Pemulihan Ekonomi Wonosobo Usai Pandemi

Hasan, trustnews.id
Minggu, 16 Oktober 2022 | 10:46 WIB


Pemulihan Ekonomi Wonosobo Usai Pandemi
Dok, Trustnews/Istimewa
TRUSTNEWS.ID - Dampak Virus Corona bukan hanya berpengaruh pada kondisi perekonomian masyarakat, tapi juga lambat laun akan mempengaruhi kemampuan masyarakat untuk memperoleh pangan yang cukup.
Ragam kebijakan yang membatasi pergerakan, secara langsung memberi pengaruh berkurangnya akses masyarakat dalam memperoleh pangan. 

Tidak hanya terhadap akses pangan, pandemi dan kebijakan pembatasan turut memberi pengaruh besar terhadap kondisi pariwisata. Jumlah wisatawan yang datang berkurang drastis, bahkan ke titik nol. 
Kondisi tersebut menimbulkan efek domino yang panjang di sektor ekonomi kreatif. Seperti bisnis transportasi, perhotelan, industri hiburan, kuliner, usaha UMKM dan industri lainnya.

Banyak pelaku usaha dari industri pariwisata dan ekonomi kreatif yang tidak mampu bertahan karena mengalami penurunan pendapatan atau omzet secara drastis akibat menurunnya jumlah daya beli dari masyarakat. 

"Wonosobo punya tekad berdaya saing dan sejahtera. Kami bangun semangat industri di pelaku ekonomi dengan fokus pertanian dan pariwisata. Karena keduanya menjadi lokomotif dalam pemulihan ekonomi," ujar One Andang Wardoyo, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Wonosobo kepada Trustnews.

"Di bidang pertanian kita berharap para pelakunya bisa berpikir industri pertanian. Kita ajak mereka mengupayakan kesejahteraan petani mulai dari menurunkan biaya produksi. Sedangkan di pariwisata, kita ajak bagaimana mengembangkan destinasi agar orang bisa lebih lama di Wonosobo dan membelanjakan uangnya di Wonosobo,' paparnya.

Di bidang pertanian Pemda Wonosobo mengajak Petani untuk mengembangkan praktek pertanian modern, baik dari proses produksi maupun pengolahan pasca panen. Memfasilitasi upaya memutus mata rantai distribusi yang selama ini terlalu panjang, dari petani sampai dengan konsumen. 

Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya jual hasil pertanian dengan menggandeng para pengelola pasar sayur di kota besar bukan penghasil sayuran, seperti Jakarta. "Selain itu kita telah berupaya melalui strategi pemasaran de ngan membangun basis konsumen melalui gerakan ASN Bela-Beli Beras lokal, serta gerakan ASN membeli sayuran hasil petani Wonosobo ketika harga pasar turun," tambahnya. 

Pilihan pada pertanian dan pariwisata bukan tanpa sebab, menurutnya, Wonosobo mendapat kepercayaan dengan keberadaan Food Estate dan masuk dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), termasuk Dieng. 
"Dengan kedua program ini memberi nilai tambah bagi Pemkab Wonosobo dalam upaya mendorong percepatan sektor pertanian dan pariwisata. Karena adanya bantuan pembangunan infrastruktur jalan menuju ke tempat industri dan pariwisata yang tengah kita bangun," ujarnya. 

Bersamaan dengan itu, lanjutnya, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Setda Wonosobo melakukan monitoring ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat (kepokmas) di Pasar Induk, Toko Modern, dan Pasar Kertek, Wonosobo, untuk mengantisipasi kelangkaan dan kenaikan harga kebutuhan pokok di pasaran.

"Untuk tahun 2022 Pemda menyediakan anggaran sebesar 2 persen APBD untuk penanganan inflasi. Nilainya berarti sekitar Rp4,2 miliar akan kita gunakan untuk padat karya, bantuan ke UMKM dan lain sebagainya," ungkapnya. 
Menurutnya, untuk bisa menekan angka inflasi itu, pihaknya perlu bergerak secara cermat dalam mengalokasikan anggaran tersebut. Sehingga diharapkan mampu menekan ancaman inflasi dampak kenaikan yang mulai terjadi pada beberapa sektor. 

Bansos akan disesuaikan dengan yang saat ini sudah berjalan, hanya saja sasaran berbeda. Sedangkan untuk penciptaan lapangan kerja akan diarahkan ke padat karya. “Untuk bansos polanya sama hanya sasaran yang berbeda. Sedangkan untuk padat karya masih kita formulakan skema teknisnya yang tepat,” ujarnya. 

Wardoyo mengungkapkan, capaian indikator makro pada 2021 lalu tercermin dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 68,43 persen, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 3.20, angka kemiskinan sebesar 17.67, serta Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5.26. 

Lanjut Andang, Wonosobo sampai saat ini masih dibayangi oleh kemiskinan ekstrem yang income masyarakatnya kurang dari 1,91 dolar atau 11.941,00 rupiah per hari. 

“Pada 2021, jumlah penduduk miskin ekstrem sejumlah 50.250 jiwa atau 6.34 persen dan penduduk miskin masih berjumlah 137.640 yang tersebar di Kecamatan Mojotengah, Kertek, Kalikajar, Sapuran, dan Kepil,” katanya. 
Kalau secara pertumbuhan ekonomi kita bagus, sekitar 5, sekian, dan angka pengangguran terbuka juga tidak tinggi, inflasi kita memang tinggi sekarang, dan yang belum berhasil adalah mengentaskan kemiskinan dan angka kemiskinan ekstrim. Kalau untuk pertumbuhan ekonomi kita cukup bagus. 

Guna menekan angka kemiskinan ekstrim, lanjutnya, Pemkab Wonosobo sampai merasa perlu untuk meminta masukan dari Badan Pusat Statistik (BPS) di Jakarta. Sebab sudah banyak upaya dan strategi yang dilakukan oleh Pemkab Wonosobo untuk mengatasi kemiskinan. Namun saat ini posisi angka kemiskinan belum bergeser secara signifikan ke arah lebih baik. 

"Mengingat angka kemiskinan di Wonosobo masih di kisaran 17,67 persen atau terendah kedua se-Jawa Tengah, kami telah menempuh beberapa upaya penanganan tersebut," katanya. 

"Beberapa inovasi telah diluncurkan OPD terkait guna menekan angka kemiskinan yang masih tinggi, antara lain Gerimis Mesra, Mayo (ayo) Sekolah, Dasyat, Aplikasi Simake, dan satu OPD satu desa dampingan," pungkasnya.

(tn/san)