PT Arutmin Indonesia TEKNOLOGI DAN TERAPKAN HILIRISASI BATUBARA
Kamis, 24 Februari 2022 | 10:12 WIB
Delma Azrin, Manager Safety Health Environ- ment and Community PT Arutmin Indonesia
PT Arutmin Indonesia mengintegrasikan pengelolaan reklamasi dan pengelolaan lingkungan sebagai rangkaian kegiatan yang tak terpisahkan ke dalam operasional penambangan batubara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan mengalokasikan SDM yang profesional dan anggaran yang memadai untuk menunjang komitmen tersebut.
Delma Azrin, Manager Safety Health Environment and Community (SHEC) PT Arutmin Indonesia, mengatakan, management Arutmin berkomitmen untuk memenuhi standar kaidah pertambangan yang baik, keselamatan pertambangan, lingkungan serta kemasyarakatan di setiap lokasi kerja untuk mencapai kinerja terbaik dan menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, lestari dan harmonis.
"Komitmen Arutmin terhadap keberlangsungan lingkungan diwujudkan dengan menaati peraturan perundang-undangan dalam bidang lingkungan yang berlaku di Indonesia. Kemudian, mengembalikan lahan bekas kegiatan pertambangan dalam kondisi yang aman dan stabil sehingga berfungsi sesuai peruntukannya," ujar Delma Azrin menjawab TrustNews.
Selain itu, lanjutnya, Arutmin melakukan konservasi keanekaragaman hayati, sumber daya air dan energi sebagai upaya berkontribusi mitigasi perubahan iklim dengan mempertimbangkan penilaian daur hidup.
"Arutmin juga meninjau ulang secara berkala Kebijakan dan pelaksanaan Sistem Manajemen Lingkungan untuk memastikan peningkatan kinerja secara berkelanjutan," ujarnya.
Ditegaskannya, sebagai perusahaan yang telah beroperasi selama lebih dari 38 tahun, Arutmin melengkapi dirinya dengan teknologi pendukung dalam proses produksi batu bara. Ini dipandang penting sebagai upaya memenuhi kebutuhan sumber daya energi yang ramah lingkungan.
Dia menyebut keberadaan teknologi pencucian batubara dengan menggunakan alat canggih coal scanner sebagai bagian dari pengendalian mutu produk batubara untuk mendeteksi material kontaminasi sehingga terjamin kualitas produk yang dipasarkan sesuai kebutuhan pelanggan dalam negeri dan ekspor.
Selain itu, Arutmin membangun overland conveyor (OLC) menggantikan pengangkutan batubara menggunakan sistem trucking. Hal ini memberikan dampak positif pada kualitas udara dimana bisa mengurangi debu akibat lalu lintas di jalan angkut dan mendukung pengurangan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sehingga turut berkontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca serta lebih ramah Delma Azrin, Manager Safety Health Environment and Community PT Arutmin Indonesia terhadap lingkungan.
"Arutmin juga menggunakan biofuel (B-30) dalam operasional alat berat dalam operasional penambangan, sebagai bagian dari kebijakan pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan sebagai bagian dari kontribusi terhadap penggunaan energi ramah lingkungan (penurunan gas rumah kaca)," ujarnya.
Arutmin, lanjutnya, melakukan inovasi dengan memanfaatkan Geotechnical Monitoring Station (GMS) yang merupakan alat robotik berteknologi laser serta Slope Stability Radar (SSR) untuk memantau kestabilan lereng tambang.
"Pemantauan menggunakan GMS dan SSR dilakukan secara real time dan hasil pemantauan dapat diakses melalui gadget tanpa harus datang ke lapangan. Inovasi ini dapat mengurangi penggunaan bahan bakar sehingga emisi gas rumah kaca juga berkurang," ujarnya.
Inovasi lain yang dilakukan Arutmin, lanjutnya, penggunaan shore connector untuk substitusi penggunaan genset pada harbour tug pada saat standby sewaktu sandar sehingga terjadi efisiensi penggunaan bahan bakar solar. Efisiensi penggunaan bahan bakar berarti penurunan emisi gas rumah kaca.
"Inovasi pertambangan ke depan yang akan dilaksanakan adalah program hilirisasi batubara, dengan cara mengolah batubara menjadi produk turunan lainnya, yang diharapkan dapat memberikan nilai tambah baik bagi perusahaan, pemerintah, maupun masyarakat," ujarnya.
Delma mengungkap bahwa Arutmin sedang mempersiapkan teknologi gasifikasi batubara. Yakni mengubah batubara padat menjadi gas yang kemudian dikonversikan menjadi produk cair dan padatan. Dimana produk utama (cair) menjadi metanol dan produk sampingan (padatan) berupa sulfur.
"Studi Kelayakan gasifikasi batubara saat ini masih dan sedang dilakukan secara intensif untuk mengkaji beberapa opsi produk turunan lainnya yang paling potensial untuk memenuhi permintaan pasar kedepannya," ujarnya.
"Program hilirisasi ini selain bertujuan untuk menjadikan produk turunan batubara dengan nilai tambah, juga bertujuan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia akan produk petrochemical yang selama ini masih banyak tergantung pada impor dari negara lain, sehingga dengan adanya program hilirisasi ini Indonesia bisa lebih kuat dengan penggunaan produk dalam negeri dan semakin memperkuat perekonomian negara," pungkasnya. (TN)
BACA JUGA