Kiat Asdeki Jawa Tengah Menjawab Kelangkaan Kontainer
Sabtu, 16 April 2022 | 12:52 WIB
foto: Istimewa
Kelangkaan kontainer ini sungguh terjadi, hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Ketua DPW Asosiasi Depo Kontainer Indonesia (Asdeki) Jawa Tengah & Raymond Christopher Lantang, tidak membantah akan situasi itu. Menurutnya, kelangkaan kontainer ini sudah dirasakan hampir sepanjang tahun 2021. Disebabkan banyak faktor, yang utama akibat Covid 19 yang terjadi pada Maret 2020. Situasi saat itu sangat mempengaruhi sendi perekonomian dunia terutama dalam kegiatan ekspor – impor.
Memang di tahun 2021, Covid 19 sempat mereda. Kegiatan ekspor langsung melonjak tajam dan kebutuhan akan kontainer ini juga sangat tinggi. Tapi sayangnya suplay kontainer yang masuk sangat rendah. Kebanyakan hanya kontainer asal cina yang mendukung kegiatan impor negara mereka. “Artinya kontainer yang datang dari Cina ini hanya bisa digunakan ke Cina saja, tidak negara lain, seperti Amerika, Afrika atau negara-negara lain,” terang Raymond kepada Trustnews.
Sampai ada cerita, banyak kapal-kapal pelayaran di Amerika yang mengantri masuk ke pelabuhan, tapi gak ada yang bongkar muat karena kontainernya langka. Langkanya kontainer di Amerika ini juga punya hubungan yang sangat erat dengan kisah unjuk rasa yang dilakukan para pedagang tahu dan tempe akibat sulitnya memperoleh kedelai di tanah air.
Sebelum dinamika ini terjadi, kedelai impor asal Amerika dikirim kebanyakan menggunakan kontainer. Setahun bisa dua kali dikirim ke Indonesia. Pasar utama kedelai impor ini bukan Indonesia, tapi Cina. Jadi kedelai dikirim dulu ke Cina baru ke Indonesia. Kontainer yang dikirim ini, banyak yang tertahan di Cina. Inilah yang akhirnya membuat kedelai di Indonesia sulit didapat atau tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan konsumen di Indonesia.
Di sisi lain pada tahun 2021 itu terjadi kenaikan biaya frage kontainer. Misalnya saja dulu dari Semarang ke Amerika mungkin biayanya hanya sekitar US$ 1500, naik menjadi sekitar US$10 ribu atau US$15 ribu. Mungkin sekarang sudah mencapai US$ 20 ribu. “Artinya dengan biaya tinggi otomatis para pengusaha yang melakukan ekspor akan berpikir dua kali, apakah barang yang saya kirim akan balik harganya? Jangan sampai harga jual lebih rendah daripada ongkos kirim. Jadi otomatis suplay kontainer sedikit,” cerita Raymond.
Dengan kondisi demikian, apa yang bisa dilakukan Asdeki? Satu diantaranya memonitoring siklus pergerakan kontainer, terutama melalui proses perawatan. Ini merupakan tugas dari depo kontainer untuk mempercepat proses perbaikan ini agar ketersediaan kontainer bisa tercukupi.
“Jadi kalau ada job reposisi kontainer dari pelabuhan kita berusaha untuk mempercepat itu. Katakanlah seminggu ada 600 box misalnya. Itu setara dengan 1200 teus. Itu kita upayakan bisa lebih cepat. Supaya kebutuhan ekspor bisa terus terpenuhi. Jadi tidak ada keterlambatan proses pemuatan di pabrik atau di gudangnya eksportir. Karena juga kalau sampai ada kelambatan itu akan ada biaya tambahan,” katanya.
Selain itu, Asdeki Semarang Jateng dan DIY yang beranggotakan 10 perusahaan tersebut mempercepat pelayanan di depo. Tidak ada lagi kontainer yang masuk pukul 09.00 WIB baru keluar dari depo sekitar pukul 15.00 WIB. Pokoknya semua dipercepat agar bisa sama-sama memiliki standar yang baik. Ketika ada kesulitan saling bantu dan bersinergi. Memang antar anggota itu ada kompetisi tapi kan tidak bisa dilihat dari sisi itu saja. Karena kalau ada kelambatan di satu depo, siklusnya akan berimbas pada semuanya.
“Mungkin ini yang bisa dilakukan depo secara spesifik dengan mempercepat proses perbaikan supaya ketersediaan kontainer bisa terpenuhi,” tambahnya.(TN)
BACA JUGA