PROVINSI DKI JAKARTA

MENGENAL LEBIH DEKAT KANWIL PERBENDAHARAAN PROVINSI DKI JAKARTA

TN, trustnews.id
Senin, 11 Oktober 2021 | 10:19 WIB


MENGENAL LEBIH DEKAT KANWIL PERBENDAHARAAN PROVINSI DKI JAKARTA
Alfiker Siringoringo Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta
Fungsi penyusun dan pelaksana anggaran sebelum reformasi birokrasi dilaksanakan oleh satu instansi, yaitu Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). Lahirnya Ditjen Perbendaharaan membuat fungsi itu dipisahkan.

Reformasi birokrasi di bidang keuangan negara lahir enam tahun setelah orde reformasi berdiri, dan telah mengalami sejarah panjang lebih dari satu dekade. Reformasi itu tidak akan pernah berhenti, tapi akan terus mengalami perubahan sesuai tuntutan zaman.

Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta, Alfiker Siringoringo, mengatakan, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 262/ PMK.01/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.

"Tugas kita melaksanakan koordinasi, pembinaan, supervisi, bimbingan teknis, dukungan teknis, monitoring, evaluasi, penyusunan laporan, verifikasi dan pertanggung jawaban di bidang perbendaharaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujar Alfiker menjawab TrustNews.

"Semuanya dimulai dengan reposisi pemisahan peran antara kementerian/lembaga yang memiliki kewenangan administratif (administratief beheer) dan Kementerian Keuangan yang memiliki kewenangan komptabel (komptabel beheer), dengan terbitnya Undang-Undang (UU) No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara," papar Alfiker yang meraih S2 di North Carolina State University U.S.A. Master of Economic tahun 1993.

Langkah cepat reformasi birokrasi diambil oleh Kementerian Keuangan dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. 303/KMK.01/2004 tanggal 23 Juni 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.

"Pada masanya, fungsi penyusun dan pelaksana anggaran sebelum reformasi birokrasi dilaksanakan oleh satu instansi, yaitu Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). Lahirnya Ditjen Perbendaharaan membuat fungsi itu dipisahkan," ujarnya.

"Ditjen Perbendaharaan mengambil fungsi pelaksana anggaran, sebagai bentuk mewujudkan pengelolaan keuangan yang profesional, transparan, dan akuntabel. Sehingga tercipta tata kelola pemerintahan yang baik. Konsekuensi dari pemisahan fungsi itu adalah pengalihan instansi vertikal DJA menjadi instansi vertikal DJPBN,” tambahnya.

Pemisahan ini sekaligus jawaban atas lahirnya kebijakan otonomi daerah. Seperti masalah Desentralisasi Politik, Desentralisasi Administratif, dan Desentralisasi Ekonomi. Agar pelaksanaan otonomi daerah tidak kebablasan, pemerintah melakukan beberapa revisi pada UU No 22 Tahun 1999 yang kemudian dikenal dengan UU No 32 Tahun 2004 yakni Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

"Reformasi 1998 tidak saja melahirkan otonomi daerah, tapi juga mereformasi bidang keuangan negara. Kantor-kantor pusat yang ada di daerah didelegasikan ke pemerintah daerah, sebagai semangat desentralisasi," jelas Alfiker yang mendapat penghargaan Satya Lencana Karya Satya oleh Presiden Joko Widodo tahun 2016.

"Peralihan itu juga masih menciptakan kekosongan, khususnya bidang keuangan di daerah. Kemementerian keuangan masuk melalui kantor-kantor wilayah," tambahnya.

Pada titik ini, lanjutnya, tugas dan fungsi perbendaharaan pun berubah, dari pengumpul setoran-setoran yang merupakan hak negara di daerah ke pusat (APBN) atau administrasi keuangan negara. Menjadi. supervisi di bidang perbendaharaan.

"Sebelum reformasi, APBN menggunakan sistim anggaran berimbang dan dinamis. Paska reformasi, APBN memakai sistim penganggaran berbasis kinerja (Performace-Based Budgeting). Kita tidak lagi fokus di input tapi pada output," jelasnya.

"Tugas kita di anggaran ini adalah memonitor. Memonitor itu otomatis pasti ada kajian-kajian. Jadi kita beralih dari administrasi ke pengelolaan jadi mengkaji." (Lihat box: Fungsi Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan).

Meski mengkaji, namun ditegaskan Alfiker, tugas Kanwil Ditjen Perbendaharaan merentang panjang mulai dari perencanaan hingga pertanggungjawaban. Apalagi sejak pandemi dan bagaimana pemerintah daerah mengatasi pandemi. Ini terkait dengan penyusunan anggaran di APBN.

"Kita tanya ke teman-teman di pajak, mereka bilang anggarannya ada yang turun dan ada yang naik. Kita tanyakan bagian mana yang turun dan bagian mana yang naik. Kita duduk bersama dan mencari jalan keluarnya, termasuk dengan semua pihak terutama Pemda," ujarnya.

"Misalnya, APBN untuk penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional serta pengurangan kemiskinan. Kita ajak teman-teman di Pemda untuk fokus menangani Covid-19. Lalu ada bantuan sosial dari pemerintah pusat, kita ingatkan teman-teman di Pemda untuk menyusun data penerima yang benar dan valid. Jangan sampai orang miskin yang jadi sasaran tidak dapat, tapi yang mampu apalagi kaya dapat Bansos dan Bantuan Langsung Tunai (BLT)," cetusnya.

Bagi Alfiker, maksud dan tujuan akhir dari pengelolaan anggaran adalah masyarakat di daerah meningkat kemakmurannya. Dalam artian, orang miskin berkurang, angka pengangguran berkurang, indeks pembangunan manusia (IPM) meningkat dan pertumbuhan ekonomi meningkat.

"Bagaimanapun uang itu uang rakyat, jadi harus direncanakan dengan baik, dilaksanakan dengan baik, dipergunakan dengan baik, dan dipertanggungjawabkan dengan baik. Kadang-kadang menghabiskan uang itu gampang, tapi mempertanggungjawabkannya susah," ungkap Alfiker yang mendapat penghargaan Penilaian Pelaksanaan Pengelolaan Kinerja Tingkat Kanwil DJPb (Direktur Jenderal Perbenda- haraan) tahun 2019.

"Kalau dikasih anggaran 1000, pertanyaannya apa yang dibeli dan apa hasilnya. Kinerjanya apa, uang ini dijadikan apa. Jadi makanya sekarang kesempatan baik untuk kalangan kita semua masyarakat Indonesia untuk mengawasi para eksekutor kebijakan di lapangan," paparnya.

"Teman-teman di lapangan sudah mengerjakan dengan baik. Tapi kalau ada yang mengawasi, mereka akan lebih fokus. Sebab eksekutor itu nggak tahu kalau dia kurang sesuai dengan ketentuan. Jadi kadang perlu diingatkan dan diberi semangat," pungkasnya. (TN)