Laku Lancung Suap Perda
Kamis, 18 Juli 2019 | 12:34 WIB
Bupati Wahyumi saat ditangkap KPK
Penangkapan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap pemberian izin lokasi untuk rencana reklamasi di Kepulauan Riau, pada Rabu (10/7). Menjadikannya kepala daerah ke tiga yang terjaring OTT hingga Juli 2019. Dua nama sebelumnya Bupati Mesuji Khamami dan Bupati Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip
Khamami menjadi kepala daerah pertama di tahun 2019 yang terjaring KPK pada Kamis (24/1). Penangkapan di tengah malam itu terkait kasus suap proyek infrastruktur di Kabupaten Mesuji.
Khamami diduga menerima suap dari perusahaan yang menggarap proyek di wilayah tersebut. Khamami diduga menerima Rp 1,28 miliar dari Sibron melalui sejumlah perantara. Uang itu diduga merupakan fee pembangunan proyek infrastruktur di Mesuji.
Tiga bulan kemudian, KPK menangkap Bupati Sri Wahyumi Maria Manalip pada 30 April 2019 di kantornya dalam kasus dugaan suap revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo. Sri diduga meminta fee 10 persen dari proyek yang bernilai sekitar Rp 6 miliar itu.
Tak berapa lama kemudian, Nurdin Basirun di tangkap KPK dengan menyita SGD 6.000. Duit itu diduga bukan penerimaan pertama.
Dari tiga kasus di atas, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyesalkan terjadi praktik suap izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018/2019 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan. KPK menyatakan praktik suap seperti ini sudah berkali-kali terjadi di daerah.
"KPK masih menemukan kepala daerah yang menerima suap untuk penerbitan peraturan daerah yang akan menguntungkan pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/7).
KPK, lanjut Basaria, juga menyesalkan ketidakpedulian terhadap pengelolaan sumber daya alam yang bisa menimbulkan kerusakan lingkungan dengan nilai kerugian yang tidak sebanding dengan investasi yang diterima. "KPK mencermati kasus ini, karena salah satu sektor yang menjadi fokus adalah korupsi di sektor sumber daya alam," ujarnya.
Kasus tersebut, kata dia, juga menambah deretan jumlah kepala daerah dan jajaran di bawahnya yang kasusnya diproses oleh KPK dengan berbagai modus korupsi. "Hingga saat ini, KPK sudah menangani 107 kasus terkait kepala daerah," kata Basaria.
Menurut dia, perizinan juga menjadi salah satu fokus dalam Strategi Nasional Pencegahan Korupsi yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo. "Seperti yang kita ketahui bersama, Stranas Pencegahan Korupsi memiliki tiga fokus sektor perizinan dan tata niaga, keuangan negara, serta penegakan hukum dan reformasi birokrasi," kata Basaria.
Pembenahan perizinan itu, kata dia, diharapkan bisa memberikan kesempatan pengembangan investasi di daerah dan bukan menjadi ajang mengeruk keuntungan untuk kepentingan tertentu. Selain itu, Basaria juga mengungkapkan bahwa dalam proses pemeriksaan yang berjalan disampaikan juga alasan investasi.
"Hal ini kami pandang lebuh buruk lagi jika alasan investasi digunakan sebagai pembenar dalam melakukan korupsi. Apalagi kita memahami, investasi akan berarti positif bagi masyarakat dan lingkungan jika dilakukan dengan prinsip-prinsip keterbukaan dan "good governance". Investasi semestinya dilakukan tanpa korupsi dan tidak merusak lingkungan," ujar Basaria.
Sementara itu, KPK mengaku tahun 2018 menyebut jumlah operasi tangkap tangan yang dilakukan terbanyak dalam sejarah sejak lembaga antirasuah itu berdiri. Tercatat 28 operasi tangkap tangan dan menetapkan 108 orang sebagai tersangka.
Bagian penindakan KPK pada tahun ini memang cukup sibuk. Dalam kurun setahun, komisi genap mengerjakan 157 penyelidikan, 178 penyidikan, 128 penuntutan, dan 102 eksekusi atas putusan pengadilan.
Adapun perkara yang paling sering ditangani pada tahun ini adalah penyuapan sebanyak 152 perkara, disusul oleh pengadaan barang atau jasa sebanyak 17 perkara, dan pencucian uang sebanyak 6 perkara.
Kemudian berdasarkan tingkat jabatan, anggota legislatif menempati porsi terbanyak yang berurusan dengan KPK. Setidaknya ada 91 perkara yang melibatkan anggota DPR/DPRD. Sementara di tataran eksekutif, ada 28 perkara yang melibatkan 29 kepala daerah aktif dan 2 mantan kepala daerah.
Sejumlah kepala daerah itu Gubernur Jambi Zumi Zola, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra, Wali Kota Malang Moch Anton, Wali Kota Blitar M Samhudi Anwar, Wali Kota Pasuruan Setiyono, Bupati Hulu Sungai Tengah Abdul Latif, Bupati Kebumen M Yahya Fuad, Bupati Jombang Nyono Wiharli Suhandoko, dan Bupati Ngada Marianus Sae.
Selain itu, Bupati Subang Imas Aryuminingsih, Bupati Lampung Tengah Mustafa, Bupati Kepulauan Sula Ahmad Hidayat Mus, Bupati Bandung Barat Abu Bakar, Bupati Mojokerto Kamal Pasha, Bupati Bener Meriah Ahmadi, Bupati Lampung Selatan Zainuddin Hasan, Bupati Malang Rendra Kresna.
Kemudian Bupati Bekasi Neneng Hasanah, Bupati Bengkulu Selatan Dirwan alias Dirwan Mahmud, Bupati Buton Selatan Agus Feisal Hidayat, Bupati Purbalingga Tasdi, Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, dan Bupati Jepara Ahmad Marzuq.
Dari semua penanganan perkara tersebut, total sudah Rp500 miliar lebih yang berhasil disumbangkan oleh KPK kepada negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sebanyak Rp44,6 miliar di antaranya dihasilkan dari hasil lelang barang sitaan dan rampasan perkara.
OTT teranyar dilakukan KPK terhadap sembilan orang di kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Selasa (18/12) malam. Mereka yang tertangkap diduga terlibat dalam kasus pencairan dana hibah Kemenpora kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). (TN)
BACA JUGA