Hilirisasi Bauksit Menjadi Alumina

TN, trustnews.id
Sabtu, 18 Mei 2019 | 06:16 WIB


Hilirisasi Bauksit Menjadi Alumina
Stevi Thomas, Direktur External Relations PT WHW AR
Pertama di Indonesia dan kapasitas produksi terbesar di Asia Tenggara, begitulah keberadaan PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW AR)  dalam kiprahnya di pertambangan bauksit di Kabupaten Ketapang. 

Kalimantan Barat, sebuah provinsi yang memiliki cadangan bauksit 0,84 miliar ton dari total cadangan nasional 1,26 miliar ton atau 66,77% cadangan bauksit  nasional berada di Kalbar. Sedangkan sumber daya bauksit nasional sebanyak 3,61 miliar ton.
Melihat potensi sumber daya alam yang begitu besar, keberadaan WHW menjadi strategis dalam upaya pemerintah melakukan hilirisasi melalui UU No. 4 tahun 2009 tentang Minerba. Ketentuan mengenai peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian bijih mineral di dalam negeri.
Direktur External Relations WHW AR, Stevi Thomas, mengatakan pemerintah memberi batas waktu lima tahun bagi perusahaan untuk membangun smelter sejak undang-undang tersebut diundangkan. Harita Grup menyikapinya dengan melakukan  berbagai tahapan dalam proses membangun smelter sejak tahun 2011.
“Kalau beberapa perusahaan masih sibuk dengan keberadaan smelter,  WHW terhitung sudah tiga tahun produksi karena kami sudah melakukan produksi pertama kali Juni 2016 di Ketapang, Kalimantan Barat,” ujar Stevi kepada TrustNews.
Sebagaimana diketahui, Harita Grup memulai pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit menjadi alumina di Kabupaten Ketapang, Januari 2013. Pembangunan ini menelan investasi hingga sebesar US$ 2,2 miliar. Sumber pendanaan untuk proyek ini, sebesar 30% berasal dari induk usahanya Harita Group, sebesar 10% dari Winning Investment Company dan 60% dari China Hongqiao Group Ltd.   
Pada April 2016, pembangunan tahap I pabrik pengolahan (smelter) bauksit menjadi alumina senilai US$1,15 miliar atau sekitar Rp14 triliun terselesaikan. Smelter tersebut dibangun di Dusun Sungai Tengar, Desa Mekar Utama, Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
“Sejak awal semangat WHW itu sejalan dengan pemerintah terkait keberadaan smelter, sehingga Juni 2016 dan di Agustus sudah melakukan ekspor perdana. Dua tahun kemudian, tepatnya 2018 para pemegang saham sudah mengkaji untuk meningkatkan kapasitas produksi dari 1 juta menjadi 2 juta,” paparnya. 
Di sisi lain, Stevi juga menjelaskan keberadaan WHW AR dan posisinya di tengah-tengah masyarakat Ketapang, khususnya tenaga kerja. Berdasarkan data yang dibeberkan per Desember 2018 tercatat 2.921 tenaga kerja di WHW, dari total tersebut sebanyak 2.073 tenaga kerja berasal dari Ketapang dan sekitarnya atau sekitar 79%.
“Jumlah serapan tenaga kerja lokal sangat luar biasa hampir 79% dari total tenaga kerja yang ada di WHW. Kami juga mempekerjakan tenaga kerja asing, namun di sektor-sektor yang memang membutuhkan tingkat keahlian yang tinggi sebab WHW menerapkan komputerisasi, jumlah tidak banyak sekitar 304 orang dari China,” paparnya sambil menyebut penyerapan tenaga kerja lokal menjadi pagar sosial bagi masyarakat. 
Begitu juga dengan Kegiatan Corporate Social Resonsibility (CSR) , Stevi mengatakan, untuk program CSR ini PT WHW menyediakan anggaran pada tahun 2018 sekitar Rp2,65 miliar untuk community development dan Rp1,867 miliar untuk community relations.
Kesemuanya dilakukan WHW tentu mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 41 Tahun 2016 tentang Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Program PPM WHW mencakup beberapa bidang yaitu bidang kesehatan dan pendidikan,  sosial budaya, infrastruktur, kemandirian ekonomi, dan kelembagaan komunitas masyarakat dalam menunjang kemandirian ekonomi.
Berbicara komposisinya, pendidikan dan kesehatan sebesar 23%, sosial budaya 13%, Infrastruktur 25,3%, kemandirian ekonomi 20,8% dan kelembagaan masyarakat dan program lainnya 17.9%.
"Pendidikan misalnya, pada 2018 WHW fokus perbaikan SD di daerah Kendawang dan dibeberapa lokasi lainnya, termasuk infrastrukturnya, bangku-bangku dan alat tulisnya mulai dari PAUD sampai SMA termasuk guru-gurunya kami berikan bantuan,” paparnya. 
Begitu juga dengan bidang-bidang lain, WHW terlibat aktif dalam bidang kesehatan dalam kaitannya dengan Posyandu dengan memberikan bantuan berupa kacang hijau, susu dan telur.
“Kelihatannya kecil tapi itu kami lakukan secara rutin dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Tidak hanya balita, para lansia juga ada bantuan,” ujarnya. 
Di bidang kemandirian ekonomi,  PT WHW telah memberikan bantuan kepada 16 KK bantuan alat tangkap bagi nelayan Sungai Tengar,  10 KK bantuan alat tangkap Nelayan RI1 luar Desa Pagar Mentimun,  dan pelatihan manajemen usaha tani bagi warga Desa Mekar Utama.
Di bidang infrastruktur, PT WHW telah melakukan penanganan abrasi pantai bagi 351 KK di Sungai Tengar, memberikan material bangunan bagi 164 jamaah Masjid Sungai Gantang, dan rehab jalan Provinsi bagi dua ribu pengguna.
“WHW pun menggandeng pihak kepolisian untuk melakukan kampanye tertib lalu lintas, kami juga tidak ingin kemakmuran yang dinikmati masyarakat berakibat pada tingginya angka kecelakaan. WHW beroperasi di Ketapang berharap dapat berjalan dengan aman dan tentunya tidak mengganggu lingkungan,” pungkasnya. (TN)