B.K.S.A.P.

Diplomasi Internasional di Bidang Pertanian Harus Berbasis ‘National Interest’

TN, trustnews.id
Rabu, 15 Desember 2021 | 00:35 WIB


Diplomasi Internasional di Bidang Pertanian Harus Berbasis ‘National Interest’
Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DRP RI Yohanis Fransiskus Lema saat mengikuti rapat kerja BKSAP DPR RI dengan Kemlu dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan terkait prioritas kebijakan luar negeri indonesia pada tahun 2022 di Tangsel, Banten, Senin (13/12/2021). Foto: Jaka/Man
Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DRP RI Yohanis Fransiskus Lema mengatakan, diplomasi internasional di bidang pertanian harus berbasis national interest, untuk itu harus ada proses keputusan yang komperehensif di dalam negeri. Yakni, dengan melindungi kepentingan petani agar produk-produk unggulan pertanian dalam negeri bisa menguasai pasar regional maupun internasional. Menurutnya hal ini harus betul-betul dikerjakan secara serius dengan melibatkan peran dari lintas kementerian.

"Saya mempertanyakan bagaimana koordinasi dan kerja sama serta sinergitas dari beberapa kementerian selama ini terhadap diplomasi internasional dalam bidang pertanian, agar national interest menjadi dasar yang harus kita perjuangkan. Kita ketahui, Kementan (Kementerian Pertanian) sebagai lembaga teknis yang menghasilkan produk pertanian, kemudian Kemendag (Kementerian Perdagangan) yang mengurusi perdagangan internasional dan tentu melibatkan Kemlu (Kementerian Luar Negeri) sebagai ujung tombak diplomasi kita,” ujarnya saat mengikuti rapat kerja BKSAP DPR RI dengan Kemlu dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan terkait prioritas kebijakan luar negeri indonesia pada tahun 2022 di Tangsel, Banten, Senin (13/12/2021).

Menurut politisi PDI-Perjuangan yang akrab disapa Ansy Lema ini, sebelum adanya perundingan di forum-forum internasional, pemerintah harus lebih dulu membuat kebijakan-kebijakan yang melindungi petani Indonesia. Apalagi jika berbicara soal kemandirian pangan  atau bahkan kedaulatan pangan, tentu pemerintah harus memberikan perhatian ekstra kepada para petani.

“Misalnya dengan memetakan mengenai komoditas-komoditas unggulan kita yang bisa jadi primadona, kemudian yang memiliki selling point. Bagaimanapun juga dalam era liberalisasi pertanian dan perdagangan ini kita harus bisa memberikan proteksi kepada petani kita. Jangan sampai atas nama liberalisasi pertanian, sehingga produk pertanian luar negeri membanjiri pasar pertanian nasional kita. Kita tahu hari-hari ini transnational corporation yang bergerak di sektor pertanian itu sudah sangat ekspansif kemana-mana,” pungkas Ansy Lema.

Legislator dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) II ini menambahkan, bahkan dalam urusan benih saja, lembaga korporasi transnasional di bidang perbenihan itu sudah menguasai pasar dunia. Dan para petani dalam negeri dibuat tergantung kepada benih-benih yang merupakan produk dari korporasi transnasional itu.

“Nah, kalau dalam jangka panjang ketergantungan ini tidak bisa dipangkas, maka kita akan terus menjadi negara yang bergantung. Mestinya kita jangan berorientasi kepada ketahanan pangan, tetapi harus melangkah kepada kemandirian bahkan kedaulatan pangan, ini persoalan ideologis sebenarnya. Oleh karena itu para diplomat kita atau siapapun yang melakukan diplomasi internasional harus bisa merumuskan apa kepentingan nasional kita, bagaimana melindungi petani kita dan melindungi produk-produk komoditas unggulan kita,” terangnya. (jk/sf)