OJK Regional 3 PERAN OJK MIRIP PENJAHIT BAJU
Rabu, 20 Oktober 2021 | 07:52 WIB
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 3 Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Aman Santosa
Pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak satu setengah tahun yang lalu memberikan dampak signifikan pada perkembangan ekonomi di seluruh negara, termasuk Indonesia.
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia menjadi salah satu sektor yang paling terdampak, baik mengalami penurunan pendapatan, penurunan omset, penurunan kegiatan operasional, hingga pengurangan tenaga kerja.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 3 Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Aman Santosa, mengatakan jumlah UMKM di Jateng tercatat 4,5 juta dengan tingkat penyerapan tenaga kerja sekitar 8 juta orang dan memberi- kan kontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sekitar 50 persen.
"Jumlah UMKM dan daya serap terhadap tenaga kerja sudah sepertiga dari jumlah penduduk Jawa Tengah. Ini menja- di pertimbangan bagi kami dari OJK untuk ikut serta membantu UMKM di tengah pandemi," ujar Aman kepada TrustNews.
Hanya saja yang membedakan OJK dengan Bank Indonesia (BI) lanjutnya, OJK lebih menitikberatkan pada edukasi, regulasi dan sosialisasi termasuk menyerap apa yang dibutuhkan oleh UMKM di tengah pandemi.
"Supaya mereka mau bertransformasi mau beradaptasi dan inovasi dengan era yang baru," ungkapnya.
Dirinya tak memungkiri adanya pertanyaan dari masyarakat, 'OJK ikut cawe-cawe urusan UMKM'. Menurutnya dalam kondisi pandemi, tidak hanya OJK tapi semua institusi ikut berperan aktif dalam membantu UMKM untuk kembali bangkit.
"OJK berkolaborasi dengan Kementerian Koperasi dan UMKM, karena kalau UMKM bangkit secara otomatis perbankan juga ikutan bangkit. Makanya ke perbankan, OJK mengingatkan jangan hanya jualan duit saja. Kalangan perbankan juga harus jadi pendamping UMKM," urainya.
"Sejumlah bank di Jateng pun ikut aktif jadi pendamping UMKM, seperti Bank Jateng dengan UMKM jual ekspor atau BNI dengan one stop service untuk ekspor. Dengan pendampingan begitu UMKM mendapat order dari pihak luar negeri, pihak bank yang memfasilitasi dari segi pembiayaan," paparnya.
Hal menarik yang diungkap Aman terkait UMKM dan program UMKM Bangkit, karena dari survey yang dilakukan OJK, hanya 25 persen dari UMKM yang mengalami masalah pembiayaan. Sebagian besar adalah pemasaran, bahan baku, kurangnya inovasi produk dan tidak memaksimalkan penggunaan teknologi.
"Peran OJK itu memberikan motivasi dengan mengajak para pelaku UMKM untuk beradaptasi bahwa dunia ini berubah. Jadi butuh peningkatan skill dan melek teknologi supaya bisa berjualan online," jelasnya.
"Agar mereka melek teknologi dan pemasaran online, OJK mengundang pihak Tokopedia, Bukalapak dan LIPI untuk presentasi 'ini loh jualan online' dihadapan seribu pelaku UMKM dan bagaimana membuat packaging yang baik," tambahnya.
Secara garis besar, Aman mengatakan, OJK memiliki 8 program untuk mendorong UMKM dan membuat agar bisa bertahan dan berkembang khususnya di masa pandemi Covid-19.
Pertama, OJK mengeluarkan kebijakan pre-emptive melalui restrukturisasi kredit dan pembiayaan agar UMKM dapat bertahan di masa pandemi melalui POJK 11 dan POJK 48 tahun 2020.
Kedua, mendorong Pengembangan UMKM dalam Satu Ekosistem Digital dengan mengintegrasikan proses dari hulu ke hilir.
Ketiga, mengembangkan Bank Wakaf Mikro (BWM) yang berbasis digital untuk mendukung pembiayaan UMKM melalui Kumpi (Kelompok usaha masyarakat sekitar pesantren) yang disertai dengan pendampingan.
Keempat, membuka akses Fintech Peer to-Peer Lending dan Securities Crowdfunding (SCF) sebagai alternatif sumber pendanaan yang cepat, mudah, dan terjangkau, khususnya bagi kalangan generasi muda dan UMKM yang belum bankable.
Kelima, membangun platform pemasaran UMKMMU untuk memasarkan produk unggulan UMKM dari seluruh daerah, dan sebagai media untuk meningkatkan literasi digital para pelaku UMKM.
Keenam, melakukan kerja sama dengan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) untuk perluasan inklusi keuangan di daerah-daerah.
Ketujuh, memperluas Program Kredit/Pembiayaan Melawan Rentenir (K/PMR) yang diberikan oleh Lembaga Jasa Keuangan kepada pelaku UMKM dengan proses cepat, mudah, dan berbiaya rendah, untuk mengurangi ketergantungan pada entitas kredit informal atau ilegal.
Kedelapan, mengimplementasikan program kerja Business Matching oleh Kantor Regional/Kantor OJK untuk mempertemukan UMKM dengan sumber pembiayaan dari lembaga jasa keuangan.
"Posisi OJK itu seperti tukang jahit. Ngasih motivasi, ngasih edukasi kemudian memberikan sharing ilmu dan sharing kompetensi sehingga tercipta pola yang menyatu supaya UMKM ini mendapatkan akses terhadap lembaga pembiayaan dan pemasaran," pungkasnya. (TN)
BACA JUGA