Batara Energi Indonesia Berawal Dari Bantu Teman

Hasan, trustnews.id
Selasa, 14 November 2023 | 00:07 WIB


Batara Energi Indonesia Berawal Dari Bantu Teman
Dok, Istimewa
TRUSTNEWS.ID,. - Berawal dari tawaran seorang teman untuk dibuatkan Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di rumahnya di bilangan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor. Akhirnya, keterusan dengan mendirikan perusahaan yang tak juh-jauh dari PLTS dengan nama PT Batara Energi Indonesia (BEI)

Mengambil posisi sebagai perusahaan startup di bidang energi terbarukan, BEI yang mulai beroperasi tahun 2020 ini berfokus pada energi surya sebagai EPC (Engineering, Procurement dan Construction). Yakni, badan usaha pemegang IUJPTL (Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik) yang melaksanakan proses tahapan desain atau perancangan sistem yang akan dibangun dan pengadaan atau pembelian barang yang dilanjutkan dengan membangun konstruksi perancangan tersebut di bidang ketenagalistrikan.

Ilham Rizqi Sasmita, CEO Batara Energi Indonesia, mengatakan, Indonesia memiliki karunia sinar matahari yang berlimpah. Hampir di setiap pelosok Indonesia, matahari menyinari dari pagi hingga sore.

Energi matahari yang dipancarkan dapat diubah menjadi energi listrik dengan menggunakan solar cells panel. Pembangkit listrik tenaga surya adalah ramah lingkungan dan sangat menjanjikan, sebagai salah satu alternatif energi terbaru.

"Melihat peluang ini maka BEI terus melaju dalam memberikan pelayanan dan bisnis yang terbaik bagi para customer, menyambut masa depan yang lebih baik," ujar Ilham Sasmita kepada TrustNews.

Sebagai negara berbentuk kepulauan, menurutnya, Indonesia sudah merasakan dampak dari perubahan iklim dengan meningginya permukaan air laut dan sejumlah wilayah di pantai utara Jawa yang dulunya merupakan wilayah pemukiman kini tenggelam oleh air laut.

"Ini sudah terjadi dampak dari pemanasan global, kita sudah menyadari dengan mengurangi penggunaan bahan bakar konvensional dan berpindah menggunakan sumber energi terbarukan salah satunya tenaga surya," ungkapnya. ]

Hanya saja kita tidak bisa menyetop 100 persen penggunaan bahan bakar berbasis fosil dan sepenuhnya menyandarkan pada energi terbarukan. Tinggal bagaimana aturan mainnya, karena energi terbarukan bukan hanya sebatas tenaga surya, tapi juga tenaga angin, arus air, proses biologi dan panas bumi.

"Tantangan yang menurut kami nggak bisa diatasi saat ini itu masalah regulasi dan kejelasan aturan. Kita acuannya Permen SDM nomor 26 tahun 2021 yang mengatur tentang VLTSA. Di situ sudah jelaskan tentang kapasitas yang diperbolehkan berapa terus kemudian koefisien ekspornya jadi 100 persen dan lain-lain tapi di lapangan itu tidak jalan, karena dihambat," ujarnya.

"Jadi aturan yang resminya bagaimana, tapi di lapangan yang tidak resminya bagaimana," tambahnya, membuat investor ragu untuk mengambangkan PLTS di Indonesia. Dampaknya, perusahan EPC ikut terpengaruh. Karena proyek-proyek yang tadinya mau masuk dari luar negeri akhirnya mundur," paparnya.

Kemudian ketidakjelasan aturan main, menurutnya, kondisi ini melahirkan keraguraguan yang berujung maju mundurnya suatu pekerjaan akan siapa yang bertanggungjawab bila ke depan ada terjadi masalah.

Selain dari luar hal tersebut, menurutnya tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan PLTS yang rendah. Hal ini disebabkan 3 hal yakni ketersediaan pasokan, infrastruktur, serta keterjangkauan harga (affordability).

"Masyarakat belum melihat benefit setelah mereka memasang PLTS di rumahnya. Jadi kalau kita memasang PLTS itu yang pertama ada kesalahpahaman. Dikiranya kita lagi masang water heater. Jadi masyarakat itu belum bisa membedakan antara solar panel sama water heater," pungkasnya.