Jalan Mendaki Agronesia
Kamis, 09 Maret 2023 | 10:28 WIB
Dok, Istimewa
Bangkit dari keterpurukan. Sempat mengalami masa keemasan, meluncur turun, sempat naik dengan meraih sedikit keuntungan dan kembali dalam posisi bagai bunyi peribahasa 'malu berkayuh perahu hanyut'.
Agar 'hanyut' tak makin jauh, upaya mengayuh perahu dilakukan. Begitulah PT Agronesia (Perseroda) dalam upayanya untuk kembali menghidupkan mesin-mesin produksinya dan menjadi pencetak deviden bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Agronesia pernah menjadi salah satu BUMD besar di Jabar. Dan, kami lagi berupaya untuk Kembali ke sana," ujar Ir. M. Deddy Gamawan ST., MM, IPM, Direktur Utama PT. Agronesia penuh optimis kepada TrustNews.
Hal itu diwujudkan kerja sama dengan sejumlah institusi di sepanjang 2022. Antara lain, Pusat Riset Material Maju Organisasi Riset Nanoteknologi dan Material Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Politeknik ATK Yogyakarta, LinkAja dan Gajicermat.
Penggunaan Link Aja merupakan usaha Agronesia untuk beralih dari pembayaran manual menjadi digital. Menurutnya, pembayaran secara manual rawan terjadi kebocoran, rawan lupa pencatatan, rawan uang palsu, serta rawan kejahatan saat operasional dalam menagih dan membayar.
Dijelaskan Dega, panggilan akrabnya, kerjasama dengan BRIN sebagai upaya Agronesia melalui INKABA (unit usaha di bidang rubber industri) untuk berhubungan langsung dengan industri terkait barang olahan karet.
"Kita akan mulai direct masuk ke industri-industri, bukan lagi menjadi subcontract. Makanya kami paralelkan kerja sama dengan BRIN dan lembaga pendidikan untuk meningkatkan kemampuan serta kualitas karet yang dihasilkan INKABA," ujarnya.
"Jujur kita harus kerja sama dengan BRIN, karena BRIN lah yang bisa mengatur formula-formulanya, campuran-campurannya karet. Inilah yang kita butuhkan, nanti BRIN yang menyampaikan kepada kita dan nanti kita olah. Jadi formulanya dari BRIN," paparnya.
Begitu juga dengan ATK Yogyakarta, menurutnya, lebih kepada peningkatan sumber daya manusia Agronesia. Mengingat secara prosentase, SDM berusia 40-50 tahun sekitar 50 persen, di atas 50 tahun 30 persen dan usia di bawah 40 tahun sekitar 20 persen.
Secara blak-blakan, Dega mengatakan, masalah SDM baik di BUMN maupun BUMD adalah hal yang paling krusial. Kebiasaan bahwa saya akan digaji di akhir bulan,baik itu berkontribusi atau tidak berkontribusi masih menjadi budaya.
"Kami di Agronesia mencoba untuk mengubah mindset bahwa tiap akhir bulan gajian dengan mengubah budaya kerja bahwa setiap karyawan harus memberikan kontribusi sebesar-besarnya. Artinya kontribusinya pada kontribusi pendapatan karena bagaimana perusahaan bisa memberikan gaji bila perusahaan tidak memiliki pendapatan yang cukup," paparnya.
Sebagai informasi, Agronesia diawali dari penggabungan beberapa eks nasionalisasi perusahaan milik Belanda pada tahun 1959 dan berada dibawah pengelolaan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, serta terus berkembang hingga saat ini dengan cakupan wilayah operasional di seluruh Indonesia.
Perusahaan ini bergerak melalui tiga unit usahanya, yakni Perusahaan yang bergerak pada bidang Industri barang teknik karet (Inkaba), Industri Es (Sari Petojo), Industri Makanan dan Minuman (BMC).
Adapun kerjasama dengan LainkAja dan Gajicermat, menurutnya, upaya transformasi agronesia dari manual ke digitalisasi.
BACA JUGA