Menikmati Islam, Bukan Sekadar Membaca Tapi Merasakannya
Kamis, 25 Juli 2019 | 14:18 WIB
Pengajian "Menikmati Islam" yang dilaksanakan Di CIMB Niaga Jakarta.
Rabu merupakan hari yang baik dalam mengawali sebuah kegiatan. Hal ini berlaku juga bagi pembukaan pengajian "Menikmati Islam" yang dilaksanakan Di CIMB Niaga Jakarta.
Acara yang diisi oleh KH. Mustain Syafii salah seoarang mufassir kontemporer dan KH. Luqman Hakim seorang tokoh agama di Ibu Kota tersebut dihadiri oleh berbagai orang dengan latar belakang berbeda namun sama-sama bertujuan ingin menikmati Islam.
Dalam mengawali diskusi, dijelaskan terlebih dahulu mengenai awal mula "Wahyu" turun. Wahyu yang pertama kali muncul adalah Surat Al Alaq "iqro" yang artinya bacalah, kata iqro menurut KH. Mustain Syafii mengandung makna universal berbeda dengan kata tilawah yang mengandung arti tekstual. Maka istilah yang dipakai dalam lomba baca Alqur'an adalah tilawatil Quran bukan qiroatil Quran.
Menurutnya Islam juga memiliki nilai Yang universal tidak semata-mata tentang cara beribadah dengan Tuhan namun juga cara beribadah dengan makhluk Tuhan.
Lebih lanjut KH. Luqman Hakim juga memberikan penjelasan bahwa Nabi menggigil saat pertama kali diberi Wahyu bukan Karena takut melihat sosok malaikat Jibril sebagaimana tafsiran-tafsiran yang keliru karenanya tidak mungkin seorang Nabi takut melihat malaikat. Menurut KH. Luqman Hakim, Nabi menggigil lantaran dari ujung rambut kepala hingga ujung kaki Nabi merasakan kehadiran Alloh, merasakan kalamulloh dan saat itu pula Nabi dibukakan hakikat tentang semua yang ada di dunia dan akhirat.
Kemudian Nabi mengucap "ana la iqro'" bukanlah berarti Nabi tidak bisa membaca, karena sejatinya Rasululloh merupakan orang paling pintar dan paling mulia di alam semesta. Adapun perkataan Nabi tersebut berarti Nabi tidak mampu menerima wahyu sekaligus dalam satu waktu.
Kemudian dilanjutkan bahwa wahyu yang turun menjadi Alquran adalah sebuah hikmah, dimana menurut Ibnul Arobi seorang ulama ahli fiqh mengatakan surat ahkam (ayat Yang berhubungan dengan hukum) di Alquran hanya 150 - 400 ayat, sisanya adalah mengenai cerita nubuwah yang mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan. Cerita tentang kisah bagaimana manusia diberi cobaan sakit, diberi cobaan dibenci oleh keluarga hingga tentang cobaan tahta, harta, dan wanita. Jadi sebagian besar ayat Alquran menjelaskan tentang gambaran bagaimana hikmah kehidupan di duinia.
Menurut penulis sendiri Islam tidak harus dimaknai secara rigid sebatas tentang pahala dan dosa atau kebaikan dan keburukan. Itu hanya akan membuat orang ber Islam karena takut dengan neraka, takut dengan justifikasi orang lain, dan lain sebagainya. Islam haruslah dimaknai secara lebih rileks dimana Islam adalah agama pembawa kebahagiaan (farh) dimana orang memeluk Islam karena cinta dengan ajaranya. Maka setiap orang yang bahagia dalam mengamalkan perintah Tuhannya sehari hari disitulah ada nilai-nilai Islam.
Kemudian di penutup acara diceritakan mengenai kisah yang sangat menarik tentang apa yang dilakukan Sayyidina Ali saat perang. Saat hendak mengeksekusi musuhnya beliau diludahi musuhnya tersebut. Bukannya langsung mengeksekusi, Sayyidina Ali malah melepaskanya dan menyuruh tahanannya pergi. Logikanya seorang yang diludahi akan marah dan menghajar yang meludahi (itu kalau kita) hehehe. Namun Sayyidina Ali berbeda beliau sadar betul jika mengeksekusi musuhnya saat marah itu adalah hawa nafsu bukan pembelaan terhadap Tuhan.
Maka menjadi renungan bagi kita jika kita meneriakkan "AllahuAkbar" dengan hawa nafsu dan keinginan untuk mencapai sesuatu sejatinya itu bukanlah pembelaan terhadap Tuhan namun pembelaan terhadap hawa nafsu. (Wallahu A'lam)
BACA JUGA