Freeport Tidak Beroperasi Papua Pincang
Selasa, 16 April 2019 | 09:19 WIB
Tony Wenas, Direktur Utama PT Freeport Indonesia
Pengalihan 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) ke PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), tak juga memupus kecurigaan sejumlah pihak. Jadi tidak aneh, pasca ditunjuk sebagai Direktur Utama PTFI, Clayton Allen Wenas, popular dipanggil Tony Wenas, punya kerjaan tambahan untuk bertemu dengan banyak pihak guna meluruskan persepsi yang tidak pas soal kebenaran pengambilalihan saham tersebut.
Tonny yang di tahun 80an semasa menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Indonesia terkenal sebagai lead vocal sekaligus keyboardist Solid 80, tentu punya racikan tersendiri untuk menciptakan harmoni di tengah perbedaan pendapat terkait PTFI. Baginya pengambilalihan saham senilai 51 persen merupakan wujud nyata dari pelaksanaan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“PTFI keberadaannya memberikan kontribusi terhadap pembentukan PDB nasional itu 0,6 persen. Terhadap PDRB Provinsi Papua 46 persen dan PDRB Kabupaten Mimika 94 persen. Jadi kalau PTFI tutup, tidak lagi beroperasi di Papua maka separuh Papua pincang dan Kabupaten Mimika otomatis tutup,” ujar Tony Wenas kepada TrustNews.
Total nilai cadangan mineral PT Freeport Indonesia per 31 Desember 2018 adalah Rp1.497,8 triliun, menggunakan kurs JISDOR per 31 Desember 2018 yakni Rp14.481. Cadangan tersebut terdiri dari 36,2 miliar pounds tembaga dengan nilai $2 AS per pound, 30,2 juta ons emas dengan nilai $1000 AS per ons emas di Indonesia, dan 55,7 juta ons silver (perak) senilai $15 per ons silver.
Tony Wenas, menjelaskan, perkiraan cadangan dan sumber daya tambang perusahaan di Papua yang masih bisa ditambang hingga 2051 dibuat berdasarkan kegiatan produksi saat ini. Sekarang, total cadangan bijih (ore) perusahaan diperkirakan mencapai 1,8 miliar ton. Dengan asumsi produksi bijih sekitar 150 ribu ton per hari, aktivitas tambang perusahaan bisa berlangsung hingga 32 tahun ke depan.
"Izin kami akan kedaluwarsa pada 2041 tetapi cadangan kami bisa sampai 2051," ujar Tony.
Belum multiplayer efek yang muncul dari keberadaan PTFI, lanjutnya, menciptakan kesempatan kerja bagi 210 ribu orang baik di Papua maupun di luar Papua. Begitu juga dengan kondisi Mimika saat ini yang sebelumnya hanya sebuah kabupaten kecil dengan jumlah penduduk 1.000 orang. Setelah PTFI beroperasi, Mimika berkembang pesat dengan jumlah penduduk mencapai 200 ribu orang.
“Freeport masuk memicu pertumbuhan ekonomi yang multiplayer effect sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan Kabupaten Mimika,” ujar Wenas yang tercatat sebagai Presiden Direktur PT Riau Andalan Pulp & Paper (PT RAPP).
Selain itu, Tony Wenas juga menjelaskan perihal persoalan lingkungan yang muncul akibat aktivitas Freeport di Papua, sebenarnya tidak hanya terjadi di dunia pertambangan saja. Khusus PTFI pada tahun 1990-an sudah dilakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang melibatkan lebih dari 200 ahli baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Kemudian di akhir tahun 1997, lanjutnya, Amdal PTFI disetujui dengan nama Amdal 300k atau Amdal 300 ribu ton bijih per hari. Selain Amdal, juga ada ijin gubernur untuk penggunaan sungai sebagai sarana transportasi tailing, lalu ada juga ijin dari bupati tahun 2005, termasuk keberadaan Kepmen 431 tahun 2008 yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Terakhir, ada roadmap yang diterbitkan oleh Kepmen dari KLHK di bulan November 2018.
“PTFI berkomitmen menjalankan semuanya sesuai dengan tata aturan yang berlaku mulai dari Amdal 300k hingga roadmap 2018,” papar Tony yang tercatat sebagai Direktur Utama PT International Nickel Indonesia Tbk (Inco), yang kini bernama PT Vale Indonesia Tbk.(TN)
BACA JUGA