CARA KALSEL Pertahankan Produktivitas Pertanian Saat Pandemi
Minggu, 17 Oktober 2021 | 09:09 WIB
Istimewa
Menjaga produktivitas pertanian di era pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir, menjadi pilihan Provinsi Kalimantan Selatan. Tidak saja untuk bertahan, tapi juga menjadi tumpuan harapan dalam memutar roda perekonomian.
Sebagaimana diketahui, Sektor pertanian memang menjadi andalan di Kalimantan Selatan di samping pertambangan, khususnya batubara yang mendominasi selama ini. Beberapa komoditas seperti padi, jeruk dan pisang bahkan dipasarkan ke Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan sebagian ke Pulau Jawa dan Bali.
Teranyar, kabar menggembirakan datang dari Kabupaten Balangan yang mengekspor Porang berbentuk chips (keripik) ke Jepang sebanyak 10 ton dari total permintaan 100 ton yang harus dipenuhi dalam waktu lima bulan. Selain Balangan, masih terdapat dua kabupaten lain di Kalsel menjadi sentra Porang, yakni Kabupaten Banjar, dan Tanah Laut.
Tengok saja, Meski diterpa badai pandemi hingga bencana banjir, pada tahun lalu terjadi surplus 1,7 juta ton. Dimana produksi beras di Kabupaten Barito Kuala saja sebanyak 400 ribu ton dapat mencukupi kebutuhan se-Kalsel.
Diketahui pula, Barito Kuala menjadi sentra pertanian hingga menjadi penyelenggara acara puncak peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-38 tahun 2018 lalu.
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura (PTH) Kalimantan Selatan, Syamsir Rahman, mengatakan saat ini produksi padi tahunan di Kalsel sendiri sudah mencapai 1,5 juta ton dari target 1,7 juta ton pada tahun 2020. Sedangkan, kebutuhan warga Banua cuma 400 ribu ton dalam satu tahun.
Syamsir melanjutkan, Provinsi Kalsel juga bakal mendapat tambahan produksi hasil sekitar 250-300 ribu pada panen Maret 2021 nanti.
"Dari program optimalisasi lahan di Kabupaten Barito Kuala mendapatkan areal seluas 9 ribu hektare. Kalau saja 9 ribu hektare dikali rata-rata 5 ton per hektare, berarti 45 ribu ton. Apalagi nanti ditambah Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Banjar. Di mana dua daerah ini komponen utama penghasil padi, sehingga kita perkirakan 1, 9 juta ton,” ujarnya menjawab TrustNews.
Sebagai informasi, optimalisasi lahan yang dimaksud adalah mengubah lahan rawa menjadi lahan pertanian produktif. Pusat Data Daerah Rawa dan Pasang Surut mencatat, Indonesia memiliki potensi lahan rawa 33,4 juta hektare (ha) yang terdiri dari lahan pasang surut 20,1 juta ha dan rawa lebak 13,3 juta ha. Dari jumlah tersebut, seluas 9,3 juta ha diperkirakan sesuai untuk budidaya pertanian.
Khusus wilayah Kalsel, ada 137.000 ha lahan rawa lebak, dan 186.000 ha lahan rawa pasang surut. Dari jumlah lahan rawa itu, sebanyak 8.000 ha berpotensi diolah jadi lahan pertanian produktif. Pengelolaan tanaman pangan di Kalsel ditengah tantangan ekonomi dan Covid, menurut Syamsir, lebih diutamakan untuk pengelolaan yang efektif dan efisien.
"Efektif dari penggunaan tenaga kerjanya. Bila memungkinkan pada lahan yang bisa menggunakan Alsintan, kita optimalkan untuk penggunaan Alsintan," ujarnya.
"Adapun Efisien ditujukan untuk menekan biaya inputan agar mendapatkan hasi yang optimal," jelasnya dengan memberi contoh, "Budidaya komoditas padi di lahan rawa lebak, kita mengurangi penggunaan pupuk buatan seperti NPK. karena endapan lumpur cukup menyediakan nutrisi bagi tanaman."
Selain itu, lanjutnya, penggunaan benih varietas unggul produktivitas tinggi untuk mendapatkan produktivitas hasil yang optimal, dan pengembangan padi Hibrida yang mempunyai produktivitias tinggi.
'Kita juga menyiapkan benih unggul melalui Pemberdayaan Petani Produsen Benih (P3BT)," ungkapnya.
Adapun peran pemerintah daerah dalam mewujudkan sarana pertanian yang baik, dijelaskannya, mulai dari penyediaan sarana dan prasarana. Seperti memfasilitasi jaringan irigasi, penyediaan Alsintan dan pra dan pasca panen.
Kemudian sistim budidaya yakni melaksanakan demplot atau dem-area pengembangan padi hibrida, pengembangan petani penangkar benih tanaman, pengembangan jagung hibrida, pengembangan padi Inbrida dan pengembangan kedelai.
"Termasuk juga pengembangan lantai jemur, gedung penyimpangan, pengemas hasil sampai dengan memorandum of understanding (MoU) untuk ekspor porang dan MoU untuk pemasaran kedelai," pung- kasnya. (TN)
BACA JUGA