap menimbulkan salah.
"Kami mengatasi sampah, maka kami mengerjakan ini jadi semua yang mengandung sustainable green energy kita jalankan," ujarnya.
Namun diakuinya tantangan besar yang dihadapi adalah SDM. Ini karena Haka Group tumbuh dan besar dari saya. Sementara perubahan teknologi bersih sudah berubah sangat cepat. Ini yang harus kita kejar," ujarnya.
"untuk SDM-nya ini menjadi kesulitan bagi saya karena apa yang ada di Haka Group ini benar-benar berasal dari saya. Saya selalu mengusahakan untuk hire orang lokal kayaki ahli-ahli orang Indonesia bukan orang luar," pungkasnya.
BACA JUGA