APROBI: TANTANGAN PENGEMBANGAN B40
Selasa, 19 Oktober 2021 | 08:09 WIB
Ketua Harian Aprobi, Paulus Tjakrawan
Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) bisa memahami keputusan pemerintah menunda penerapan mandatori B40 pada 2021. Penundaan ini dilatarbelakangi beberapa faktor, seperti situasi dan kondisi perekonomian nasional, harga CPO serta belum selesainya pengkajian.
Ketua Harian Aprobi, Paulus Tjakrawan, mengatakan, pengembangan biodiesel dari B30 ke B40 memang membutuhkan kehati-hatian, apalagi dalam kondisi negara yang sedang menghadapi pandemi.
Kehati-hatian yang dimaksud Paulus, dalam pengembangan B30 ke B40 ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Faktor pertama, masalah kesiapan. Ini terkait dengan kesiapan industri untuk menyesuaikan diri dengan adanya peningkatan pada biodiesel.
"Setiap kali presentase pencampuran ditingkatkan (biodiesel 40 persen dan solar 60 persen), kualitas yang dihasilkan tentu harus lebih baik dari sebelumnya. Dengan adanya kenaikan kualitas ini tentu dunia industri harus menyesuaikan diri," jelasnya.
"Bagi kalangan industri kenaikan presentase pada B40, otomatis ada pengeluaran ekstra dalam menyesuaikan mesin-mesinnya," tambahnya.
Faktor kedua, lanjutnya, menjaga kualitas B40 terkait dengan pengiriman. Ini disebabkan bentuk geografis berupa kepulauan yang membutuhkan waktu tertentu dalam pengirimannya.
"B40 diproduksi di Sumatera lalu dikirim ke Wayame yang ada di Maluku. Bagaimana pengirimannya dan bagaimana menjaga kualitasnya agar bisa sama begitu sampai di Wayame, ini tentu menjadi persoalan," urainya.
Faktor lain, lanjutnya, kondisi kendaraan yang makin kompleks, bagaimana menyesuaikan sebuah kendaraan dengan B30 ke B40 tanpa harus melakukan perubahan besar bagi pemilik kendaraan.
Termasuk faktor harga jual biodiesel, sebab menurutnya, harga energi terbarukan akan lebih tinggi daripada energi fosil. Dia menggambarkan, harga sawit yang tinggi dimaksudkan agar penghasilan petani juga tinggi. Namun di lain sisi, harga sawit tinggi menyebabkan harga biodiesel menjadi tinggi.
"Sepanjang perbedaan harga biodiesel dengan harga solar tidak terlalu besar," urainya.
Agar biodiesel bisa tetap dipakai, lanjutnya, ada pengadaan insentif. Aprobi menghitung harga jual biodisel (B30) dikisaran Rp11.000 per liter, namun harga jual di SPBU kini hanya Rp 5.150 per liter untuk solar subsidi.
"Ada insentif tetap Rp500 per liter dan kekurangannya ditangani Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dari dana pungutan ekspor kelapa sawit dan produk turunannya," ungkapnya.
Aprobi sendiri, ditegaskan Paulus tetap pada posisi memberikan dukungan penuh dalam upaya pemerintah mengembangkan biofeul (biodiesel). Dukungan ini berupa riset-riset kerjasama dengan sejumlah pihak.
"Kami bersama-sama melakukan riset, supaya bisa dipakai di otomotif. Riset ini di lakukan oleh penyedia, Lemigas, Pertamina dan industri mobil sendiri," ujat Paulus kepada TrustNews.
"Tiap kali tahapan kenaikan presentase kami adakan riset. Dan kami dukung sepenuhnya mulai dari B10 hingga B30. Saat ini kami sedang mengadakan riset B40," tambahnya.
Paulus juga menjelaskan, Aprobi didirikan dengan semangat yang masih sama dengan 15 tahun lalu. Empat perusahaan bergabung mendirikan organisasi dengan idealisme tinggi bahwa Indonesia tidak bisa terus-terusan impor minyak.
"Selain menghabiskan anggaran negara. Kita juga bertanya kapan Indonesia bisa membangun ketahanan nasional dibidang energi," ujarnya.
Keberadaan biodiesel, lanjutnya, dalam rangka mengurangi ketergantungan Indonesia akan impor minyak, khususnya solar. Tercatat Maret 2019, PT Pertamina menyatakan tidak lagi impor solar.
Aprobi mencatat kapasitas produksi biodiesel Indonesia pada 2020 lebih dari 12,4 miliar liter. Pada 2020, Indonesia juga berhasil menghemat devisa sebesar Rp 33,35 triliun dan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 22%.
Bahkan, program B30 juga menyerap lebih dari 1 juta pekerja di sektor hulu dan juga dapat meningkatkan pendapatan petani.
"Pemerintah bertekad mengembangkan biodiesel dengan B40 hingga B100 nantinya dengan penuh kehati-hatian," pungkasnya (TN)
BACA JUGA